Selesai Sholat Seorang Muslim Langsung Melaksanakan Berzikir Menurut Bahasa Dzikir. Setelah sholat fardhu jangan lupa sempatkan untuk berdoa dan berdzikir. Setiap muslim memiliki kewajiban untuk berdzikir kepada Allah swt, ketika pagi, sore atau setelah selesai sholat fardhu.
"Rasulullah saw bersabda, 'Siapa yang bertasbih, bertahmid, dan bertakbir setelah shalat sebanyak 33 kali dan menutupnya dengan membaca lâ ilâha illallâh lâ syarîka lahu lahul mulku wa lahulhamdu wa huwa 'alâ kulli syai'in qadîr, maka dosanya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan,'" (HR. Subhanallah, yuk kita mulai untuk rutin berdzikir setelah sholat fardhu.
Di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu waktu, bilangannya dan caranya terikat sesuai dengan keterangan dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, tidak boleh bagi kita untuk menambah atau mengurangi bilangannya, atau menentukan waktunya tanpa dalil, atau membuat cara-cara berdzikir tersendiri tanpa disertai dalil baik dari Al-Qur`an ataupun hadits yang shahih/hasan, seperti berdzikir secara berjama’ah (lebih jelasnya lihat kitab Al-Qaulul Mufiid fii Adillatit Tauhiid, Al-Ibdaa’ fii Kamaalisy Syar’i wa Khatharul Ibtidaa’, Bid’ahnya Dzikir Berjama’ah, dan lain-lain). Atau dzikir-dzikir yang sifatnya muthlaq, yaitu dzikir di setiap keadaan baik berbaring, duduk dan berjalan sebagaimana diterangkan oleh ‘A`isyah bahwa beliau berdzikir di setiap keadaan (HR.
Akan tetapi tidak boleh berdzikir/menyebut nama Allah di tempat-tempat yang kotor dan najis seperti kamar mandi atau wc. Dari ‘Abdullah bin Busrin radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam telah banyak atasku, maka kabarkan kepadaku dengan sesuatu yang aku akan mengikatkan diriku dengannya?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,. “Hendaklah lisanmu senantiasa basah dengan dzikir kepada Allah.” (HR. Diantara dzikir-dzikir yang sifatnya muqayyad adalah dzikir setelah salam dari shalat wajib.
“Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan upaya serta kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah dan kami tidak beribadah kecuali kepada Allah, milik-Nya-lah segala kenikmatan, karunia, dan sanjungan yang baik, tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, kami mengikhlashkan agama untuk-Nya walaupun orang-orang kafir benci.” (HR. “Tiada tuhan yang berhak diibadahi selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan, dan pujian, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.”. “Barangsiapa mengucapkan dzikir ini setelah selesai dari setiap shalat wajib, maka diampuni dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di lautan. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada dua sifat (amalan) yang tidaklah seorang muslim menjaga keduanya (yaitu senantiasa mengamalkannya, pent) kecuali dia akan masuk jannah, dua amalan itu (sebenarnya) mudah, akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, (dua amalan tersebut adalah): mensucikan Allah Ta’ala setelah selesai dari setiap shalat wajib sebanyak sepuluh kali (maksudnya membaca Subhaanallaah), memujinya (membaca Alhamdulillaah) sepuluh kali, dan bertakbir (membaca Allaahu Akbar) sepuluh kali, maka itulah jumlahnya 150 kali (dalam lima kali shalat sehari semalam, pent) diucapkan oleh lisan, akan tetapi menjadi 1500 dalam timbangan (di akhirat).
Ibnu ‘Umar berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah menekuk tangan (yaitu jarinya) ketika mengucapkan dzikir-dzikir tersebut.”. Para shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana dikatakan bahwa kedua amalan tersebut ringan/mudah akan tetapi sedikit yang mengamalkannya?“. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Syaithan mendatangi salah seorang dari kalian ketika hendak tidur, lalu menjadikannya tertidur sebelum mengucapkan dzikir-dzikir tersebut, dan syaithan pun mendatanginya di dalam shalatnya (maksudnya setelah shalat), lalu mengingatkannya tentang kebutuhannya (lalu dia pun pergi) sebelum mengucapkannya.” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud no.5065, At-Tirmidziy no.3471, An-Nasa`iy 3/74-75, Ibnu Majah no.926 dan Ahmad 2/161,205, lihat Shahiih Kitaab Al-Adzkaar, karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy 1/204). Tentunya amalan/ibadah semudah apapun tidak akan terwujud kecuali dengan pertolongan Allah. Adapun setelah shalat Maghrib dan Shubuh dibaca tiga kali. Barangsiapa membaca ayat ini setiap selesai shalat tidak ada yang dapat mencegahnya masuk jannah kecuali maut.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua tangannya dan berkata, “Ya Mu’adz, Demi Allah, sungguh aku benar-benar mencintaimu.” Lalu beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu Ya Mu’adz, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan di setiap selesai shalat, ucapan...” (lihat di atas):. “Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah dengan baik kepada-Mu.” (HR. Dibaca sepuluh kali setelah shalat Maghrib dan Shubuh. At-Tirmidziy 5/515 dan Ahmad 4/227, lihat takhrijnya dalam Zaadul Ma’aad 1/300).
