Hukum Sholat Ied Nu Online. واختلفوا فيمن تفوته صلاة العيد مع الإمام فقال قوم: يصلي أربعا وبه قال أحمد والثوري وهو مروي عن ابن مسعود. وقال قوم: بل يقضيها على صفة صلاة الإمام ركعتين يكبر فيهما نحو تكبيره ويجهر كجهره وبه قال الشافعي وأبو ثور. وحكى ابن المنذر عنه مثل قول الشافعي فمن قال أربعا شبهها بصلاة الجمعة وهو تشبيه ضعيف ومن قال ركعتين كما صلاهما الإمام فمصير إلى أن الأصل هو أن القضاء يجب أن يكون على صفة الأداء ومن منع القضاء فلأنه رأى أنها صلاة من شرطها الجماعة والإمام كالجمعة فلم يجب قضاؤها ركعتين ولا أربعا إذ ليست هي بدلا من شيء وهذان القولان هما اللذان يتردد فيهما النظر: أعني قول الشافعي وقول مالك. Shalat id dikerjakan secara berjamaah dengan sejumlah takbir sunah dan bacaan lantang () surat Al-Quran.Artinya, “Seseorang bertakbir sebanyak tujuh kali pada rekaat pertama selain takbiratul ihram, dan lima kali pada rekaat kedua selain takbir berdiri dari sujud. Pendapat ini dipegang oleh Imam Ahmad dan Ats-Tsauri berdasarkan riwayat dari sahabat Ibnu Mas‘ud RA. Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik dan pengikutnya,” (Lihat Ibnu Rusyd,, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2013 M/1434 H], cetakan kelima, halaman 204).Selain itu, Ibnu Rusyd juga mencoba mengangkat argumentasi yang dibangun oleh para ulama yang berbeda pendapat perihal shalat Id sendirian dan perihal caranya.
Hukum shalat id, baik idul fitri maupun idul adha adalah sunnah muakkadah dan sangat dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjamaah. Demikian diterangkan dengan jelas dalam kitab "Fathul Qarib".<>.
وصلاة العيدين سنة مؤكدة وتشرع جماعة ولمنفرد ومسافر وحر وعبد وحنثى وامرأة لاجميلة ولاذات هيئة. أصلى سنة لعيد الفطر ركعتين مأموما لله تعالى.
Aku niat shalat idul fitri dua rakaat (ma’mum) karena Allah. Untuk rakaat pertama bertakbir sebanyak tujuh kali selain takbiratul ihram. Kemudian bertakbir lagi lima kali pada rakaat kedua selain takbiratul qiyam.
Demikian keterangan dari Jabir sesuai yang dilihatnya pada zaman Rasulullah saw. Sahabat Jabir berkata “saya pernah melaksanakan shalat id bersama Rasulullah saw, beliau melaksanakan shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan iqamat.
Perempuan yang sedang menstruasi memang dilarang untuk shalat tapi ia dianjurkan turut mengambil keberkahan momen tersebut dan merayakan kebaikan bersama kaum muslimin lainnya. Namun, bila terlambat datang atau mengalami halangan lain, boleh dilakukan secara sendiri-sendiri ( munfarid ) di rumah ketimbang tidak sama sekali.
Yang wajib adalah ada maksud secara sadar dan sengaja dalam batin bahwa seseorang akan menunaikan shalat sunnah Idul Fitri. Sebelumnya shalat dimulai tanpa adzan dan iqamah (karena tidak disunnahkan), melainkan cukup dengan menyeru "ash-shalâtu jâmi‘ah". Keempat, dalam posisi berdiri kembali pada rakaat kedua, takbir lagi sebanyak lima kali seraya mengangkat tangan dan melafalkan “allâhu akbar” seperti sebelumnya. Kelima, setelah salam, jamaah tak disarankan buru-buru pulang, melainkan mendengarkan khutbah Idul Fitri terlebih dahulu hingga rampung.
Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, KH Mukti Ali Qusyairi menuturkan, prosesi Lebaran Idul Adha tidak boleh hanya dipandang sebagai dimensi ritual tahunan semata. Jadi, pelaksanaannya boleh dilakukan secara munfarid (sendiri), yakni tidak berjamaah,” kata Kiai Mukti Ali saat dihubungi NU Online lewat sambungan telepon, Jumat (16/7). Bahkan, kata dia, sebagaimana tertuang dalam kitab Hasyiyah Ibrahim al-Bajuri ala Fathil Qarib bahwa tidak ada kewajiban melakukan shalat Idul Adha secara berjamaah di masjid. “Kalau berkumpul kemudian saling menularkan berarti kan membahayakan orang lain dan itu hukumnya haram,” terang kiai muda lulusan Universitas Al-Azhar Kairo Mesir ini.
