Kapan Shalat Jumat Pertama Kali Dilaksanakan. KISAH sejarah salat Jumat pertama di masa hijrah Rasulullah Muhammad SAW tidak lepas dari sejarah perdagangan yang saat itu ramai di jazirah Arab sebagaimana dijelaskan dalam Qur'an Surat Al Jumuat ini. Lagi-lagi soal tujuan duniawi atau ekonomi menjadi godaan manusia untuk tak mengutamakan ibadah kepada Allah SWT. "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (QS Al Jumuat : 9).
Dalam tafsir Qadi Baidowi sebagaimana dikutip dalam kitab Duratun Nasihin, ayat tersebut menjelaskan soal kewajiban umat Islam khususnya kaum muslimin (muslim lelaki) apalagi yang beriman untuk menunaikan salat Jumat di Hari Jumat. Dinamakan Jumat tak lain karena pada hari itu orang-orang berkumpul (ijtima) untuk menunaikan salat. Sebelumnya orang-orang Arab dulu menamakannya 'Arubah sebagaimana dinamakan oleh Ka'ab bin Luay karena para hari itu orang-orang berkumpul kepadanya. Salat Jumat pertama kali dilakukan Rasulullah SAW setelah dia tinggal di Madinah. Setelah singgah di Quba, ia kemudian memasuki Kota Madinah dan menuaikan Salat Jumat di kampung Bani Salim bin Auf.
Sholat Jumat pertama kali sebenarnya telah disyariatkan pada periode Makkah, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Namun ketika itu belum bisa dilaksanakan karena jumlah umat Islam masih sedikit dan kerasnya intimidasi dari kaum kafir Quraisy di Makkah. Sholat Jumat pertama kali baru bisa dilaksanakan saat Nabi Muhammad bersama para sahabat dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Dalam perjalanan sejauh 3 kilometer dari Quba, tepatnya di Wadi Ranuna, Rasulullah dan para sahabat menjalankan Sholat Jumat.
Berikut ini Khotbah Jumat pertama Rasulullah SAW seperti dikutip dari buku, Himpunan Wasiat Agung Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali karya Miftahul Asror Malik. Putra Abdullah bin Abdul Muthalib itu bersama rombongan tiba di Madinah yang dulu bernama Yatsrib pada hari Senin, 16 Rabiul Awwal atau bertepatan 20 September 622 M.
Yang melakukan sholat Jumat pertama kali adalah sahabat Rasulullah. Hamza Muhammad Qasim dalam 'Manar al-Qari Syarah Mukhtasar Shahih al-Bukhari', memberikan penjelasan terkait hal itu.
Muhammad Qasim menjelaskan, dalam kitab-kitab sejarah disebutkan bahwa sahabat besar yaitu As'ad bin Zarara adalah orang yang pertama melaksanakan sholat Jumat. Lalu Mushab bertemu dengan As'ad, dan menyampaikan apa yang dikatakan Nabi SAW. Adapun sholat Jumat pertama Nabi Muhammad SAW, dilakukan setelah beliau melakukan hijrah ke Madinah.
Sholat itu dilakukan setelah beliau pindah dari Quba ke Madinah.
Namun karena Rasulullah masih berada di Mekah dan kondisi belum memungkinkan, kewajiban salat yang mensyaratkan diikuti jemaaah dalam jumlah banyak, itu ditunda. Menurut berbagai referensi, pada Senin, 12 Rabiul Awal 1 Hijriyah atau 23 September 622 M, Nabi Muhammad dan Abu Bakar as-Shiddiq sampai Desa Quba yang tidak jauh dari Madinah. Satu atau dua hari kemudian, Ali bin Abi Thalib tiba dari Makkah dan tinggal di rumah yang sama dengan Rasulullah.
Rombongan dari Mekah itu berada di Quba selama empat hari yaitu sejak Senin hingga Kamis. Menurut Dr. Muhammad Ilyah Abdul Ghani dalam bukunya Sejarah Madinah Munawwarah, ketika meneruskan perjalanan menuju Madinah tiba waktu zuhur pada hari Jumat di perkampungan Bani Salim.
Untuk mengenang pelaksanaan salat Jumat pertama kali itu, maka didirikanlah sebuah masjid di lokasi tersebut. Menurut HM Iwan Gayo dalam Buku Pintar Haji dan Umrah, Masjid Jumat ketika itu berukuran 7 X 5,5 meter persegi. Perluasan dan renovasinya, termasuk instalasi AC, dilakukan Raja Fahd pada tahun 1412 H (1992 M) dengan menelan biaya SAR 15 juta.
PERMULAAN shalat Jum’at pertama kali adalah ketika muncul perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad, ketika beliau masih berada di kota Mekkah dan sedang dalam persiapan untuk melakukan hijrah atau perjalanan ke kota Madinnah. Pada masa itu masih terjadi sengketa dengan kaum Quraisy (yang belum mengakui bahwa Nabi Muhammad adalah Rasulullah), maka perintah tersebut tidak bisa dilakukan. Sebab sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bila salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat Jum’at adalah harus dilakukan dengan berjamaah. Namun, meski tidak bisa melaksanakan shalat Jum’at, Nabi Muhammad masih sempat mengutus salah seorang sahabatnya yang bernama Mush’ah bin Umair bin Hasyim yang tinggal di kota Madinnah, agar dia mengajarkan Al-Qur’an pada penduduk kota itu.
