Hukum Shalat Jumat Jika Hujan. Turunnya air dari langit merupakan rahmat yang harus disyukuri kehadirannya disertai doa agar hujan memberikan manfaat, bukan musibah. Sebab terkadang volume air hujan yang deras mengakibatkan banjir dan menimbulkan permasalahan tersendiri.

Misalkan kejadian yang menimpa pada orang yang istiqamah berjamaah di masjid, tentu menimbulkan persoalan; bolehkah meninggalkan shalat berjama’ah di masjid karena hujan deras? Artinya : Apabila engkau telah melafadzkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah maka jangan mengatakan hayya alas shalah akan tetapi katakan shollu fii buyutikum (shalatlah di tempat tinggal masing-masing) akan tetapi lalu banyak orang yang mengingkarinya, maka Ibnu Abbas berkata : Hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku, yakni Rasulullah.

Sesungguhnya shalat Jum’at itu adalah kewajiban dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar ke masjid lalu kalian berjalan di atas tanah yang penuh dengan air lumpur. Hadits ini menunjukkan arti bahwa boleh meninggalkan shalat berjamaah di masjid ketika terjadi uzur berupa hujan deras, bahkan saat kondisi jalan menuju masjid berlumpur atau becek, sampai sangat merepotkan, maka tidak dianjurkan. Namun jika kondisi hujan reda dan jalan sudah tidak becek, maka otomatis uzur telah gugur. Dari hadits ini pula penegasan tingkat kemuliaan orang yang suka berjamaah terpaut hingga 27 derajat. Walhasil, bagi siapapun yang memiliki kesempatan untuk berjamaah di masjid sebaiknya meningkatkan semangatnya, sebelum muncul banyak rintangan.

Hukum Meninggalkan Salat Jumat karena Hujan Deras, Begini

Hukum Shalat Jumat Jika Hujan. Hukum Meninggalkan Salat Jumat karena Hujan Deras, Begini

Oleh sebab itu, ada beberapa rukhsah (keringanan) yang diberikan ketika umat muslim menghadapi berbagai macam kesulitan. Salah satu keringanan itu adalah ketika hujan deras datang menjelang salat Jumat yang menyebabkan kaum muslimin kesulitan untuk berangkat ke masjid.

Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Ibnu Abbas ra berkata kepada muazinnya di hari ketika hujan turun sangat lebat. Terkait dengan riwayat di atas, Imam Nawawi berpendapat dalam Syarah Muslim, bahwa hadis tersebut menjadi dalil gugurnya kewajiban salat Jumat karena halangan hujan sangat deras dan lainnya. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Kasyf Al-Qana’ (1/495), "Dan diberi uzur meninggalkan salat Jumat dan jemaah atau terganggu karena hujan, lumpur, salju, hujan es, atau angin dingin pada malam yang gelap gulita.". Ibnu Umar ra berkata, “Adalah Rasulullaah saw yang memanggil tukang azan (muazin) beliau pada malam yang dingin atau hujan lebat ketika safar, "Shallu fii rihalikum" (salatlah di tempat kalian masing-masing!).".

Sementara itu Ibnu Majah meriwayatkan dengan sanad yang sahih dan tidak mengatakan dalam safar. Selanjutnya,kejadian alam seperti salju, es dan kondisi yang sangat dingin termasuk suatu keringanan pula.

Dengan demikian, ketika hujan turun sangat lebat dan menyulitkan kaum muslimin untuk ke masjid, maka boleh tidak mengikuti salat Jumat karena itu termasuk suatu uzur.

Hukum Batalkan Shalat Jumat karena Kehujanan

Musim kemarau telah lewat, pertanda sebagian besar bumi di Nusantara bakal sering diguyur hujan. Pada dasarnya, memutus ibadah wajib tanpa ada uzur, termasuk shalat Jumat hukumnya haram. ومنها (قطع الفرض) أداء كان أوقضاء ولو موسعا وصلاة كان أو غيرها كحج وصوم واعتكاف بأن يفعل ما ينافيه لأنه يجب إتمامه بالشروع فيه لقوله تعالى ولا تبطلوا أعمالكم ومن المنافي أن ينوي قطع الصلاة التي هو فيها ولو إلى صلاة مثلها.

ـ (وخامسها استقبال ) عين ( القبلة ) أي الكعبة بالصدر فلا يكفي استقبال جهتها خلافا لأبي حنيفة رحمه الله تعالى ( إلا في ) حق العاجز عنه وفي صلاة ( شدة خوف ) ولو فرضا فيصلي كيف أمكنه ماشيا وراكبا مستقبلا أو مستدبرا كهارب من حريق وسيل وسبع وحية ومن دائن عند إعسار وخوف حبس. Kecuali bagi orang yang tidak mampu menghadap kiblat dan dalam shalat syiddah al-khauf , meski shalat fardlu, maka cukup shalat dengan kondisi semampunya, berjalan dan menaiki kendaraan, menghadap atau membelakangi kiblat, seperti orang yang lari dari kebakaran, kebanjiran, binatang buas, ular, orang yang memiliki hak piutang ketika tidak mampu membayar dan khawatir dipenjara”.

