Hukum Bacaan Surat Dalam Shalat Wajib. “saya tidak mengetahui mereka (para sahabat) berbeda pendapat dalam masalah ini” (dinukil dari Sifat Shalat Nabi, 101). “Tidak pernah aku melihat orang yang shalatnya lebih mirip dengan shalat rasulullah shallallahu’alaihi wasallam selain Fulan (ketika itu di Madinah).
Kami mengira-ngira dua rakaat pertama beliau pada shalat zhuhur yaitu sekadar bacaan surat Alif laam miim tanzil (As Sajdah). Dalam riwayat Abu Bakar tidak disebutkan Alif laam miim tanzil, namun ia berkata: “sekitar 30 ayat” (HR. Dalam keadaan safar, tidak perlu mengkhususkan diri dengan surat tertentu, bahkan yang disyariatkan adalah memperingan bacaan.
Telah diisyaratkan bahwa perbuatan ini menyelisihi sunnah oleh imam Asy- Syathibi dalam kitab Al-I’tisham” (Sifat Shalat Nabi, 109-110).
Sedangkan Abu Hurairah, Mujahid, Atha' bin Abi Rabah, dan lainnya mengatakan bahwa surat Al Fatihah diturunkan di Madinah dan tergolong surat Madaniyah, berdasarkan hadits riwayat At-Thabrani. Jumhur ulama mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat bahwa membaca surat Al Fatihah termasuk rukun sholat. Adapun, sholat yang dilakukan tanpa membaca surat Al Fatihah maka dianggap tidak sah.
Hal ini merujuk pada sabda Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit RA yang artinya, "Tidak sah sholat kecuali dengan membaca ummil-quran (surat Al Fatihah)" (HR. Artinya: "Tidak sah sholatnya orang yang tanpa membaca Surat Al-Fatihah.". Muhammad Na'im Muhammad Hani Sa'i dalam buku Mausu'ah Masa 'Il Al-Jumhur Fi Al-Fiqh Al-Islamiy yang diterjemahkan oleh Matsuri Irham dan Asmul Taman menjelaskan, bacaan surat Al Fatihah yang menjadi rukun sholat tersebut tidak dapat digantikan dengan bacaan Al Quran lain. Dalam hal ini, Imam Syafi'i mengatakan, seseorang yang meninggalkan bacaan surat Al Fatihah https://www.detik.com/tag/surat-al-fatihah padahal dia mampu membaca surat tersebut, maka sholatnya menjadi tidak sah. Akan tetapi, jika orang tidak membaca ayat lain selain surat Al Fatihah maka hukumnya makruh. "Hukum meninggalkan bacaan surat Al Fatihah baik sengaja maupun tidak adalah sama; yaitu bahwa suatu rakaat sholat tidak sah tanpa bacaan surat Al Fatihah atau dengan sesuatu (ayat Al Quran) yang menyertainya.
Merujuk pada pendapat di atas, membaca surat Al Fatihah dalam sholat hukumnya adalah wajib.
Terima kasih atas pertanyaannya, semoga saudara penanya senantiasa diberikan keberkahan dalam menjalani hidup. Terkait pertanyaan kedua, yakni tentang membaca surat atau ayat Al-Qur’an pada rakaat ketiga dan keempat, kita bisa merujuk kitab Fath al-Mu’in. Hal ini sebagai ganti atas rakaat pertama dan kedua yang tidak sempat untuk membaca surat atau ayat Al-Qur’an usai al-Fatihah.
Berbeda ketika makmum masbuq di atas masih mungkin untuk membaca surat atau ayat Al-Qur’an pada rakaat pertama dan kedua, maka dalam keadaan demikian ia tidak disunnahkan untuk membaca surat atau ayat Al-Qur’an pada rakaat ketiga dan keempat. Sebab ia dianggap teledor karena telah meninggalkan bacaan surat atau ayat Al-Qur’an pada dua rakaat pertamanya.
Sebagian orang, ada yang membaca satu surah dengan sempurna. Ada sebagian hanya membaca tiga atau lima ayat saja dari sebuah surah.
Bahkan kadang ada yang membaca satu ayat saja dari sebuah surah Al-Quran. Membaca satu ayat saja dari sebuah surah Al-Quran dalam shalat hukumnya boleh.
