Perempuan Lebih Utama Sholat Di Rumah Atau Di Masjid. “Bolehkah wanita merutinkan sholat berjama’ah di masjid, dan apakah suaminya berhak melarangnya?”. “Dibolehkan bagi wanita untuk keluar menunaikan sholat di masjid, akan tetapi sholatnya di rumah lebih utama baginya, karena sholatnya di rumahnya bersifat menutupinya (tersembunyi dari pandangan) dan aman baginya dari terjerumus kedalam fitnah, baik fitnah tersebut disebabkan olehnya atau fitnah yang mengancam dirinya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”.
Apabila ia beradab dengan adab-adab Syar’i ini, maka diperbolehkan baginya keluar menuju ke masjid untuk menunaikan sholat. Demikian pula, ketika ia berada di masjid juga, hendaknyalah letak shofnya terpisah dengan kaum laki-laki, tidak menjadi satu dengan shof laki-laki dan tidak pula bercampur-baur dengan mereka, akan tetapi ia berada di bagian akhir (shof) masjid.
Adapun jika ia tidak beradab dengannya, maka suaminya hendaknya melarangnya dari pergi untuk menunaikan sholat ke masjid”. Demikian pula untuk masalah Lailatul Qodar – yaitu di sepuluh hari terakhir (Ramadhan), namun tidak diketahui kepastian harinya-, seseorang yang bersungguh-sungguh (beribadah) di sepuluh hari terakhir tersebut, terhitung sebagai orang yang benar-benar berusaha mendapatkannya, maka jika datang malam tersebut, ia sedang beramal sholeh. Sedangkan jika ia mendatangi masjid di sepuluh hari terakhir atau masih dalam bulan Ramadhan atau pada seluruh bulan-bulan selainnya, maka hal itu diperbolehkan”.
Karena itu, amat bijak Rasulullah bersabda terkait tempat sholat yang paling tepat untuk wanita, yaitu di rumah masing-masing. Dalam perspektif empat mazhab, fukaha Hanafiyah berpendapat wanita lanjut usia boleh shalat berjamaah di masjid karena mereka tidak lagi mendatangkan fitnah (gangguan dan gosip). Sementara itu, fukaha Malikiyah membolehkan sholat di masjid bagi wanita lanjut usia, setengah umur, bahkan yang masih muda apabila diyakini tidak menimbulkan fitnah.
Dari paparan tersebut dapat dipahami fukaha empat mazhab menjadikan fitnah sebagai 'illat (sebab) hukum dilarangnya wanita pergi ke masjid untuk sholat berjamaah.
Perempuan tidak dilarang sholat ke masjid. Hadits ini menunjukkan makna perempuan lebih baik sholat di tempat yang jauh dari keramaian.
(HR Bukhari dan Muslim). Sementara menurut pendapat Imam an-Nawawi, jika tidak menimbulkan fitnah, dan perempuan tersebut tidak memakai wangi-wangian yang membangkitkan nafsu, (ia boleh ke masjid).
Hadit ini dan yang sama maknanya dengannya jelas perempuan tidak dilarang ke masjid.
Saya ingin bertanya mengenai hukum sebenarnya tentang seorang wanita (istri) shalat di masjid? Pertama, tentang shalat berjamaah bagi wanita di masjid.
Bapak Mulyadi yang baik, shalat berjamaah memang lebih utama 27 derjat dari pada shalat munfarid (sendirian). Dalam hal ini ulama menjelaskan, laki-laki lebih utama melaksanakan shalat fardhu berjamaah di masjid dan perempuan lebih utama melaksanakan shalat fardhu berjamaah di rumah. Untuk perempuan shalat berjamaah lebih utama dilaksanakan di rumahnya dari pada di masjid.
Bapak Mulyadi yang budiman, perlu diingat bahwa paparan di atas terkait masalah lebih utama atau tidak, bukan masalah boleh atau tidaknya perempuan melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Mudah-mudahan jawaban ini memberikan pencerahan bagi Bapak dan keluarga.
* Wanita shalat di rumah. Jadi, bagi wanita lebih utama berjama’ah di rumah :.
.وخرج بالذكر المرأة فإن الجماعة لها في البيت أفضل منها في المسجد. Bagi wanita dimakruhkan menghadiri jamaah di masjid jika wanita tersebut masih seger (masih bisa disyahwati/dihasrati) walaupun pakai baju yang terjaga atau wanita tersebut sudah tidak dihasrati tapi ia pakai perhiasan atau pakai parfum boleh bagi sang imam atau naibnya untuk mencegah wanita tersebut menghadiri jamaah di masjid sebagaimana diperbolehkan bagi imam atau naibnya mencegah masuk masjid bagi orang yang makan makanan yang berbau.
Disertai kondisi alam dan lingkungan yang belum memungkinkan href="https://www.ayobandung.com/tag/-wanita"> wanita keluar rumah secara bebas dan aman, rumah-rumah saat itu masih jarang, tidak ada penerangan listrik, apalagi lampu. Prof KH Ahmad Zahro dalam Fiqih Kontemporer mengatakan, apabila kepergian href="https://www.ayobandung.com/tag/-wanita"> wanita ke masjid aman dari fitnah karena banyak temannya, dekat dengan masjid, atau lampu penerangan jalan memadai, maka diperbolehkan ke masjid. Bahkan, para ulama al-Azhar pada 1985 mengeluarkan fatwa href="https://www.ayobandung.com/tag/-wanita"> wanita dan remaja putri dianjurkan ikut href="https://www.ayobandung.com/tag/salat">salat berjamaah di masjid; sebab kalau tidak, mereka tetap keluar rumah dan berkeliaran di tempat hiburan.