Imam Sholat Subuh Bersuara Atau Tidak. AKURAT.CO, Sebagian dari kita mungkin masih ada yang bertanya-tanya mengapa imam mengeraskan suara saat salat subuh, maghrib dan isya. Sementara saat salat zuhur dan asar, imam bersuara pelan dan hanya mengeraskan bacaannya saat pergantian gerakan saja. Di sinilah perlu kita ketahui bersama bahwa ada dua model suara ketika salat yakni sirriyah dan jahriyah.
Namun, bacaan salat menurut Al-Khurasyi dalam Syarh Mukhtashar Khalil tetap harus terdengar minimal oleh dirinya sendiri. Salah satu alasan mengapa bacaan salat minimal harus terdengar oleh dirinya sendiri adalah untuk meningkatkan kekhusyukan. Qad aflahal mu'minuun, alladziina hum fii salaatihim khaasyi'uun. Karena suara lirih dan keras disandarkan pada apa yang diajarkan Rasulullah, maka kita sebagai umatnya harus menaatinya dan jangan sampai terbolak-balik. Syekh Ibnu Baaz berpendapat, "Sebaiknya orang yang salat tetap berpegang dengan apa yang diajarkan Rasulullah sesuai tata cara salat seperti yang diajarkannya, yaitu bersuara lirih saat salat sirriyah (zuhur dan asar) dan bersuara keras saat salat jahriyah (subuh, maghrib dan isya).
Dalam tata cara ibadah kepada Allah, kita wajib mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: صَلُّوْا كَمَا رَأَيْْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي “Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. Lihat Irwaul Ghalil no: 213) Ketika diajukan pertanyaan serupa, Syaikh Bin Baz rahimahullah menjawab : “Wallahu a’lam alasan mengapa diajarkan untuk membaca keras-keras dalam shalat-shalat tersebut (Maghrib, ‘Isya dan Shubuh). Apalagi kalau kita sadari bahwa ketika itu lampu listrik belum lagi ditemukan.
Sedangkan bacaan yang tidak dikeraskan pada shalat Zuhur dan Asar, itu antara lain karena shalat-shalat itu dilakukan pada waktu siang, terang benderang, yang kecil kemungkinan membuat orang mengantuk. Bukankah ketika melakukan shalat kita pada hakikatnya sedang bermunajat dan berdoa kepada Allah?
Bukankah Allah yang kita seru dalam shalat itu Maha Mendengar, bahkan untuk bunyi derap langkahnya semut sekalipun? Dalam satu riwayat pernah dikemukakan bahwa sahabat Nabi, Abû Bakar, berdoa dengan suara yang terdengar sayup dengan alasan “Allah mengetahui hajatku,” sedangkan ‘Umar berdoa dengan suara keras sambil berkata, “Aku mengusir setan dan membangunkan orang yang mengantuk atau tidur.” Lalu turunlah ayat berikut ini: Janganlah mengeraskan suaramu dalam shalat atau doa dan janganlah juga merendahkannya.
Kemudian, apabila bacaan surat pendek kita belum selesai tetapi imam sudah rukuk, kita tidak harus menyelesaikan bacaan sampai akhir surah, tetapi langsung ikut rukuk bersama imam.
Dengan keutamaannya sebagai pembuka Alquran, maka tak heran bila surat ini sering dibacakan saat beribadah sholat. Melaksanakan sholat bisa dianggap tidak sah, buntung, dan tidak sempurna apabila tidak dilakukan dengan membaca surah Al-Fatihah.
Pada zaman Rasulullah SAW kaum perempuan kerap hadir shalat berjamaah ketika situasi sedang kondusif. Riwayat dari Aisyah RA, "Mereka wanita-wanita mukminah menghadiri shalat Subuh bersama Rasulullah SAW. Ummu Salamah RA juga menambahkan, "Di masa Rasulullah SAW, para wanita ikut hadir dalam shalat berjamaah. Selesai salam segera bangkit meninggalkan masjid pulang kembali ke rumah mereka.".
Hanya, ada beberapa perbedaan pendapat dari para ulama bagaimana cara membaca ayat-ayat Alquran saat imam memimpin shalat jamaah jahriyah. Menurut Ustazah Aini, Mazhab Maliki mengungkapkan bahwa hukum imam wanita mengeraskan suaranya adalah makruh. Namun, ini berlaku jika lingkungannya tidak ada lelaki yang bukan mahram.