ـ (قوله: وفي صلاة شدة خوف) أي في قتال مباح، كقتال المسلمين للكفار، وقتال أهل العدل للبغاة، وما ألحق به، كهرب من حريق وسيل وسبع وحية. أقول ويؤخذ من قولهم المذكور أيضا أنه لو جاء نحو المطر في الصلاة على نحو كتابه جازت له صلاة شدة الخوف إذا خاف ضياعه حتى على مرضى الشارح فيمن أخذ ماله الخ لأنه خائف هنا كما مر. Sebagian ulama membolehkan memutus halat karena hilangnya kekhusyukan, dan pendapat ini perlu dikaji ulang.

Musim Hujan Telah Tiba (Bag. 2)

Hukum Shalat Jumat Jika Hujan. Musim Hujan Telah Tiba (Bag. 2)

Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas mengatakan, “Orang yang lebih baik dariku telah melakukan hal ini yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. An Nawawi -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Dari hadits di atas terdapat dalil tentang keringanan untuk tidak melakukan shalat jama’ah ketika turun hujan sebagaimana udzur (halangan) yang lainnya.

Di antara sahabat kami (ulama syafi’iyyah, pen) yang mengatakan bahwa lafadz ini tidak boleh diucapkan kecuali setelah adzan. Dalam khutbah Jum’at pada tanggal 13/7/1412 H, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- mengatakan, “Tidak boleh seorang muslim mengerjakan shalat sebelum waktunya berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Imam Muslim berkata dalam kitab shohihnya (dari Ibnu Abbas, pen), “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama’ shalat Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya di Madinah bukan karena hujan atau bukan dalam keadaan takut.” Lalu ada yang mengatakan (pada Ibnu Abbas, pen), “Apa yang Rasulullah inginkan dari hal ini?” Beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ingin menyulitkan umatnya.” Jika kita betul-betul memperhatikan hadits ini akan jelas bahwa apabila hanya sekedar hujan, bukan merupakan alasan untuk menjama’ shalat, bahkan ini tidak termasuk udzur (alasan) sampai seseorang mendapatkan kesulitan ketika tidak menjama’. Hukum ini disyaratkan jika shalat dikerjakan di suatu tempat yang seandainya orang itu berangkat ke sana akan kehujanan sehingga pakaiannya menjadi basah. Syaikh Al Utsaimin rahimahullah juga pernah ditanyakan, “Apabila langit mendung namun hujan belum turun, jalan-jalan juga tidak berlumpur, akan tetapi hujan diharapkan (diperkirakan) terjadi, bolehkah menjama’ shalat?” Syaikh rahimahullah menjawab, “Tidak boleh menjama’ dalam kondisi seperti ini karena sesuatu yang hanya perkiraan adalah sesuatu yang belum pasti terjadi.

Tidak Berangkat Shalat Jumat Gara-Gara Hujan, Kok Bisa?

Tidak hanya itu, Imam Jalaluddin As-Suyuthi menulis sebuah karya yang secara khusus membahas tentang keistimewaan hari jumat, Khushushiyat Yaum al-Jum’ah. Semua ulama sepakat bahwa shalat jumat adalah fardu ain terhadap setiap laki-laki merdeka, cakap hukum (mukallaf), bermukim, dan tidak sedang berhalangan (uzur) yang dibenarkan secara syar’i.

Namun, menurut Abu Hanifah orang buta tetap tidak wajib menghadiri shalat jumat, meskipun ada yang bersedia menuntunnya menjadi penunjuk jalan. Pada prinsipnya hal yang dapat menggugurkan kewajiban shalat jumat adalah kondisi sakit berdasarkan hadis riwayat Abu Daud berikut ini:. Artinya: “Shalat jum’at itu wajib bagi setiap muslim dengan berjama’ah, kecuali empat (golongan), yaitu; hamba sahaya, wanita, anak-anak dan orang yang sakit”. Selanjutnya, bagi orang yang masih berkemungkinan dan dapat diharapkan uzur akan hilang, sunah mengakhirkan pelaksanaan shalat Dhuhur hingga salat jumat rampung.

Shalat Berjamaah di Masjid Saat Hujan

Hukum Shalat Jumat Jika Hujan. Shalat Berjamaah di Masjid Saat Hujan

Pertanyaan: Apakah uzur tidak shalat berjamaah di masjid karena hujan itu gugur dengan adanya payung dan mantel? Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma bahwasanya beliau meminta kepada muazin pada hari Jumat untuk mengumandangkan,. Kemudian beliau mengatakan, “Sungguh, seperti ini sudah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Akan tetapi, aku tidak ingin mengeluarkan kalian berjalan di tanah yang berlumpur dan licin.” (HR. Bentuk ketergangguan karena hujan di antaranya baju menjadi basah, dinginnya cuaca, atau yang semisal dengannya.

Sedikit kesulitan yang dia alami sesungguhnya menjadi pahala baginya.” (asy-Syarhul Mumti’, 4/317—318). Dari keterangan di atas, bisa kita pahami bahwa jika payung dan mantel bisa mengatasi masyaqqah atau kesulitan, berarti tetap wajib hadir shalat berjamaah.

Meski demikian, jika tidak terlalu menyulitkan, sebaiknya tetap hadir dengan menggunakan payung, mantel, atau yang semisalnya. Sebab, keutamaan shalat berjamaah sangat besar sebagaimana diketahui bersama. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi taufik-Nya bagi kita semua.

Related Posts

Leave a reply