Hukum Shalat Jumat Tidak Mendengarkan Khutbah. قال: ( وينبغي) أي يستحب للقوم السامعين وغيرهم ( أن يقبلوا عليه ) بوجوههم ؛ لأنه الأدب ولما فيه من توجههم القبلة ( و ) أن ( ينصتوا ويستمعوا ) قال تعالى { وإذا قرئ القرآن فاستمعوا له وأنصتوا } ذكر كثير من المفسرين أنه ورد في الخطبة وسميت قرآنا لاشتمالها عليه. Agama melarang segala bentuk aktivitas yang melalaikan diri untuk berangkat Jumatan sejak muadzin mengumandangkan azan kedua (saat khatib duduk di atas mimbar). “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS.
Dianalogikan dengan keharaman jual beli dalam ayat di atas, segala bentuk aktivitas yang dapat melalaikan diri untuk berangkat jumatan. Lantas bagaimana bila ia menduga masih dapat menemui Jumat, meski terlambat datang?, misalkan karena rumahnya berdekatan dengan masjid. (قوله : وكلامهم الى الأول أقرب) خلافا لحج ويلحق به أي المسجد كما هو ظاهر كل محل يعلم وهو فيه وقت الشروع فيها ويتيسر له لحوقها.
قول المتن : ( التشاغل بالبيع وغيره ) هذا يفيدك أن الشخص إذا قرب منزله جدا من الجامع ويعلم الإدراك لو توجه في أثناء الخطبة يحرم عليه أن يمكث في بيته لشغل مع عياله أو غيرهم بل يجب عليه المبادرة إلى الجامع عملا بقوله تعالى : { إذا نودي للصلاة } إلخ وهو أمر مهم فتفطن له. “Redaksi kitab matan, sibuk dengan jual beli dan lainnya, ini memberi petunjuk kepada anda bahwa seseorang yang rumahnya sangat dekat dengan masjid jamik dan ia meyakini dapat menemui Jumat bila ia menyusul di pertengahan khutbah, haram baginya menetap di rumah karena kesibukannya bersama keluarga atau lainnya, bahkan wajib baginya untuk bergegas menuju masjid jamik, karena mengamalkan firman Allah ﷻ, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat dan seterusnya.
Redaksi bahtsul masailyang dirahmati Allah, saya ingin bertanya. Saya pernah mendengar bahwa khutbah Jumat merupakan pengganti 2 rakaat shalat zuhur.
(Hamba Allah)Saudara penanya yang budiman, semoga Allah SWT menambahkan pemahaman yang baik kepada saudara dan kita semua. Masalah yang saudara tanyakan ini pada pokoknya berawal dari masalah kedudukan shalat Jumat itu sendiri, apakah merupakan shalat zuhur yang diqashar (diringkas) menjadi dua rakaat, atau merupakan shalat tersendiri (mandiri).Mengenai kedudukan shalat Jumat ini terdapat dua pendapat (qaul) atau dua wajah.
Pendapat pertama () menyatakan bahwa shalat Jumat adalah zuhur yang diqashar. Oleh karena itu, berdasarkan pendapat ini, muncul pendapat bahwa jika waktu shalat Jumat sudah habis, sedangkan khutbah masih berlangsung, sementara tentu shalat Jumatnya belum dilaksanakan, maka wajib melaksanakan shalat zuhur (shalat sebanyak empat rakaat).Pendapat kedua (), yang merupakan pendapat mu’tamad (dijadikan pegangan dalam hukum) menyatakan bahwa dua khutbah Jumat tidaklah menempati posisi dua rakaat shalat zuhur. Pendapat ini misalnya dikemukakan Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami:Artiny, “Qaul jadid menegaskan bahwa shalat Jumat bukan shalat zuhur yang diringkas, tetapi merupakan shalat yang mandiri,” (Lihat, [Tanpa keterangan kota, Mathba’ah Mushthafa Muhammad: tanpa catatan tahun], juz II, halaman 404-405).Berdasarkan posisi shalat Jumat tersebut, masalah mengenai keabsahan shalat Jumat orang yang tidak mendengarkan, tidak mengikuti khutbah Jumat pada dasarnya ditentukan oleh keabsahan khutbah Jumat itu sendiri serta shalat Jumat yang diikutinya, tidak serta-merta ditentukan oleh dirinya mengikuti khutbah Jumat atau tidak.Orang yang tertinggal mengikuti khutbah Jumat tetapi melaksanakan shalat Jumat, sementara syarat keabsahan Shalat Jumat terpenuhi, maka shalat Jumatnya tetap sah.Oleh karenanya, ketika Khutbah Jumat sudah dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan sahnya, maka orang yang tidak mengikutinya, tidak mendengarkan dan tidak menyimak Khutbah Jumat tersebut, tidaklah berpengaruh terhadap keabsahan Shalat Jumat yang diikutinya.Hal ini berbeda dalam kasus, bila khutbah Jumat dilaksanakan tidak memenuhi syarat dan rukunnya, atau khutbah Jumat tidak dilaksanakan sama sekali, padahal khutbah itu merupakan syarat keabsahan shalat Jumat, maka shalat Jumatnya tidak sah.Penting ditegaskan bahwa shalat Jumat mempunyai kekhususan hukumnya, termasuk mengenai syarat-syarat keabsahannya yang tidak semata-mata ditentukan dengan keabsahan khutbahnya.
