Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Kondisi diperbolehkannya seseorang menjamak salat subuh seperti dirangkum Muhammad Bagir dalam Fiqih Praktis (2016: 2013-2015) yakni ketika seseorang dalam perjalanan, ketika turun hujan, sakit, hingga keperluan-keperluan mendesak lainnya. Menjamak salat fardu memang diperuntukkan bagi umat muslim yang sedang dalam perjalanan jauh atau karena halangan lain sehingga tidak dapat mengerjakan salatfardu tepat pada waktunya.

- Sedang dalam keadaan bahaya seperti hujan lebat disertai angin kencang, perang atau bencana lainnya. Dalil yang memperkuat diperbolehkannya penggabungan pelaksanaan salat adalah hadits dari Muadz bin Jabal: "Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjamak salat antara Zuhur dan Asar.

Meninggalkan Salat Saat Perjalanan, Apakah Boleh Diqada

Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Meninggalkan Salat Saat Perjalanan, Apakah Boleh Diqada

Salat yang ditinggalkan saat dalam perjalanan dan kemudian diqada’ pada saat kita sudah sampai di rumah, maka menurut qaul qadim (pendapat lama) dari Imam Syafii, boleh diqada’ dengan cara diqasar. Adapun menurut qaul jadid (pendapat baru) dari Imam Syafii, salat tersebut tidak boleh diqada’ dengan cara diqasar. Hal ini karena sebab kebolehan mengqasar salat, yaitu safar, sudah hilang.

Qadha Shalat: Hukum dan Tata Caranya (Lengkap)

Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Qadha Shalat: Hukum dan Tata Caranya (Lengkap)

Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim yang mukallaf (sudah terkena beban syariat) meninggalkan shalat lima waktu dan tidak boleh melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya. Namun apa yang dilakukan seorang Muslim jika ia meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya? Hukum mengqadha shalat yang terlewat.

Mengqadha shalat artinya mengerjakan shalat di luar waktu sebenarnya untuk menggantikan shalat yang terlewat. Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqadha shalat yang terlewat.

“barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” HR. Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah). Para ulama berselisih panjang mengenai orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja apakah keluar dari Islam ataukah tidak? Silakan simak artikel “Meninggalkan Shalat Bisa Membuat Kafir” untuk memperluas hal ini. Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan. Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat.

Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas yang ditentukan Allah Ta’ala. “barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” (HR. Apakah diqadha sekaligus atau setiap shalat di qadha pada waktunya, semisal shalat zhuhur diqadha pada waktu zhuhur, shalat ashar pada waktu ashar, dst.?

karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib. Ini menunjukkan shalat yang dikerjakan dalam rangka qadha sama persis seperti shalat yang ditinggalkan dalam hal sifat dan tata caranya.

Andaikan niat mengqadha shalat perlu dilafalkan, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah mengajarkannya kepada kita.

Panduan Sholat Jamak dan Qasar, Memudahkan Kalian Saat

Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Panduan Sholat Jamak dan Qasar, Memudahkan Kalian Saat

Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam wajib menunaikan ibadah sholat. Sebab, sholat juga merupakan tiang agama Islam dan sekaligus bukti seorang mukmim dan muslim taat kepada Allah SWT seperti pada Surat Adz-Dzariyat : 56. Apalagi, Allah tak pernah menyulitkan umatnya dalam beribadah.

Niat Mengqodho Sholat Subuh Lengkap Tata Caranya

Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Niat Mengqodho Sholat Subuh Lengkap Tata Caranya

Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa apabila melewatkan waktu sholat atas ketidaksengajaan, seperti tertidur, maka wajib untuk mengganti atau mengqodhonya. Adapun, uzur yang membolehkan dalam menunda sholat sebagaimana kesepakatan pendapat imam mazhab Maliki, Hambali, dan Hanafi antara lain tidur, lupa, dan tidak sadar dengan masuknya waktu sholat sekalipun hal tersebut timbul karena lalai. Imam Muslim dalam kitab Shahihnya meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah tertinggal untuk mengerjakan sholat subuh. Ketika itu beliau SAW dan para sahabat lainnya dalam perjalanan pulang dari perang Khaibar. Lalu, mereka bermalam dan tertidur tanpa sengaja (ketiduran), meskipun beliau telah memerintahkan Bilal bin Rabah untuk berjaga. Artinya: "Saya (berniat) mengerjakan sholat fardhu Subuh sebanyak dua raka'at dengan menghadap kiblat serta qodho karena Allah Ta'ala.".

Shalat Jamak: Waktu atau Jarak?

Mengqodho Sholat Maghrib Karena Perjalanan Jauh. Shalat Jamak: Waktu atau Jarak?

Di antara keringanan yang diberikan Allah SWT kepada kaum Muslimin adalah dalam melaksanakan kewajiban shalat lima waktu, dibolehkan bagi umat Islam yang sedang melakukan perjalanan (menurut jumhur ulama, perjalanan lebih kurang 83 km) untuk mengqashar shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi saw tidak pernah meninggalkannya. Juga dibolehkan bagi umat Islam ketika dalam perjalanan untuk menjamak dua shalat untuk dilakukan pada satu waktu, baik jamak takdim atau jamak takhir. Menurut jumhur ulama, keringanan menjamak shalat ketika dalam perjalanan, tidak hanya sewaktu dalam perjalanan tapi juga ketika singgah di suatu tempat. Jumhur ulama dari kalangan mazhab Maliki dan Syafi’i dan salah satu riwayat dari mazhab Hambali berpendapat, jika seseorang berniat menetap di suatu tempat selama empat hari, habislah masa keringanan baginya untuk mengqashar dan menjamak shalat. Sedangkan, menurut mazhab Hanafi, jika seseorang berniat menetap selama 15 hari di suatu tempat, maka habislah masa safarnya dan ia harus melaksanakan kewajiban shalatnya sebagaimana orang yang menetap.

Related Posts

Leave a reply