Ibnu Majah, lihat Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/152 dan Majma’uz Zawaa`id 10/111). Semoga kita diberikan taufiq oleh Allah sehingga bisa mengamalkan dzikir-dzikir ini, aamiin.
Zikir[1] (bentuk tidak baku dzikir[2] dan dikir[3]) (bahasa Arab: ٱلذِّكْر , translit. [1] Zikir juga merupakan sebuah aktivitas ibadah dalam umat Muslim untuk mengingat Allah. Zikir kedua dengan mengingat perintah, larangan dan hukum Allah.
Zikir ketiga adalah dengan mengingat berbagai nikmat dan kebaikan yang Allah beri. Karena menurut hadits menyebutkan bahwa ada keutamaan berzikir ketika menggunakan ruas-ruas jari, keutamaannya adalah ketika pada hari kiamat jari jemari akan diminta kesaksiannya dihadapan Allah.
Dikalangan umat Muslim sebagian adapula yang menggunakan media penghitung zikir, seperti tasbih atau alat penghitung (counter), dikarenakan lebih utama dan mudah menurut sebagian ulama. Imam Muhammad Abdurrauf Al Munawi menjelaskan dalam kitab "Faidhul Qadir Syarh Al Jami’ Ash Shaghir", ketika menerangkan hadits Yusairah: Hadits ini merupakan dasar terhadap sunahnya subhah (untaian biji tasbih) yang sudah dikenal. Hal itu dikenal pada masa sahabat, Abdullah bin Ahmad telah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah memiliki benang yang memiliki seribu himpunan, dia tidaklah tidur sampai dia bertasbih dengannya. Dalam riwayat Ad-Dailami: “Sebaik-baiknya dzikir adalah subhah,” tetapi mu’allif (Imam As-Suyuthi) mengutip dari sebagian ulama belakangan, Al Jalal Al Bulqini, dari sebagian mereka bahwa menghitung tasbih dengan jari jemari adalah lebih utama sesuai zhahir hadits. ^ Rasulullah ﷺ mengajarkan doa berikut ini, عن جَابِر بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (( أَفْضَلُ الذِّكْرِ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَأَفْضَلُ الدُّعَاءِ: الْحَمْدُ لِلَّهِ )) Dari Jabir bin Abdullah berkata, “Saya mendengar rasulullah ﷺ bersabda: “Dzikir yang paling utama adalah Laa Ilaaha Illallahu dan doa yang paling utama adalah Al-hamdu Lillah.” (HR. a b c Yusairah , dia mengatakan, Rasulullah ﷺ berpesan kepada kami (para sahabat wanita), يَا نِسَاءَ الْمُؤْمِنَينَ، عَلَيْكُنَّ بِالتَّهْلِيلِ وَالتَّسْبِيحِ وَالتَّقْدِيسِ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ، وَاعْقِدْنَ بِالْأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ “Wahai para wanita mukminah, kalian harus rajin bertasbih, bertahlil, mensucikan nama Allah.
Hitunglah dengan jari-jari kalian, karena semua jari itu akan ditanya dan diminta untuk bicara.” (HR. "Saya melihat rasulullah ﷺ menghitung tasbih (dzikirnya); Ibnu Qudamah mengatakan dengan tangan kanannya". ^ Abdullah bin Umar berkata: “Saya melihat nabi bertasbih dengan (jari-jari) tangan kanannya.” (Hadits riwayat Abu Dawud (2/81), At-Tarmidzi (5/521), dan lihat ‘’Shahih al-Jami`’’ (4/271, no.
^ Ibnu Nujaim Al-Hanafi dalam kitab Al-Bahri Ar-Raaiq terhadap hadits tentang berdzikir dengan biji-biji tasbih berkomentar: "Nabi tidak melarangnya. Dia hanyalah menunjukkan cara yang lebih mudah dan utama, seandainya makruh tentu dia akan menjelaskan hal itu kepada wanita tersebut.
Maka, bukan pula kesalahan jika ikut menggunakannya sebagaimana sekelompok kaum sufi yang baik dan selain mereka. Kecuali jika di dalamnya tercampur muatan riya dan sum’ah, tetapi kami tidak membahas hal ini.".
