Hukum Shalat Tasbih Dalam Islam. Para ulama berbeda pendapat terkait hukum sholat sunnah tasbih. REPUBLIKA.CO.ID, — Sholat tasbih merupakan salah satu amalan yang sarat pahala. Hukum sholat tasbih adalah sunnah menurut pendapat jumhur ulama. Namun, ada juga yang berpendapat sholat tasbih tidak sunnah karena hadits yang mendasarinya dianggap tidak sahih bahkan maudhu'. Al Khatib Asy Syarbini mengatakan bahwa pendapat yang menganggap sunnah adalah pendapat yang paling sahih. Mazhab Hanbali mengatakan tidak sunnah tapi boleh dikerjakan karena menganggap haditsnya dhaif dan boleh mengamalkan hadits dhaif dalam fadhilah amal.
Madzhab Syafii berpendapat sholat tasbih hukumnya sunnah. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ III/547-548 mengatakan, “Sholat tasbih hukumnya sunnah karena ada hadits dalam soal ini walaupun ada beberapa pendapat tentang status hadits.”.
Demikianlah anjuran agama Islam yang tidak memaksa untuk melakukan ibadah secara ikhlas. Sholat sunnah tasbih semua riwayat sepakat dengan empat rakaat, jika pada siang hari dengan satu kali salam (langsung niat empat rakaat), sedang di malam hari dua rakaat-dua rakaat dengan dua kali salam (dua kali sholat dengan masing-masing dua rakaat) dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap rakaatnya, jadi keseluruhan bacaan tasbih dalam sholat tasbih empat rakaat tersebut 300 kali tasbih.
Kemudian engkau angkat kepalamu dari ruku’, lalu ucapkan (dzikir) itu sebanyak 10 kali. Dari penjelasan beliau, kami ingin nukilkan beberapa perkataan ulama yang secara umum terbagi menjadi dua pendapat:.
Adapun para ulama yang berpendapat dengan pendapat ke dua, maka mereka itu para Imam yang disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) di dalam kitabnya at-Talkhishul Habir (2/7), mereka adalah: Abu Ja’far al-Uqaili (322 H), Abu Bakr Ibnul ‘Arabi (543 H), Ibnul Jawzi (597 H). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H) berkata di dalam kitabnya Majmu’ al-Fatawa (11/579): “…Hadits shalat tasbih telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan at-Tirmidzi.
Kendatipun demikian, tidak ada seorang pun dari para Imam yang empat berpendapat bolehnya (melakukan shalat tasbih) ini. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa para ulama sangat berselisih pendapat dalam penentuan hukum hadits ini.
Maka barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini dapat dijadikan hujjah (baik shahih maupun hasan dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya mustahab (sunnah) di lakukan, seperti yang tertera dalam hadits tersebut. Dan barangsiapa di antara mereka menganggap hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah (dha’if dengan segala jenisnya), maka ia menghukumi bahwa shalat tasbih hukumnya bid’ah.
Beliau menjawab: “…Dan saya berpendapat untuk Anda wahai penanya, jika Anda memiliki keinginan dan semangat kuat untuk kebaikan dan melakukan ibadah, maka kami anjurkan Anda untuk melakukan shalat-shalat yang jelas-jelas disyariatkan dengan dalil-dalilnya yang sudah shahih, seperti shalat tahajjud di malam hari, witir, menjaga shalat-shalat sunnah rawatib, shalat dhuha, dan memperbanyak shalat-shalat sunnah lainnya; (itu semua) mengingat tidak tegaknya (tidak shahih) shalat tasbih tersebut dari Nabi `. Join Channel Telegram Muslim.or.id Dapatkan update artikel terbaru, nasihat singkat, free ebook, dan bahan untuk poster dakwah.
Para ulama mendasarkan kesunnahan shalat tasbih pada sebuah hadits riwayat Abu Rafi’ di mana Rasulullah memberitahukan kepada paman beliau Abbas tentang tata cara dan berbagai keutamaan melakukan shalat tasbih. Meski dipandang sebagai hadits dlaif (lemah) namun para ulama Syafi’iyah seperti Abu Muhammad Al-Baghawi dan Abul Mahasin Ar-Rayani menetapkan kesunnahan shalat tasbih ini.
