Shalat Berjamaah Shaf Tidak Rapat. Jika itu sunnah, Ustaz ALnof mengatakan tidak boleh mengedepankan sunnah dengan menyakiti orang lain ditambah lagi dengan ancaman berat yang diantaranya adalah sebagai sebab perpecahan hati. Menurutnya, pendapat wajibnya merapatkan shaf ini dipilih juga oleh beberapa ulama hadits. Ustaz Alnof menjelaskan, hadis ini diriwayatkan Imam Ahmad di dalam Kitab al-Musnad nomor 5724, yang berasal dari riwayat sahabat Ibnu Umar dan kedudukannya sahih. Di dalam hadits Nabi SAW yang lain dijelaskan, "Rapatkan shaf kalian, dekatkanlah satu saf dengan saf di belakangnya (jangan terpisah jauh), rapatkan leher-leher kalian (dengan merapatkan bahu), demi jiwaku yang berada dalam kuasa-Nya, sesungguhnya aku dapat melihat setan memasuki celah-celah kosong diantara shaf, seperti seekor anak kambing berbulu hitam.".
Pengurus Masjid Salman ITB menerapkan pemberian jarak 15 cm hingga 30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu guna meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19. "Itu terlalu sibuk dan menyibukkan orang lain yang tidak disyariatkan, banyak bergerak, setiap kembali dari sujud selalu memperhatikan hanya hal itu (saf rapat), membuat orang lain tidak nyaman karena tumitnya yang dipaksakan menempel. Ini juga mengambil posisi tempat tumit orang lain yang tidak dibenarkan," kata Ustaz Alnof.
Hadits itu berbunyi, "Salah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu orang disebelahnya begitu juga tumitnya". Ucapan Syeikh Sholih Fauzan ini sangat jelas mengingkari perbuatan sebagian orang yang mengangkangkan dan membuka kakinya dengan lebar, mengejar kaki orang yang shalat di kanan dan kirinya.
Hal itu di antaranya, menempelkan bagian luar tepi tumit dengan tepi tumit orang di sebelahnya, menempelkan bahu dengan bahu, dan merapatkan posisi berdiri.
PRFMNEWS - Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mempermasalahkan jika umat Islam merapatkan shaf atau barisan saat salat berjemaah di masjid, tapi hal ini khusus daerah yang sudah masuk PPKM level 1. Ketua MUI bidang Dakwah, Cholil Nafis mengungkapkan hal tersebut melalui unggahan di akun twitternya @cholilnafis. "Silahkan rapatkan shafnya tapi tetap memakai masker dan jaga protokol kesehatan, khususnya di daerah level 1.
Sesuai shalat dan saat dzikir bisa renggang jaga jarak," ujar Cholil, Senin 27 September 2021. Cholil menegaskan, aturan atau fatwa yang dikeluarkan MUI tentang cara ibadah selalu mengikuti situasi dari Covid-19 di daerah tersebut.
Baca Juga: Ketua Dewan Pertimbangan MUI Kota Tangerang KH Edi Junaedi Nawawi Meninggal Usai Sampaikan Nasehat di Rakerda. Maka jika daerah itu kasus sudah rendah atau sudah PPKM level 1 maka shaf salat berjamaah boleh rapat, tidak seperti yang terjadi selama ini sejak pandemi Covid-19.
"Sebab dalam fatwa MUI sudah dijelaskan bahwa perubahan cara ibadah itu tergantung situasi Covid-19 setempat," ucapnya. Baca Juga: MUI Tegaskan Bom Bunuh Diri di Daerah Damai Hukumnya Haram dan Tidak Mati Syahid.
Di Masjid Salman Institut Teknologi Bandung (ITB), misalnya, shalat wajib berjamaah dilakukan dengan menerapkan konsep social distancing atau berjarak satu meter antarshaf. Dai Ambassador Dompet Dhuafa, Ustaz Alnof Dinar, menjelaskan shalat berjamaah yang dilaksanakan di dalam masjid itu sah selama makmum mengetahui perpindahan gerakan imam dari satu pekerjaan shalat kepada pekerjaan lainnya. Hal ini dijelaskan dalam kitab Minhaj al-Qawim, bahwa shalat berjamaah tetap sah jika mereka berdua (imam dan makmum) berada di dalam satu masjid atau beberapa masjid, yang pintu-pintunya terbuka atau jika ditutup tidak dikunci mati (dipaku). "Di dalam kitab Nihayah al-Zain disebutkan, jika imam dan makmum berada di dalam satu masjid yang sama, shalat berjamaah mereka sah, sekalipun jarak shaf mereka jauh, bahkan sampai 300 hasta," kata Ustaz Alnof, melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Kamis (19/3).
Berdasarkan pandangan para ulama Mazhab Syafi'i, sebagai amalan masyarakat rumpun Melayu, shalat jamaah yang dilakukan di dalam satu tempat yang sama (masjid, mushala, aula, lain-lain) hukumnya tetap sah meskipun jarak mereka berjauhan. "Maka shalat yang dilakukan oleh sebagian jamaah di saat wabah virus corona dengan membuat jarak antara satu orang jamaah dengan yang lain sejauh satu meter atau kurang dari itu, adalah boleh dan sah shalat berjamaah mereka menurut semua mazhab Fiqh, selain mazhab Zhahiriyah," jelasnya.
