Hukum Melaksanakan Shalat Fardhu Secara Jamak Karena Bepergian Jauh Adalah. ang dan berusia 3 tahun 3) Kambing pak Seni : Betina, tidak buta dan berusia 1 tahun 4) Lembu pak Narto: betina, tidak cacat dan berumur 2 tahun Dari pernyataan di atas hewan yang paling tepat untuk dijadikan kurban adalah.... a. Kerbau pak Isna b. Sapi pak Basri c. Kambing pak Seni d. Lembu pak Narto Quibon berkurban. Perhatikan pernyataan berikut ini!
1) Kerbau pak Isna: Jantan, tidak cacat, sehat dan berumur 1 tahun 2) Sapi pak Basri: Jantan, bersih, tidak pinc … ang dan berusia 3 tahun 3) Kambing pak Seni : Betina, tidak buta dan berusia 1 tahun 4) Lembu pak Narto: betina, tidak cacat dan berumur 2 tahun Dari pernyataan di atas hewan yang paling tepat untuk dijadikan kurban adalah.... a. Kerbau pak Isna b. Sapi pak Basri c. Kambing pak Seni d. Lembu pak Narto Quibon berkurban. Perhatikan pernyataan berikut ini! 1) Kerbau pak Isna: Jantan, tidak cacat, sehat dan berumur 1 tahun 2) Sapi pak Basri: Jantan, bersih, tidak pinc … ang dan berusia 3 tahun 3) Kambing pak Seni : Betina, tidak buta dan berusia 1 tahun 4) Lembu pak Narto: betina, tidak cacat dan berumur 2 tahun Dari pernyataan di atas hewan yang paling tepat untuk dijadikan kurban adalah.... a. Kerbau pak Isna b. Sapi pak Basri c. Kambing pak Seni d. Lembu pak Narto Quibon berkurban. 1. harus jantan 2. tanduknya tidak patah 3. tidak sakit atau cacat 4. tidak dalam keadaan hamil 5. tidak kurus kering … 6. bulunya tidak ada yang rontok Yang merupakan kriteria binatang untuk berkurban adalah .... a.
1. harus jantan 2. tanduknya tidak patah 3. tidak sakit atau cacat 4. tidak dalam keadaan hamil 5. tidak kurus kering … 6. bulunya tidak ada yang rontok Yang merupakan kriteria binatang untuk berkurban adalah .... a.
Di dalam Al-Qur'an disebutkan kata jam'u ketika mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang turun tidak beraturan. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan sakit sebagai salah satu penyebab kita boleh melakukan jamak sholat.
"Nabi mengalami beberapa kali sakit, namun tidak ada riwayat yang sharih bahwa beliau menjamak sholatnya.". Sehingga tidak ada satupun dalil yang dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah menjamak sholat karena sakit. Artinya: "Saya niat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak taqdim karena Allah Ta'ala.".
Hukum melaksanakan salat fardu secara jamak karena bepergian jauh adalah a. Mubah (boleh). Berpergian dengan syarat-syarat yang telah terpenuhi untuk mengqashar shalat.
Jika syarat-syarat yang membolehkan shalat qashar terpenuhi, maka juga diperbolehkan menjama' shalat, baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir. Dalam kondisi hujan yang deras, turunnya salju, dan cuaca sangat dingin juga termasuk syarat diperbolehkannya menjama' dua shalat fardhu.
Tetapi hukum boleh hanya berlaku pada jama' taqdim dan tidak diperbolehkan menjama' ta'khir. Selain itu, hukum boleh juga bagi umat Islam yang melaksanakannya di masjid secara berjamaah, tidak dirumahnya masing-masing.
Pada saat melaksanakan haji di Arafah dan Mudzalifah juga diperbolehkan memilih jama' taqdim maupun jama' ta'khir.
Kondisi diperbolehkannya seseorang menjamak salat subuh seperti dirangkum Muhammad Bagir dalam Fiqih Praktis (2016: 2013-2015) yakni ketika seseorang dalam perjalanan, ketika turun hujan, sakit, hingga keperluan-keperluan mendesak lainnya. Menjamak salat fardu memang diperuntukkan bagi umat muslim yang sedang dalam perjalanan jauh atau karena halangan lain sehingga tidak dapat mengerjakan salatfardu tepat pada waktunya. - Melakukan perjalanan jauh minimal 81 kilometer (sesuai kesepakatan para ulama).
- Sedang dalam keadaan bahaya seperti hujan lebat disertai angin kencang, perang atau bencana lainnya. Sedangkan pada Mazhab Syafi'i pelaksanaan penggabungan salat diperbolehkan bagi para musafir atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh dan saat hujan serta salju dalam kondisi tertentu.
Dalil yang memperkuat diperbolehkannya penggabungan pelaksanaan salat adalah hadits dari Muadz bin Jabal: "Bahwa Rasulullah SAW pada saat perang Tabuk, jika matahari telah condong dan belum berangkat maka menjamak salat antara Zuhur dan Asar.
Apakah jika sudah sampai tujuan hanya mengqashar dan tidak menjamak shalat? Apakah jika lebih dari empat hari, misalnya sebulan dalam perjalanan, maka shalatnya tanpa dijamak ataupun diqashar?
Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi saw tidak pernah meninggalkannya. Banyak sekali hadis Nabi saw yang menjelaskan tentang kebolehan menjamak shalat ketika sedang dalam perjalanan ini.
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Rasulullah saw biasa menjamak shalat Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan. Begitu juga, jika seseorang menetap di suatu tempat untuk melakukan atau mengurus keperluannya, tetapi dia tidak meniatkan dan tidak tahu berapa lama ia akan tinggal di tempat tersebut, jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan sebagian ulama mazhab Syafi’i berpendapat masih dianggap dalam perjalanan. Adapun jika seseorang berniat untuk menetap beberapa waktu di suatu tempat, seperti untuk wisata, tugas kerja, dan belajar, jumhur ulama berpendapat bahwa berakhirlah hukum safarnya dan ia harus melakukan ibadah-ibadahnya sebagaimana ibadah orang yang menetap.
Mazhab Hambali berpendapat, jika ia berniat menetap lebih dari 20 kali shalat fardu (lebih dari empat hari), maka ia mesti menyempurnakan shalatnya dan melaksanakannya pada waktu yang telah ditentukan. Yang berniat menetap empat hari atau lebih di suatu tempat, hilanglah keringanan seorang musafir baginya.