Orang Yang Meninggalkan Shalat Akan Mendapatkan. Bahkan, waktu shalat lima waktu itu juga telah disebutkan dalam Alquran dan hadis Nabi SAW. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh.
Nash-nash d iatas menunjukkan bahwa mendirikan shalat lima waktu itu hukumnya wajib bagi setiap pribadi Muslim dan telah ditentukan waktunya. Walaupun perintah shalat itu hukumnya wajib, namun sebagian umat Islam ada juga yang meninggalkan shalat lima waktu. Dalam Alquran, orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat, hukumnya dosa. Berdasarkan hal ini, maka para ulama menetapkan, bahwa orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat bisa dihukumi dengan kafir. Dari Buraidah berkata, Rasulullah SAW bersabda, Janji setia di antara kami dengan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkan shalat maka dia adalah kafir. Imam Syafii dan Ahmad menyatakan, orang yang meninggalkan shalat maka dia harus bertobat.
Barangsiapa meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja, maka ia telah terlepas dari tanggung jawab Allah, (HR Ahmad dari Muadz bin Jabal).
Allah tidak menerima dari orang yang meninggalkan sholat. Tersebut dalam hadits yang panjang, bahwa jibril turun kepada nabi saw, dan jibril berkata: Hai Muhammad, Allah tidak menerima dari orang yang meninggalkan sholat, puasanya, dan tidak juga sedekahnya, dan tidak juga hajinya, dan tidak juga amal perbuatannya, dan tidak juga menerima zakatnya. Ya Muhammad, orang yang meninggalkan sholat, tidak ada baginya dalam pertolonganmu dan juga tidak pula dapat syafaatmu, dan tidak pula orang yang meninggalkan sholat itu dari golongan umatmu. Dan tidak usah di salami orang yang meninggalkan sholat. Dilaknat makanan, baju dan rumah dan mati dalam keadaan Yahudi. Orang yang memutus sholat dilaknati dalam hidupnya dan setelah dia mati.
Tapi, shalat bagi mereka adalah sarana yang sangat komplit untuk meraih ketenangan hati dan ketenteraman jiwa. Namun demikian, dewasa ini generasi kita sudah menganggap enteng perkara shalat tersebut dan dalam waktu yang sama, mereka lebih senang mengikuti hawa nafsu/ berhura-hura. Oleh sebab itu, sudah menjadi suatu kewajiban untuk mengingatkan mereka tentang ancaman bagi orang-orang yang meninggalkan shalat.
Kecelakaan bagi orang-orang yang enggan untuk sujud kepada Allah SWT, dan apabila dikatakan kepada mereka, rukuklah!, niscaya mereka tidak mau rukuk dan kecelakaanlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. Azab kubur, firman Allah SWT, dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, (QS, Thaha: 124).
Karena, seseorang yang meninggalkan shalat, adakalanya disibukkan oleh hartanya, kekuasaannya, tugas kementerian (kekantoran) nya, atau bisnisnya. Lepas dari tanggungan Allah SWT, Muadz bin Jabal berkata, Rasulullah SAW menasehatiku dengan sabdanya. (Disampaikan pada Khutbah Jumat tanggal 23 Mei 2013 di Masjid Agung Jabal Rahmah, Calang).
beritalima.com | Perilaku zina merupakan salah satu perbuatan dosa besar yang sangat dibenci Allah. Jika dilakukan oleh orang yang belum menikah, maka pelaku zina harus dirajam di hadapan penduduk sebanyak seratus kali.
Bahkan dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa Nabi Musa as tidak memaafkan pelaku zina karena dianggap sangat hina. Salat merupakan kewajiban utama umat Islam yang menjadi pondasi dasar agama Allah ini.
“Rasulullah SAW, diperlihatkan pada suatu kaum yang membenturkan kepala mereka pada batu, Setiap kali benturan itu menyebabkan kepala pecah, kemudian ia kembali kepada keadaan semula dan mereka tidak terus berhenti melakukannya. Ibnu Abbas r.a. berkata Jika langit sudah terbuka, maka malaikat akan datang dengan membawa rantai sepanjang 7 hasta.
Artinya satu kali tidak melaksanakan salat subuh, maka kita akan mendekam 60 ribu tahun di neraka.
Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm berkata bahwa tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan (Al Kaba’ir, hal. Ulaman Asy Syaukani mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dianggap telah murtad (keluar dari Islam). Pendapat kedua menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar).
Dalam ayat ini, Allah SWT menjadikan sungai di Jahannam sebagai tempat bagi orang yang menyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu.
Kita semua pasti tahu bahwa shalat adalah perkara yang amat penting. Namun, realita yang ada di tengah umat ini sungguh sangat berbeda. Mungkin di antara mereka, ada yang hanya melaksanakan shalat sekali sehari, itu pun kalau ingat. Oleh karena itu, pada tulisan yang singkat ini kami akan mengangkat pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat.
Semoga Allah memudahkannya dan memberi taufik kepada setiap orang yang membaca tulisan ini. Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal.
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369). Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam).
Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Maka seandainya orang yang menyiakan shalat adalah mu’min, tentu dia tidak dimintai taubat untuk beriman. Dalam ayat ini, Allah Ta’ala mengaitkan persaudaraan seiman dengan mengerjakan shalat. “(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR.
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. “Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Dikeluarkan oleh Malik.
Begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad di Ath Thobaqot, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Iman. Hadits ini shohih, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil no. Saat Umar mengatakan perkataan di atas tatkala menjelang sakratul maut, tidak ada satu orang sahabat pun yang mengingkarinya. Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabi’in, Abdullah bin Syaqiq. “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. (Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal.
Dari pembahasan terakhir ini terlihat bahwasanya Al Qur’an, hadits dan perkataan sahabat bahkan ini adalah ijma’’ (kesepakatan) mereka menyatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja adalah kafir (keluar dari Islam). Ibnul Qayyim mengatakan, ”Tidakkah seseorang itu malu dengan mengingkari pendapat bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, padahal hal ini telah dipersaksikan oleh Al Kitab (Al Qur’an), As Sunnah dan kesepakatan sahabat. ] Kasus kali ini adalah meninggalkan shalat dengan menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya.
Inilah pendapat Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in. Maka dia masih dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak kafir.
Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang benar. … Sesungguhnya sebagian besar manusia bahkan mayoritasnya di banyak negeri, tidaklah selalu menjaga shalat lima waktu. Berlaku bagi mereka hukum Islam secara zhohir seperti pada masalah warisan dan semacamnya.
Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering mengerjakan di luar waktunya. Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat.
Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Namun iman adalah sesuatu yang menancap dalam hati dan dibenarkan dengan amal perbuatan.“ (Lihat Ash Sholah, 35-36).