Imam Sholat Dzuhur Bersuara Atau Tidak. SEPUTARLAMPUNG.COM - Sholat dzuhur dan sholat ashar adalah sholat fardu yang bacaannya tidak bersuara atau disirrkan. Banyak di antara orang-orang yang bertanya-tanya, mengapa ketika sholat Dzuhur dan sholat Ashar tersebut disirrkan. Hal itu pun selaras dengan pertanyaan yang dilayangkan salah satu jamaah pada kajian Ustadz Adi Hidayat (UAH) yang diunggah akun youtube Kajian Ar-Rahman pada 18 Oktober 2017 lalu.
“Kenapa sholat dzuhur dan sholat ashar disirrkan?,” tanya salah satu jamaah. Baca Juga: Bagaimana Cara Wudhu yang Benar? Kata Buya Yahya: Niat dengan Bahasa Jawa Saja Boleh. Ustadz Adi Hidayat pun menjawabnya, bahwa sebenernya sederhana masalah jawabannya ini, yaitu karena yang dicontohkan oleh Nabi begitu. “Kalau Nabi mencontohkan dijaharkan, ya kita jaharkan,” kata UAH. Lanjut UAH menjelaskan arti dari kata sirr yang sebenarnya adalah rahasia, dan rahasia itu artinya tidak boleh tersampaikan kepada orang lain.
“Anda simpan sekalipun anda ungkapkan, orang lain tidak boleh mendengar,” kata UAH.
AKURAT.CO, Saat kita mengikuti salat berjemaah Subuh, Magrib, dan Isya, biasanya kita akan bisa mendengar bacaan surah Al Fatihah dan surah pendek pada dua rakaat awal. Dari hadis tersebut, kita bisa mengetahui bahwa mengeraskan bacaan pada salat Zuhur dan Asar dibolehkan karena terkadang Rasulullah saw pun melakukannya. Mengeraskan atau diam dalam bacaan surah bukan menjadi syarat sahnya salat.
Selain itu, firman Allah dalam surah Al-Isra ayat 110 juga menjelaskan terkait mengeraskan suara saat salat. Ayat tersebut diturunkan untuk menjelaskan ketika Rasulullah saw memimpin salat bersama sahabatnya dengan mengeraskan bacaan surah.
Imam Ali Syibramulisy berkata “Adapun hikmah mengeraskan bacaan pada tempatnya yaitu sesungguhnya ketika adanya malam itu tempat kholwat (menyepi) dan enak dibuat mengobrol, maka disyariatkan mengeraskan bacaan untuk mencari nikmatnya munajat seorang hamba kepada Tuhannya, dan dikhususkan pada dua rakaat pertama karena semangatnya orang yang salat berada di dalam dua rakaat tersebut. Dan ketika siang itu tempat berbagai macam kesibukan dan berkumpul dengan manusia, maka dianjurkan membaca dengan suara lirih karena tidak adanya maslahah untuk menyempurnakan munajat, dan salat Subuh disamakan dengan salat malam, karena waktunya bukan tempat kesibukan.".
Membaca bacaan salat yang keras dianjurkan untuk bisa tetap fokus dalam bermunajat kepada Allah Swt.
Kedua salat tersebut bacaannya dipelankan dan hanya terdengar oleh yang melaksanakan bukan didengar orang lain, termasuk makmum di belakangnya. Cara membaca lirih saat salat zuhur dan asar tersebut bukan tanpa dasar. Oleh karena itu, salat zuhur dan asar suaranya dipelankan berdasarkan pada apa yang diajarkan Rasulullah saw.
Saat itu, Rasulullah saw pernah memimpin salat jemaah bersama para sahabat dengan mengeraskan bacaan. Akhirnya Allah Swt memerintahkan untuk tidak mengeraskan suara salat di siang hari (zuhur dan asar) agar tidak menjadi bahan caci maki kaum musyrikin.
Dalam kitab I’anah At-Thalibi dijabarkan bahwa Imam Ali Syibramalisy berkata, "Bahwa malam hari adalah waktu khalwat (menyepi) dan tepat untuk digunakan untuk berdiskusi, maka disyariatkan mengeraskan bacaan salat guna mencari kenikmatan munajat seorang hamba kepada Allah. Lalu bagaimana jika seseorang salat zuhur dan asar dengan mengeraskan suara?
Dalam kitab Al-Muntaqa Syarah Muwatha' dikatakan bahwa mengeraskan suara saat salat zuhur dan asar salatnya tetap sah tetapi hukumnya makruh karena tidak sejalan dengan apa yang diajarkan Rasulullah saw.