Bila dilihat dari sisi keutamaannya para ulama memandang shalat tasbih memiliki keutamaan yang begitu besar sampai Imam As-Subki menyatakan bahwa tidaklah orang yang mendengar tentang keutamaan shalat tasbih namun ia meninggalkannya (tidak melakukannya) kecuali orang itu adalah orang yang merendahkan agama (lihat: Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm , Beirut: Darul Fikr, tt., hal. Hanya saja Imam Nawawi memiliki pendapat yang menyatakan adanya perbedaan dalam teknis pelaksanaan shalat tasbih di siang dan malam hari.
Artinya: “dan (termasuk shalat sunnah) adalah shalat tasbih, yaitu shalat empat rakaat di mana dalam setiap rakaatnya setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar—di dalam kitab Ihyâ ditambahi wa lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh —sebanyak 15 kali, dan pada tiap-tiap ruku’, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan duduk setelah sujud yang kedua masing-masing membaca (kalimat tersebut) sebanyak 10 kali. Maka itu semua berjumlah 75 kali dalam setiap satu rakaat.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhâjul Qawîm , Beirut: Darul Fikr, tt., hal. Dari penjelasan Ibnu Hajar di atas dapat disimpulkan tata cara pelaksanaan shalat tasbih sebagai berikut:.
Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali. Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk i’tidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali.
Menurut Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Juraidi, Salat Tasbih diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW kepada pamannya. Dalam riwayat lain disebutkan,عَنْ أَبِي الْجَوْزَاءِ قَالَ حَدَّثَنِي رَجُل كَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ يَرَوْنَ أَنَّهُ عَنَّهُ عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ائْتِنِي غَدًا اَحءبُوكَ وَأُثِـيْبُكَ وَأَعْطِيْكَ حَتَّى ظَنَنءتُ أَنَّهُ يُعْطِينِي عَطِيَّة قَالَ إِذَا زَالَ النَّهَارُ فَقثمْ فَصَلّ أَرْبَـعَ رَكَعَاتٍ فَذَكَرَ نَحَوَهُ قَالَ ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَـكَ يَعْنِي مِنْ السَّجْدَةِ الثَّالِيَةِ فَاسْتَوِ جَالِسًا وَلاَ تَقثمْ حَتَّى تُسَبِّحَ عَشْرًا وَتَحْمَدَ عَشْرًا وَتُكَبِّرَ عَشْرًا وَتُهَلِّلَ عَشْرًا ثُمَّ تَصْنَعَ ذَلِكَ فِي الأَرْبَعِ الرَّكَعَاتِ قَالَ فَإِنَّكَ لَوْكُنْتَ أَعُظَمُ أَهْلِ الْـأَرْضِ ذَنْبًا غُفِرَ لَكَ بِذَلِكَ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ أَسْتَطِعْ أَنْ أُصَلِّيَهَا تِلْكَ الـسَّـاعَةَ قَالَ صَلِّهَا مِنْ اللَّيْـلِ وَالنَّهَار"Dari Abul Jauza', dia berkata, 'Telah bercerita kepadaku seorang laki-laki yang termasuk sahabat Nabi.
1386, pada akhir hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,فَلَوْ كَانَتْ ذُنُوْبُكَ مِثْلَ رَمْلِ عَالِجٍ غَفَرَهَا اللهُ لَكَ"Seandainya dosa-dosamu semisal buih lautan atau pasir yang bertumpuk-tumpuk, Allah mengampunimu.". Dalam riwayat ini, Ibnul Mubarak tidak mengingkari shalat tasbih, yang menunjukkan bila beliau membenarkannya (Al-Adzkar, hal.
Dan telah dishahihkan oleh sekelompok ulama, di antaranya al-Hafizh Abu Bakar al-Aajuri, Syaikh kami al-Hafizh Abul Hasan al-Maqdisi, semoga Allah merahmati mereka. Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi al-Atsari berkata mengomentari perkataan Ibnu Qudamah di atas, "Banyak ulama telah menshahihkan isnad hadits shalat tasbih, dan lihatlah (kitab al-Atsar al-Marfu'ah Fil Akhbar al-Maudhu'ah, hal.