^ Hadits dari Tsauban, dia menceritakan dzikir yang dibaca nabi ﷺ seusai shalat, كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: «اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ» Rasulullah ﷺ setiap selesai shalat, dia membaca istighfar 3 kali, kemudian membaca, اللهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaal wal ikroom. Tidak bermanfaat kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya untuk (menebus) siksaan-Mu.” (Sahih; H.R.
^ Abu Hurairah, dimana rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ “Barang siapa yang bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 33x setelah melaksanakan shalat fardhu sehingga berjumlah 99, kemudian menggenapkannya untuk yang keseratus dengan ucapan laa ilaha illallahu wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walalhul hamdu wahuwa ‘ala kulli syai-in qodiir, maka kesalahannya akan diampuni meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. ^ Rasulullah ﷺ bersabda, أفلا أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من بعدكم ولا يكون أحد أفضل منكم إلا من صنع مثل ما صنعتم قالوا بلى يا رسول الله قال تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صلاة ثلاثا وثلاثين “Maukah kalian saya ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka (para orang miskin) menjawab: “Tentu, ya rasulullah”.
^ Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةِ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ “Barang siapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai menunaikan shalat fardhu (wajib), maka tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.” (Sahih; H.R. ^ Uqbah bin Amir radhiallahu ‘anhu berkata, أَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقْرَأَ بِالْمُعَوِّذَاتِ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ “Rasulullah ﷺ memerintahkanku agar membaca surat Al-Mu’awwidzat (Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas) setiap selesai menunaikan shalat.” (Sahih; H.R.
Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa setelah solat Maghrib dan Subuh membaca:... Allah akan menulis setiap sekali dengan 10 kebaikan, dihapus 10 keburukan, diangkat 10 derajat, dan Allah melindunginya dari setiap keburukan, dan Allah melindunginya dari gangguan setan yang terkutuk.” HR. ^ Rasulullah ﷺ bersabda, معقبات لا يخيب قائلهن أو فاعلهن دبر كل صلاة مكتوبة ثلاث وثلاثون تسبيحة وثلاث وثلاثون تحميدة وأربع وثلاثون تكبيرة “Ada beberapa amalan penyerta yang barangsiapa mengucapkannya atau melakukannya setelah usai shalat wajib maka dirinya tidak akan merugi, yaitu bertasbih sebanyak 33x, bertahmid sebanyak 33x, dan bertakbir sebanyak 34x.” (HR. Rasulullah ﷺ bersabda, أفلا أعلمكم شيئا تدركون به من سبقكم وتسبقون به من بعدكم ولا يكون أحد أفضل منكم إلا من صنع مثل ما صنعتم قالوا بلى يا رسول الله قال تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صلاة ثلاثا وثلاثين “Maukah kalian saya ajarkan sesuatu yang dapat membuat kalian mengejar orang-orang yang mendahului kalian, dan yang dapat membuat kalian mendahului orang-orang yang sesudah kalian, serta tidak ada seorang pun yang lebih utama kecuali ia melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka (para orang miskin) menjawab: “tentu, ya rasulullah”. Hanya saja pada akhir riwayat tersebut, terdapat tambahan keterangan dari salah seorang periwayatnya yang bernama Suhail.
وزاد في الحديث يقول سهيل إحدى عشرة إحدى عشرة فجميع ذلك كله ثلاثة وثلاثون “Terdapat tambahan pada hadis tersebut, dimana Suhail berkata: masing-masing (tasbih, tahmid, dan takbir) berjumlah sebelas kali, sehingga total seluruhnya menjadi 33x.” (HR. ^ Cara keenam ini berdasarkan hadis yang mengisahkan tentang seorang sahabat Anshor yang bermimpi mengenai cara berdzikir yang kemudian disetujui oleh rasulullah ﷺ. Dalam mimpi tersebut ada yang berkata, سبحوا خمسا وعشرين واحمدوا خمسا وعشرين وكبروا خمسا وعشرين وهللوا خمسا وعشرين فتلك مائة “Bertasbihlah 25x, bertahmidlah 25x, bertakbirlah 25x, dan bertahlillah 25x, maka totalnya menjadi 100x.” Pada pagi harinya, sahabat tersebut mengabarkan tentang mimpinya kepada rasulullah. Lalu rasulullah ﷺ pun bersabda, افعلوا كما قال الأنصاري “Lakukanlah sebagaimana yang dikatakan oleh sahabat Anshor ini.” (HR.
Kata ulul albab muncul sebanyak 16 kali dalam Alquran. Karenanya, ulul albab sering diartikan dengan ‘yang mempunyai akal’ atau ‘orang yang berakal’.
Di sini, zikir dilakukan dengan membangun hubungan vertikal transendental (seperti mendirikan salat) dan hubungan horisontal sosial (seperti membayar infak dan menyambung persaudaraan). Beberapa strategi berikut terbayang setelah melakukan tadabbur atas beragam ayat di atas, yaitu: (a) meningkatkan integrasi, (b) mengasah sensitivitas, (c) memastikan relevansi, (d) mengembangkan imajinasi, dan (e) menjaga independensi.