Jika terdapat mahram di lingkungan ketika dia shalat, imam tersebut sebaiknya melirihkan bacaan shalatnya. Dengan catatan, suara perempuan tidak didayu-dayukan dan dimanja-manjakan, sehingga timbul fitnah dari pihak lelaki.
Jakarta, Muslim Obsession – Jika melaksanakan shalat jamaah khususnya mahrib, isya, dan subuh di dua rakaat pertama imam membacanya dengan suara keras. Sehingga anjuran ini berlaku bagi umatnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,.
Adapun untuk shalat sendirian Ustadz Ammi Nur Baits menjelaskan, dalam Al-Mufashal li Ahkam al-Mar’ah, hlm. Menurut Imam Syafi’i anjuran untuk mengeraskan suara di rakaat satu dan kedua dan memelankan bacaan di rakaat setelahnya juga berlaku bagi orang yang shalat sendirian. “Sementara menurut Hambali, bagi orang yang shalat jahriyah sendirian, dia memiliki pilihan, boleh mengeraskan atau memelankan bacaan,” ujar ustadz Ammi dalam artikelnya.
Keterangan yang sama juga disampaikan Imam Ibnu Baz Rahimahullah. Yang afdhal, mengeraskan bacaan ketika shalat maghrib, isya dan subuh.
Demikian pula wanita, dia bisa membaca dengan keras untuk shalat maghrib, isya dan subuh.
Sehingga melaksanakan sholat subuh ketika matahari sudah terbit diterima atau tidaknya hanya Allah yang tahu. Bunyi dari hadist tersebut adalah berikut ini, “Barangsiapa melakukan sholat subuh secara berjamah, maka ia berada di dalam tanggungan Allah.”.
Hal itu dikarenakan saat mengucapkan niat, Allah akan mengetahui ketulusan dan keikhlasan hamba NYA dalam melakukan amalan tersebut. Pada rakaat kedua, setelah sujud umat muslim yang sedang shalat akan melakukan duduk tasyahud akhir.
Hal itu dikarenakan Allah akan membagikan rezeki bagi umat NYA antara shalat subuh sampai dengan terbitnya matahari di sebelah ufuk timur. Umat msulim yang sedang melaksanakan shalat subuh akan berada di dalam perlindungan, penjagaan dan juga pemeliharan oleh Allah SWT. Orang yang rajin melakukan shalat subuh berjamaah di masjid akan dihindarkan dari siksaan api neraka.
Kebiasaan tersebut adalah sehabis shalat subuh dia kemudian menghampiri kasurnya, menarik seimutnya kembali dan mengambil bantalnya.
Jarang kita jumpai seseorang mengeraskan suara saat dia melaksanakan shalat sunah rawatib. Namun akhir-akhir ini, ada seorang ustadz yang menjelaskan bahwa khusus shalat sunah sebelum Shubuh disunahkan mengeraskan suara. Kebanyakan ulama Syafiiyah dan ulama lainnya mengatakan bahwa ketika kita shalat sunah rawatib, kita disunahkan untuk membaca setiap bacaan yang ada di dalamnya dengan suara pelan, baik surah al-Fatihah, al-Quran, doa dan lainnya. Hanya saja memang ada sebagian ulama salaf mengatakan bahwa khusus shalat sunah sebelum Shubuh dianjurkan untuk mengeraskan suara. Sementara menurut sebagian ulama salaf, khusus shalat sunah sebelum Shubuh dianjurkan membaca dengan suara keras. Imam al-Qadhi Iyadh menukil dari kitab Syarh Muslim dari sebagian ulama salaf akan kesunahan membaca keras pada shalat sunah Shubuh, sementara kebanyakan ulama memilih kesunahan membaca pelan sebagaimana mazhab kami.”.
Oleh karena itu, penjelasan seorang ustadz yang mengatakan bahwa shalat sunah sebelum Shubuh disunahkan untuk mengeraskan suara ada benarnya jika mengikuti sebagian pendapat ulama salaf. Adapun jika mengikuti pendapat ulama Syafiiyah dan kebanyakan ulama lainnya, maka disunahkan untuk membaca dengan suara pelan dalam setiap shalat sunah rawatib, termasuk shalat sunah sebelum Shubuh.