Karena selain mengajarkan Al-Qur’an, sahabat setia Nabi tersebut juga meminta ijin pada beliau untuk menyelenggarakan ibadah shalat Jum’at. Sementara, Nabi Muhammad sendiri baru bisa melakukan shalat Jum’at, ketika dia sudah berada di kota Madinnah. Keesokannya, pada hari Jum’at, Nabi Muhammad bertemu lagi dengan sahabatnya itu di kota Madinnah yang akan mengadakan shalat Jum’at di sebuah lembah yang telah dijadikan masjid dan tempatnya tidak begitu jauh dari mereka berdua. Inilah khutbah pertama yang dilakukan oleh Rasul, ketika berada di kota Madinnah.
Setiap muslim semestinya mengetahui sejarah awal mula ibadah ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Pemahaman ini dapat membantu pelaksanaannya agar lebih baik sesuai dengan petunjuk al-Qur'an dan as-Sunnah.Tak terkecuali bagaimana shalat Jumat disyariatkan.
Syariat shalat Jumat tak bisa dilepaskan dari surat al-Jumu'ah yang menyebutkan perintah shalat tersebut, ketika diturunkan di Madinah.Shalat Jumat pertama kali dilakukan oleh Nabi SAW ketika berada di Bani Salim bin Auf dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Saat itulah Nabi SAW membangun masjid di sana, yaitu masjid al-Munawwarah atau lebih dikenal Masjid Quba.Setelah itu Nabi SAW keluar menuju Madinah dan melaksanakan shalat Jumat di Bani Salim bin Auf sebelum tiba di Madinah.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa kewajiban Jumat itu disyariatkan di Madinah.Isi Pesan dan Khutbah Nabi SAW pada Jumat TersebutDalam kitab Zad al-Ma'ad dijelaskan bahwa isi khutbah Nabi itu ialah: Pertama memuji Allah dan menyanjungNya, kemudian menyampaikan khutbah pertama yang sangat menyentuh, menegaskan pentingnya berpegang teguh pada Al-Qur'an demi keselamatan manusia di dunia dan akhirat.Kemudian pada khutbah kedua, Rasulullah SAW menekankan sungguh beruntung orang yang telah memilih Islam dan meninggalkan kekufuran.“Amma Ba'du! Salah seorang di antara kamu akan berteriak (karena kaget dengan kejadian kiamat), kemudian ia akan tinggalkan kambing gembalaannya tanpa penggembala. Kemudian Allah akan langsung bertanya kepadanya tanpa ada juru bicara dan tak ada penghalang apa pun di antara kamu dan Allah (Allah langsung bertanya):“Tidakkah pernah datang kepadamu rasulku dengan menyampaikan sesuatu kepadamu?
Dan tidakkah Aku lebihkan kamu dari makhluk yang lainnya? "Maka dia akan melihat ke kanan dan ke kiri dan tidak melihat sesuatu, kemudian ia akan melihat di hadapannya, ternyata tidak terlihat kecuali jahannam, maka barangsiapa yang tidak mendapatkannya maka sampaikanlah kalimat thayyibah (pesan-pesan yang baik) dan sesungguhnya kebaikan itu akan dibalas dengan 10 kali lipat sampai 700 kali lipat, wassalmualaikum warahmatullahi wabarakatuhu.” (Zad al-Ma'ad).Menurut Ibnu Ishaq: kemudian Rasulullah SAW, berkhutbah kedua kalinya.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sampai di Quba pada hari Senin, setelah tinggal selama empat atau empat belas hari, dan telah selesai membangun masjid yang pertama kali didirikan itu, beliau dan para sahabatnya bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan ke kota Madinah yang selama ini menjadi tumpuan harapan. Pada hari Jumat pagi sekali, Nabi dan para sahabatnya berangkat menuju Yatsrib atau Madinah.
Menjelang memasuki kota Madinah pada kilometer empat, beliau sampai di suatu lembah bernama Wadi Ranuna milik keluarga Bani Salim ibn Auf, di tempat itu Nabi dan rombongan melakukan shalat Jumat (M. Muhyiddin, Sayyiduna Muhammad Nabi al-Rahmah , hal. Siapa yang ingin terlepas dari siksa Jahannam, meskipun hanya sekedar berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan secuil buah kurma, hendaklah ia lakukan. Jika secuil buah kurma pun tidak dimilikinya maka hendaklah ia bertutur kata yang baik. Bantuan itu bisa berupa harta, wisdom (kebijaksanaan), jasa, nasehat, fikiran, do’a, dan bertutur kata yang baik. Umat Islam diarahkan al-Qur’an agar senantiasa menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, tidak diperkenankan mengabaikan salah satunya.