Biasanya hal tersebut dapat dijumpai saat waktu pelaksanaan sholat Subuh, Maghrib, dan Isya. Dikutip dari laman resmi Nahdlatul Ulama (NU), Kamis (26/8/2021), perihal mengeraskan bacaan surah Alquran saat melangsungkan sholat jamaah, terlebih dahulu perlu diketahui bahwasanya secara umum hal itu dibagi ke dua kategori, yaitu sholat sirriyah dan jahriyyah. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam Alquran Surah Al-Isra’ Ayat 110: قُلِ ادْعُوا اللّٰهَ اَوِ ادْعُوا الرَّحْمٰنَۗ اَيًّا مَّا تَدْعُوْا فَلَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا Artinya: "Katakanlah (Muhammad), 'Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
(QS Al Isra’: 110) Baca juga: 9 Cara Sholat Menjadi Khusyuk, Berikut Tips dan Kiatnya Anjuran mengeraskan atau melirihkan bacaan yang ada dalam sholat sirriyah dan jahriyyah ini bukanlah suatu kewajiban yang harus dilakukan, namun sebatas sunnah. Hal ini sesuai yang ada dalam Kitab al Majmu’ ala Syarh al Muhadzab: لو جهر في موضع الإسرار أو عكس لم تبطل صلاته ولا سجود سهو فيه ولكنه ارتكب مكروها “ Artinya: "Jika seseorang mengeraskan bacaan di tempat yang mestinya dibaca pelan, atau sebaliknya, maka sholatnya tidak batal dan ia tidak perlu sujud sahwi akan tetapi ia telah melakukan kemakruhan.". (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab, juz 3, halaman 390) Kesimpulannya perihal fenomena mengeraskan bacaan sholat adalah yang pertama hal tersebut tidak wajib, melainkan sebuah sunah berdasarkan apa yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam. Hal ini sebagaimana perintah Allah Subhanahu wa ta'ala yang tertuang dalam firman-Nya seperti telah disebutkan sebelumnya.
Dalam tata cara ibadah kepada Allah, kita wajib mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: صَلُّوْا كَمَا رَأَيْْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي “Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”.
Lihat Irwaul Ghalil no: 213) Ketika diajukan pertanyaan serupa, Syaikh Bin Baz rahimahullah menjawab : “Wallahu a’lam alasan mengapa diajarkan untuk membaca keras-keras dalam shalat-shalat tersebut (Maghrib, ‘Isya dan Shubuh). Bukankah Allah yang kita seru dalam shalat itu Maha Mendengar, bahkan untuk bunyi derap langkahnya semut sekalipun?
Dalam satu riwayat pernah dikemukakan bahwa sahabat Nabi, Abû Bakar, berdoa dengan suara yang terdengar sayup dengan alasan “Allah mengetahui hajatku,” sedangkan ‘Umar berdoa dengan suara keras sambil berkata, “Aku mengusir setan dan membangunkan orang yang mengantuk atau tidur.” Lalu turunlah ayat berikut ini: Janganlah mengeraskan suaramu dalam shalat atau doa dan janganlah juga merendahkannya.
Firman Allah SWT berikut ini dapat menjadi landasan mengapa bacaan pada shalat dzuhur dan ashar tidak bersuara. Tafsir dan sebab turunnya ayat tersebut ialah ketika Rasulullah berada di Mekkah, beliau melaksanakan Shalat berjamaah bersama para sahabat dengan mengeraskan bacaan surat. Karena itulah Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu” sehingga potongan ayat tersebut bermaksud agar orang musyrik tidak mendengar bacaannya.
Tetapi Allah juga menyampaikan, “dan jangan pula merendahkannya” sehingga bacaan mesti tetap terdengar oleh sahabat yang ada di shaff pertama. Oleh karena itu, Allah melanjutkan dengan “dan carilah jalan tengah antara keduanya.”. Tetapi dalam riwayat lain menjelaskan bahwa ketika sudah berhijrah ke Madinah, perintah tersebut gugur.
Yang menjadi imam adalah seorang tua, asli penduduk sekitar. Namun yang lebih aneh lagi adalah tatkala imam tersebut selesai membaca Al-Fatihah yaitu sampai "Walaadhdhooolliiin..", entah karena linglung atau bingung, kami pun mengucapkan: "Aaamiiin.."!
السؤال: هل يجوز رفع الصوت في صلاة العصر والظهر للخشوع؟. Apakah boleh menyaringkan suara dalam shalat Ashar dan Zhuhur agar khusyuk?
Menyaringkan suara bacaan dalam shalat Zhuhur dan Ashar adalah bid'ah, jika terus menerus dilakukan. Sebab, Nabi صلى الله عليه وسلم kadang-kadang memperdengarkan bacaan ayat kepada para sahabat tatkala shalat.