Ulul albab menjaga integrasi antara berpikir dan berzikir, antara ilmu dan iman. Sensitivitas bisa diasah dengan perulangan, yang sejalan dengan pesan Q.S. Pembacaan ini pun tetap dibarengi dengan zikir: didasari dengan ‘nama Allah’ (ayat 1) dan dengan tetap ‘memuliakan Allah’ (ayat 3). Di sini, isu relevansi menjadi penting. Apa yang dituliskan dalam Alquran tidak semuanya dapat dipahami dengan mudah pada masa turunnya. Sebagai contoh, ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa matahari bersinar (dliya’an) dan bulan bercahaya (nuuran).
Al-An’anm 6: 99 baru diketahui oleh pengetahuan modern jauh setelah ayat ini turun. Untuk bergerak dan maju, kita perlu mempunyai imajinasi masa depan dan tidak terjebak dalam sikap reaktif yang menyita energi. Karenanya, watak orang yang berzikir adalah mengingatkan.
Di sini, bisa ditambahkan bahwa obyek berpikir juga termasuk fenomena sosial yang terhubung dengan berbagai kisah rasul (Q.S.
Kemudian, surah ar-Ra'd ayat 28 ("Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Secara harfiah, zikir berarti menyebut, menuturkan, mengingat, atau mengerti perbuatan baik. Zikir jali adalah perbuatan mengingat Allah SWT dalam bentuk ucapan lisan, yang mengandung arti pujian, rasa syukur, dan doa kepada Allah. Zikir khafi dilakukan secara khusuk oleh ingatan hati, baik disertai zikir lisan maupun tidak. Ia selalu merasakan kehadiran Allah SWT kapan dan di mana saja. Ini bukan berarti benda itu "adalah" Allah SWT.
Untuk memulai shalat tarawih, bilal mengucapkan kalimat “shallu> sunnat al-tara>wih}i rak’atayn ja>mi’atan rah}imakumulla>h”. Dalam kitab Asna> al-mat}a>lib fi> sharh} rawd} al-t}a>lib fas}l s}ala>t al-witr, disebutkan, bahwa kalimat itu digunakan untuk menggambarkan, bahwa shalat witir termasuk macam shalat sunnah yang dimaksudkan untuk menyempurnakan kekurangan shalat-shalat fardlu atas anugerah dan nikmat dari Allah (fad}lan min Alla>h wa ni’mah).
Setelah selesai salam dari dua rakaat shalat witir yang dilakukan, maka bilal mengucapkan kalimat “s}allu> sunnatan rak’at al-witri ja>mi’atan rah}imakumulla>h”, atau ditambah dengan kalimat “ma’ al-qunuti ja>mi’atan rah}imakumulla>h” jika telah memasuki hari ke-16 puasa ramadlan. Uraian kami di atas setidaknya memberikan jawaban, bahwa rangkaian kegiatan shalat tarawih dan shalat witir di kalangan masyarakat Nahdlatul Ulama’ masih bersinggungan dengan perintah hadis, meskipun tidak selalu langsung dilakukan Nabi saw., tetapi paling tidak beliau memerintahkan perbuatan-perbuatan itu. dalam hadis “ma> lays fi>h amruna> fahuwa radd: perkara yang tidak kami perintahkan, maka tertolak”.
Di lingkungan kita, menurut penulis, wajar jika digunakan jeda berupa bacaan dzikir dan doa, termasuk bacaan shalawat dan tarad}d}i (lantunan doa rad}iya Alla>h ‘anh: semoga Allah memberi ridla) menjadi momentum istirahat sejenak selepas salam, sebelum melanjutkan rakaat-rakaat berikutnya. Syekh Ibn Hajar al-Haytami dalam kitab Tuh}fat al-Muh}ta>j menjelaskan, “wa summiyat tara>wi>h}, li annahum li t}u>l qiya>mihim ka>nu> yastarih}u>n ba’d kull taslimatayn : disebut shalat tarawit, karena para jamaah melakukan istirahat setelah setiap dua rakaat dari rangkaian shalat tarawih yang panjang”.
juga menjelaskan, bahwa membaca dzikir dengan suara keras setelah sahalat fardlu telah dilakukan para sahabat pada masa Nabi saw., walaupun juga terdapat hadis yang menganjurkan membaca dzikir dengan pelan sebagaimana riwayat Imam Bukhari dari Abu Musa al-Ash’ari sebagaimana pada ba>b ma> yukrah min raf’ al-s}awt fi> al-takbi>r. Demikian uraian kami terhadap persoalan di atas, semoga bermanfat dan mohon maaf jika terdapat kesalahan.