Jamak Shalat Bagi Orang Sakit. وقال آخرون: لا بد من مشقة ظاهرة زيادة على ذلك، بحيث تبيح الجلوس في الفرض. Batasannya itu sama seperti berjalan untuk berjamaah saat turun hujan yang menyebabkan baju basah. Menurut Syekh Abu Bakar Syatha, kebolehan menjamak shalat tersebut didasarkan atas hadis Nabi saw.
جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر والعصر وبين المغرب والعشاء بالمدينة من غير خوف ولا مطر قال فقيل لابن عباس ما أراد بذلك قال أراد أن لا يحرج أمته.
Bagaimana mereka yang sakit atau berhalangan lain? Menurut qaul yang mukhtar, seseorang dengan udzur sakit diperbolehkan menjamak dua sembahyang (Zuhur-Ashar dan Maghrib-Isya, -red.).
Sementara ulama lain mengemukakan, kesulitan untuk jamak tidak boleh tidak mesti tampak dan lebih daripada itu. Adapun sakit yang tidak menyulitkan dalam melakukan sembahyang seperti kepala sedikit pusing atau badan agak meriang, maka tidak diperbolehkan menjamak dua sembahyang.
Kalau memang sangat sulit sekali, dengan menimbang keterangan Fathul Mu‘in berikut hasyiyah-nya seseorang bisa melakukan jamak menimbang tingkat masyaqqahnya yang tidak memungkinkan untuk sembahyang pada waktunya. Gampangnya, ketentuan itu dimaksud agar jangan sampai orang yang berudzur sya’ri memaksakan diri.
Liputan6.com, Jakarta Sebagai seorang muslim, sholat termasuk pada rukun Islam ke-2 yang wajib untuk dilaksanakan. Maka tidak ada alasan untuk kamu meninggalkan sholat, kecuali bagi para wanita yang sedang berhalangan atau menstruasi. Dan berikut cara menjamak sholat, niat serta syarat untuk melakukannya, yang telah dirangkum dari berbagai sumber.
MENURUT jumhur ulama, yaitu Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah – kecuali Hanafiyyah -, diperbolehkan untuk menjamak shalat karena safar (perjalanan jauh) dan hujan. Adapun menjamak shalat karena sakit, maka menurut imam Malik dan Ahmad bin Hambal hukumnya boleh. Ini merupakan pendapat jumhur ulama Syafi’iyyah dan merupakan pendapat yang masyhur dari mereka, sebagaimana disebutkan oleh Imam Taqiyyuddin Al-Hishni – rahimahullah -dalam kitab “Kifayatul Akhyar” hlm. Mereka berdalil, bahwa mafhum mukhalafah (Konsekwensi logis) dari hadis yang disebutkan oleh Imam Al-Hishni tersebut, berarti nabi ﷺ biasa menjamak shalat karena takut. “Pendapat yang dipilih oleh An-Nawawi merupakan pendapat yang telah ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam “Mukhtashar Al-Muzani”. Hal ini dikuatkan oleh makna yang lain juga, sesungguhnya sakit dibolehkan untuk berbuka puasa seperti seorang musafir.
Dimana beliau (Ibnu Abbas) pernah mengkhutbahi para sahabat dimulai dari bakda Ashar sampai Matahari tenggelam. Dengan demikian, jika seorang ingin menjamak shalat karena sakit, maka diperbolehkan, berdasarkan : (1) Qiyas, (2) Perbuatan sahabat, yaitu Ibnu Abbas,(3) Fatwa para imam mujtahid yaitu Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, Syafi’i – menurut Al-Muzani -, serta dikuatkan oleh mujtahid tarjih An-Nawawi, (4) Sesuai dengan maqashid syari’ah. Adapun jika tanpa ada sebab sama sekali, maka tidak dibolehkan menurut jumhur ulama’.
Namun sebelum itu, pengertian dari sholat jamak adalah menggabungkan dua sholat yang dilakukan pada satu waktu. Sedangkan secara istilah, sholat jamak adalah melakukan dua sholat fardhu yaitu Dzuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya secara berurutan pada salah satu waktunya. Dan setelah ia mengerjakan sholat fardhu untuk waktu berikutnya.
Pembagian waktu mengerjakan sholat jamak. Jamak taqdim adalah melakukan dua sholat fardhu pada waktu sholat yang pertama. Bentuknya ada dua, pertama sholat Dzuhur dilakukan secara berurutan dengan sholat Ashar, yang dilakukan pada waktu Dzuhur. Dan kedua, sholat Maghrib dan sholat Isya dilakukan secara berurutan pada waktu Maghrib. Jamak takhir adalah kebalikan dari jamak taqdim yaitu melakukan dua sholat fardhu pada waktu sholat yang kedua. Pertama sholat Dzuhur dilakukan langsung berurutan dengan sholat Ashar yang dilakukan pada waktu Ashar.
Dan kedua, sholat Maghrib dan Isya dilakukan secara berurutan di waktu Isya. Dilansir dalam "Panduan Sholat Rasulullah 2" oleh Imam Abu Wafa, ada beberapa sebab yang memperbolehkannya sholat jamak. Niat jamak dalam sholat pertama.
Niat sholat Dzuhur dan Ashar dengan Jamak Taqdim. Niat sholat Maghrib dan Isya dengan jamak taqdim.