Misalnya, membaca Alif Lam Mim dari ayat pertama surah Al-Baqarah. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in berikut;. Membaca ayat Al-Quran setelah Al-Fatihah disunnahkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian.
Juga disunnahkan bagi makmum yang tidak mendengar bacaan imam. Yang paling utama adalah membaca hingga tiga ayat atau lebih.
Manakah yang benar, bacaan basmalah dalam surat al-Fatihah ketika mengerjakan shalat dibaca jahr atau sirr? Kedua pertanyaan dari dua orang penanya di atas akan kami jawab sekaligus dalam satu rangkaian jawaban. Tetapi ada baiknya pada kesempatan kali ini kami jelaskan kembali secara singkat jawaban tentang persoalan tersebut. Sebab dalam riwayat lainnya, yang diriwayatkan oleh Ahmad, an-Nasa’i, dan Ibnu Khuzaimah, juga dari Anas, menyatakan: لاَ يَجْهَرُونَ بِسْمِ اللهِ الَّحْمَنِ الرَّحِيمِ. Hadits kedua, yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dari Nu’aim al-Mujammir, menyatakan bahwa ketika ia shalat di belakang Abu Hurairah (makmum), beliau membaca ‘Bismillahir-Rahmanir-Rahim’. Perlu diketahui bahwa Abu Hurairah adalah sahabat yang dekat sekali kepada Nabi saw, dan tidak diragukan kejujuran, kepercayaan, ingatan serta kecerdasannya.
Dari hadits tersebut dapat diambil pengertian (mafhum), bahwa Nabi saw, Abu Bakar, Umar dan Utsman membaca basmalah dengan sirri. Hadits keempat, yang ditakhrijkan oleh ad-Daruquthni dari Abu Hurairah, menyatakan bahwa Nabi saw pernah memerintahkan kepada para sahabat untuk membaca basmalah apabila membaca al-Fatihah, sebab basmalah adalah salah satu ayat dari surat al-Fatihah, dan menurut ad-Daruquthni hadits tersebut adalah shahih. Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Salah satu dari beberapa hal yang diwajibkan dalam shalat yang sekaligus menjadi rukun shalat adalah membaca Surat al-Fatihah, dalam hal ini Rasulullah ﷺ bersabda:. “Tiada Shalat bagi orang yang tidak membaca surat pembukanya Al-Qur’an (Al-Fatihah).” (HR. لو جهر في موضع الإسرار أو عكس لم تبطل صلاته ولا سجود سهو فيه ولكنه ارتكب مكروها. “Jika seseorang mengeraskan bacaan di tempat yang mestinya dibaca pelan, atau sebaliknya, maka shalatnya tidak batal dan ia tidak perlu sujud sahwi akan tetapi ia telah melakukan kemakruhan.” (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab , juz 3, hal.
فالسنة الجهر في ركعتي الصبح والمغرب والعشاء وفى صلاة الجمعة والاسرار في الظهر والعصر وثالثة المغرب والثالة والرابعة من العشاء وهذا كله باجماع المسلمين مع الاحاديث الصحيحة المتظاهرة علي ذلك هذا حكم الامام وأما المنفرد فيسن له الجهر عندنا وعند الجمهور. Adapun bagi orang yang melaksanakan shalat sendirian, tetap disunnahkan baginya mengeraskan bacaan menurut mazhab kita (Syafi’i) dan mayoritas ulama dalam mazhab lain” (Syekh Abu Zakaria Yahya an-Nawawi, al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab , juz 3, hal.
Meski tetap disunnahkan membaca keras, namun bijaknya dalam melaksanakan hal ini (membaca keras saat shalat sendirian) tetap menyesuaikan tempat dan situasi, sekiranya ia tidak dianggap sebagai orang yang menyalahi kebiasaan yang terlaku di tempat tersebut. Dengan begitu ia selain melakukan kesunnahan dalam bacaannya, ia juga telah melakukan sebuah perilaku yang baik ( husnul khuluq ), yaitu muwâfaqatunnas mâ lam yukhâlif as-syar’a (beradaptasi dengan masyarakat selama tidak pada hal yang menyalahi syara’).