Adapun para ulama men-dha'if-kannya atau menyatakan bahwa hadits Salat Tasbih adalah palsu, karena tidak mendapatkan hadis yang kuat sanadnya.
Pada dasarnya tata cara pelaksanaan shalat sunnah tasbih tidak jauh berbeda dengan tata cara pelaksanaan shalat-shalat lainnya, baik syarat maupun rukunnya. Setelah membaca surat Al-Fatihah dan surat lainnya, sebelum ruku’ terlebih dahulu membaca kalimat subhânallâh wal hamdu lillâh wa lâ ilâha illallâhu wallâhu akbar (selanjutnya kalimat ini disebut tasbih) sebanyak 15 kali.
Pada saat ruku’ sebelum bangun untuk iktidal terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali. Pada saat sujud kedua sebelum bangun membaca tasbih sebanyak 10 kali.
Setelah sujud yang kedua tidak langsung bangun untuk berdiri memulai rakaat yang kedua, namun terlebih dahulu duduk untuk membaca tasbih sebanyak 10 kali. Setelah itu barulah bangun untuk berdiri kembali memulai rakaat yang kedua.
Dengan demikian maka dalam satu rakaat telah terbaca tasbih sebanyak 75 kali. Untuk rakaat yang kedua tata cara pelaksanaan shalat dan jumlah bacaan tasbihnya sama dengan rakaat pertama, hanya saja pada rakaat kedua setelah membaca tasyahud sebelum salam terlebih dahulu membaca tasbih sebanyak 10 kali, baru kemudian membaca salam sebagaimana biasa sebagai penutup sholat.
Sholat ini dapat menjadi salah satu amalan untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar. Perbedaannya hanya pada niat dan bacaan tasbih di dalamnya.
Berdiri menghadap kiblat sambil membaca niat dalam hati untuk melaksanakan sholat tasbih karena Allah semata. I'tidal diikuti dengan bacaan I'tidal lalu membaca tasbih sebanyak 10 kali, kemudian sujud. Sebelum berdiri hendaklah duduk istirahat sambil membaca tasbih sebanyak 10 kali.
Kemudian lakukan rakaat selanjutnya seperti tata cara di atas.
Yuk kita pelajari tentang sholat tasbih secara lebih lanjut, baik itu niat, tata cara, doa, hukum dan manfaat sholat tasbih. Kalau Anda ingin menjalani sholat tasbih, silahkan baca niat berikut ini untuk memulai. Baca Juga: Macam-macam Sholat Sunnah dan Niatnya, Rawatib hingga Witir.
Arti bacaan niat di atas yaitu, “Saya berniat sholat tasbih dua rakaat karena Allah Ta’ala.”. Setelah membaca niat, lanjutkan dengan tata cara sholat tasbih berikut ini:.
Artinya yaitu, “Mahasuci Engkau Ya Allah dengan pujianmu, nama-Mu membawa berkah dan kebaikan-Mu berlimpah, tiada tuhan selain Engkau.” Baca kalimat tasbih 15 kali. Kalimat tasbih yang dibaca yaitu, “Subhaanallah wal hamdulillaah wa laa ilaaha illaallaahu wallaahu akbar.”. Arti bacaan di atas yaitu, “Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tiada tuhan selain Allah, dan Allah Mahabesar.” Baca surat AL-Fatihah Lanjutkan surat pendek Lanjutkan kalimat tasbih sebanyak 10 kali Rukuk Membaca kalimat tasbih sebanyak 10 kali Iktidal Membaca kalimat tasbih sebanyak 10 kali Sujud Membaca kalimat tasbih sebanyak 10 kali Duduk di antara dua sujud Lanjutkan membaca kalimat tasbih sebanyak 10 kali Sujud Kalimat tasbih sebanyak 10 kali. Baca Juga: Niat dan Tata Cara Sholat Dhuha Lengkap dengan Doanya.