Misalnya mengenai syarat adanya empat puluh orang yang mendengarkan khutbah, ditegaskan Imam An-Nawawi:Artinya, “Ketahuilah bahwa empat puluh orang adalah syarat bagi sahnya dua khutbah, karena itulah disyaratkan mereka mendengar khutbah tersebut,” (Lihat An-Nawawi,, [Jedah, Maktabah Al-Irsyad: tanpa catatan tahun], juz IV, halaman 374-375).Kami menyarankan ahli Jumat seperti kaum laki-laki yang berkewajiban Jumat untuk menyegerakan diri dating ke masjid agar dapat mengikuti secara utuh rangkaian ibadah Jumat mulai dari khutbah hingga shalat Jumat selesai. Semoga keterangan ini bisa dipahami dengan baik.
Kami terbuka menerima masukan dari pembaca yang budiman.
Lantas bagaimana dengan hukum main handphone (HP) saat khutbah Jumat berlangsung? Ustaz Muhammad Saiyid Mahadhir dari Rumah Fiqih Indonesia mengatakan, ulama berbeda pendapat tentang hukum mendengarkan khutbah Jumat. Pendapat pertama, Imam Hanafi, Maliki, Hambali dan Auza’I mengatakan bahwa wajib hukumnya mendegarkan khutbah Jumat. Jika bertasbih saja mereka menganggap hal ini tidak boleh dilakukan ketika khutbah, apa lagi untuk perkara HP. إذا قلت لصاحبك يوم الجمعة أنصت والإمام يخطب فقد لغوت. Diriwayatkan juga oleh Muslim, Ahmad, Malik, Abu Dawud dan an-Nasai dengan redaksi masing-masing).
Karena perkataan sia-sia semestinya tidak keluar dari mulut seorang muslim, apa lagi saat ibadah Jumat seperti ini. Imam Syafi’i berpendapat mendengarkan khutbah itu hukumnya sunnah, bukan wajib.
Mendengarkan khutbah Jumat di luar masjid hukumnya adalah boleh dan sah. Selama jaraknya tidak melebihi dari tiga ratus dzira’ atau sekitar 144 meter dari masjid, maka mendengarkan khutbah Jumat dan shalat Jumat di luar masjid hukumnya boleh dan sah.
وسئل رضي الله عنه عمن كان بالخلاء ونحوه وهو يسمع الخطيب خارجا عن المسجد هل يعد من الاربعين ام لا؟. Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya mengenai orang yang ada di lapangan dan sebagainya dan dia mendengar khatib di luar masjid, apakah dia dihitung bagian dari empat puluh orang atau tidak?
Dan keberadaan orang di lapangan tersebut dalam kondisi yang bertentangan dengan shalat tidak mempengaruhi dampak apapun.
Pertanyaan ini langsung dijawab penasihat Mufti Agung Mesir, Dr Majdy Asyur. Sementara menurut Mazhab Syafii dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya bahwa ini adalah sunat. Namun jika dia tertidur saat duduk kemudian posisinya masih dalam keadaan yang sama, maka wudhunya tidak batal. Dan seseorang harus kembali berwudhu jika dia terlelap hingga mengubah posisi duduknya. Singkatnya, lewat fatwanya, melalui halaman Facebook resminya, Asyur menegaskan, bahwa seorang Muslim seharusnya tidak dengan sengaja tidur selama khutbah Jumat. Jika dia kalah dan tertidur, tidak ada dosa baginya untuk itu.
Tetapi dia harus memperhatikan saat sholat apakah perlu berwudhu lagi atau tidak.
Berikut penjelasannya seperti dikutip Wartakotalive.com dari nu.or.id, Jumat (4/6/2021). Namun, dalam kenyataannya masih ditemukan jamaah yang sengaja terlambat bahkan tidak ikut mendengarkannya.
Baca juga: Niat Salat Jumat, Lengkap dengan Sunnah-sunnah dan Syarat Sah. Baca juga: Jangan Lupa sebelum Salat Jumat Disunahkan Mandi, Berikut Ini Niat dan Cara Pelaksanaannya. Dalam pandangan fiqih, bagaimana hukum sengaja terlambat atau tidak ikut mendengarkan khutbah? Anjuran mendengarkan khutbah dirumuskan berdasarkan firman Allah ﷻ: وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ. “Dan apabila dibacakan Al Quran (khutbah), maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Menurut mayoritas mufassirin, kata “al-Quran” dalam ayat tersebut ditafsiri dengan khutbah.
Atas dasar ayat tersebut, ulama menyimpulkan kesunahan bagi jamaah untuk mendengarkan dan memperhatikan khutbah secara seksama.