Terlepas dari itu semua, perasaan dilematis tentu akan menyelimuti hati umat muslim mengingat sebelumnya terdapat pula aturan peniadaan shalat Idul Fitri di rumah saja. Kemudian dia juga mendapat pahala karena berusaha untuk tidak membahayakan orang lain dan dirinya sendiri,” tutur Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta ini. Secara khusus, Kiai Mukti mengingatkan kembali esensi sebenarnya dari Lebaran adalah memohon ampunan dalam rangka menambah ketaatan kepada Allah SWT.
Shalat Idul Fitri juga boleh dilakukan di tanah terbuka mengingat banyak sekali jamaah yang hadir pada pelaksanaan shalat Idul Fitri. Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits bahwa Rasulullah keluar menuju sebuah tempat shalat yang cukup luas. Keduanya meriwayatkan hadits dari Abu Sa‘id RA. والسنة أن يصلي صلاة العيد في المصلي إذا كان مسجد البلد ضيقا لما روى أن النبي صلي لله عليه وسلم " كان يخرج الي المصلي " ولان الناس يكثرون في صلاة العيد. Artinya, “Sunnah itu pelaksanaan shalat id di mushallah jika masjid desa sempit sebagaimana riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW keluar menuju ke mushalla dan masyarakat banyak (yang hadir) pada shalat id,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz V, halaman 7). Namun, pada situasi kepepet (halatud dharurah) seperti saat pencegahan Covid-19, pelaksanaan shalat Idul Fitri dapat dialihkan dari masjid, mushalla, atau lapangan terbuka ke rumah yang hanya melibatkan sedikit jamaah (anggota keluarga).
Pada situasi kritis/kepepet inilah kita menemui uzur yang melahirkan keringanan (rukhshah) karena kita memang tidak memiliki pilihan selain keharusan untuk menjaga jarak dari kerumunan/pembatasan sosial (social distancing). Artinya, “Uzur-uzur itu adalah hujan, tanah belok/berlumpur, situasi mencekam (khauf), cuaca dingin, dan uzur lainnya,” (Lihat Imam An-Nawawi, 2010 M: V/8).
Uzur pembatasan sosial (social distancing) dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 yang terjadi di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia dapat ditarik ke dalam cakupan “uzur lainnya” pada keterangan Imam An-Nawawi. Dari sini kemudian kita dapat memahami putusan keagamaan sejumlah lembaga, institusi, dan ormas keagamaan yang menganjurkan masyarakat untuk melaksanakan (shalat tarawih dan) shalat Idul Fitri di rumah dengan jumlah jamaah yang terbatas.
Ada juga yang melaksanakan shalat ‘id sendirian di rumah tanpa pembacaan khutbah. Bagi perempuan yang sudah lanjut usia kasus sebagaimana di atas hukumnya sunnah.
Status hukum serupa juga berlaku bagi perempuan yang sekiranya keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tidak menimbulkan “fitnah”. )و) يسن ( خروج العجوز ) لصلاة العيد والجماعات ( بذلة ) أي في ثياب مهنتها وشغلها ( بلا طيب ) ويتنظفن بالماء ويكره بالطيب والزينة كما يكره الحضور لذوات الهيئات ولو عجائز وللشابات وإن كن مبتذلات بل يصلين في بيوتهن ولا بأس بجماعتهن ولا بأن تعظهن واحدة ويندب لمن لا يخرج منهن التزين إظهارا للسرور وإنما يجوز الخروج للحليلية بإذن حليلها. Meski demikian, bagi perempuan yang sudah lanjut usia dan bagi perempuan yang sekiranya keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tidak menimbulkan “fitnah”, makruh mendatangi majelis shalat ‘id dengan mengabaikan persyaratan di atas. Status hukum ini juga berlaku bagi wanita yang kehadirannya dapat mendatangkan “fitnah” meski mematuhi persyaratan di atas.
Nurul Hidayah Desa Rek-Kerrek (MWCNU Palengaan), hari Sabtu (malam Ahad), Tanggal: 01 Dzul Qa’dah 1436 H. / 15 Agustus 2015 M.
Kendati masih dalam suasana pandemi dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, sejumlah amalan disarankan tetap dilakukan. Ibadah sunah tahunan ini mempunyai ciri khas masing-masing, hari raya Idul Fitri misalnya ditengarai dengan saling bermaaf-maafan, berkunjung ke sanak famili dan para kerabat.
Sebagai ibadah tahunan, maka hendaknya dilaksanakan sesempurna mungkin dengan menjalankan semua amalan sunah pada hari tersebut. Pada hakikatnya hal-hal tersebut boleh dilakukan kapan saja, ketika dalam kondisi yang memungkinkan, dan tidak harus menunggu datangnya hari raya.
Sembari menunggu shalat id dilaksanakan bisa bertakbir secara bersama di masjid dengan jamaah yang telah hadir. Sedangkan untuk orang yang telah lanjut usia atau tidak mampu berjalan maka boleh ia menggunakan kendaraan.
Artinya: Rasulullah SAW tidak keluar pada hari raya Idul Fitri sampai beliau makan beberapa kurma yang jumlahnya ganjil.