Di dalam Fathul Bari, al-Hafizh Imam Ibnu Hajar menyebutkan pandangan ulama mengenai hukum meluruskan dan merapatkan saf.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin r.a. menjelaskan, “Menempelkan mata kaki satu dan lainnya tak ragu lagi ada dalilnya dari para sahabat. Yang dimaksud merapatkan di sini adalah antara pundak dan mata kaki itu sama.”.
Anas r.a. berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (HR. Imam Nawawi rahimahullah juga berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4:157). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab suaramuhammadiyah.id.
MUI DKI Jakarta merilis panduan salat di tengah pandemi virus corona. Dalam aturan tersebut, tertulis bahwa salat berjamaah tidak boleh dilakukan dengan merapatkan barisan.
Selain itu, menurut Imam Ramli, hukum tidak merapatkan barisan dalam kondisi normal, bukan pandemi COVID-19, hukumnya makruh, walaupun masih mendapatkan keutamaan berjamaah. Sedangkan, menurut Imam Ibnu Hajar Al-Haitami hal itu tidak mendapatkan keutamaan dalam salat berjamaah.
Sedangkan menurut Imam as-Syihab ar-Ramli, semua kemakruhan dalam berjamaah bisa menghilang fadlilah jamaah, kecuali meluruskan shaf.". Terakhir, menjaga jarak dalam salat hukumnya menjadi wajib bila alasanya menghindari bahaya bagi diri sendiri dan orang lain.
"Jangan membuat bahaya kepada diri sendiri dan orang lain.". Simak juga video 'JK: Protokol Kesehatan di Masjid Mudah Diatur daripada Pasar-Mal':.
Dari Jabir bin Samra, semoga Tuhan meridhoi dia, bahwa Rasul, SAW besertanya, berkata: (Apakah kamu tidak berbaris (shaf) seperti yang dilakukan malaikat di hadapan Rabb mereka! Jadi kami berkata: Wahai Rasulullah, dan bagaimana para malaikat berbaris di hadapan Rabb nya? Dari Anas, semoga Tuhan meridhoi dia, dari Rasulullah SAW bersabda: “Satukan barisanmu, rapatkan di antara mereka dan luruskan lehernya, sehingga aku melihat iblis masuk melalui barisan seolah-olah mereka menghapus.” Dikisahkan oleh Abu Dawud dan Ibn Hibban menurutnya hadist ini derajatnya hasan. maksudnya sah hukumnya, jika dia tidak bisa lakukan kecuali hal tersebut yaitu shalat ada penghalangnya. وقال الشيخ ابن قدامة المقدسي:[فإن كان بين الإمام والمأموم حائلٌ يمنع رؤية الإمام، أو من وراءه، فقال ابن حامد فيه روايتان: إحداهما لا يصح الائتمام به اختاره القاضي، لأن عائشة قالت لنساءٍ كنَّ يصلين في حجرتها:لا تصلين بصلاة الإمام، فإنكن دونه في حجاب. Dan Syekh Ibn Qudamah al-Maqdisi berkata: [Jika ada pembatas antara imam dan jamaah yang menghalangi imam untuk melihat, atau di belakangnya, maka Ibn Hamid mengatakan ada dua riwayat di dalamnya: Salah satunya tidak sah untuk mengikutinya, dipilih oleh hakim, karena Aisyah Radhiyallahu anha berkata kepada wanita yang biasa sholat di kamarnya: Jangan kalian sholat berjamaah kepada imam, yang kalian terhalang dengannya.
والثاني:الجواز:كقول الشافعي.وأما إذا كان بينهما حائلٌ يمنع الرؤية والاستطراق، ففيهما عدة أقوال في مذهب أحمد وغيره.قيل:يجوز،وقيل:لا يجوز،وقيل:يجوز في المسجد دون غيره،وقيل:يجوز مع الحاجة،ولا يجوز بدون الحاجة،ولا ريب أن ذلك جائز مع الحاجة مطلقاً مثل أن تكون أبواب المسجد مغلقة،أو تكون المقصورة التي فيها الإمام مغلقة أو نحو ذلك،فهنا لو كانت الرؤية واجبة لسقطت للحاجة]مجموع فتاوى ابن تيمية 23/408.
Hal ini disampaikan Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito untuk merespon imbauan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhammad Cholil Nafis yang memperbolehkan umat Islam merapatkan Shaf saat Salat berjamaah. "Sampai saat ini pengaturan kegiatan ibadah di rumah ibadah atau berjamaah secara nasional dengan memperhatikan kedua indikator penilaian tersebut mengimbau adanya pembatasan kapasitas dan penerapan protokol kesehatan yaitu menggunakan masker dan menjaga jarak saat beribadah, serta mencuci tangan sebelum dan setelah beribadah," kata Wiku dalam jumpa pers virtual, Kamis (30/9/2021).
"Kedepannya jika diterapkan perubahan pengaturan khususnya pedoman beribadah secara rinci di rumah ibadah akan disampaikan oleh kementerian agama yang sebelumnya telah melalui kesepakatan lintas kementerian/lembaga," tegas Wiku. Sebelumnya, Ketua MUI Muhammad Cholil Nafis memperbolehkan umat Islam merapatkan Shaf saat Salat berjamaah di daerah PPKM Level 1. "Silakan rapatkan shafnya tapi tetap memakai masker dan jaga protokol kesehatan, khususnya di daerah level 1," tulis Cholil Nafis melalui akun twitternya. Sebab dalam fatwa MUI sudah dijelaskan bahwa perubahan cara ibadah itu tergantung situasi Covid-19 setempat," sambungnya.