Cara Qadha Shalat Yang Sengaja Ditinggalkan. REPUBLIKA.CO.ID, Sebelum menjawab pertanyaan di atas, satu hal yang harus ditegaskan bahwa, shalat adalah tiang agama dan barangsiapa yang mendirikan shalat berarti menegakkan agama tetapi kalau meninggalkan shalat berarti meruntuhkan sendi-sendi agama. Alasan mereka, shalat itu kewajiban kepada Allah dan kewajiban itu sama dengan utang sedangkan utang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar.
Juga diqiyaskan kepada orang yang tidak shalat karena lupa dan tertidur, kalau karena lupa dan tertidur saja wajib diqadha apa lagi kalau sengaja tentu lebih wajib untuk diqadha. Mengutip pendapat Syekh Wahbah Az Zuhaili, Kiai Abdurrahman menjelaskan, orang yang lupa atau tertidur saja masih punya kewajiban untuk mengganti shalat yang tertinggal apa lagi ada unsur kesengajaan tentu itu lebih wajib. Masih dalam buku yang sama, Kiai Abdurrahman menjabarkan cara mengganti shalat yang tertinggal sama dengan shalat pada waktunya baik syarat dan rukunnya, yang berbeda hanya ‘niatnya’ ketika takbiratul ihram. Dan shalat yang ditinggalkan tidak harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang sama.
Namun apa yang dilakukan seorang Muslim jika ia meninggalkan salat lima waktu hingga keluar dari waktunya? • Marbot Masjid Menangis Ceritakan Mimpi Salat 5 Waktu di Mekkah, Tak Disangka Bisa Terwujud. Nah itu wajib hukumnya," kata Ustadz Abdul Somad sembari membacakan pertanyaan dari jamaah.
• Ustadz Abdul Somad Ungkap Kisah Buya Hamka Dipenjara dan Disiksa Tetap Mau Menyolatkan Pelakunya. Untuk niat qadha salat (subuh) : USHOLLII FARDHOSH SHUBHI ROK'ATAINI QODHOAN MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA'AALA.
Sama juga dengan zuhur, ashar, magrib dan isya tinggal diganti saja waktunya. Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqadha salat yang terlewat.
Para ulama berselisih panjang mengenai orang yang meninggalkan salat dengan sengaja apakah keluar dari Islam ataukah tidak? Dan para ulama juga berselisih pendapat apakah salatnya wajib diqadha ataukah tidak. “adapun orang yang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa mengqadhanya sama sekali. “bukti benarnya pendapat kami adalah firman Allah Ta’ala: ‘celakalah orang yang shalat. Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan. Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat.
Dan setiap yang diwajibkan dalam syariat tidak boleh disandarkan kepada selain Allah melalui perantara lisan Rasulnya” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah). karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib. Dalam hadits di atas juga Nabi mengatakan فليصلها dhamir ها mengacu pada kata صلاة sebelumnya.
Dan tidak ada lafal niat khusus yang perlu diucapkan dalam mengqadha shalat. Andaikan niat mengqadha shalat perlu dilafalkan, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah mengajarkannya kepada kita.
Terima kasih banyak atas ilmu yang diberikan asaatid rumahfiqih.com, dan InsyaAllah saya adalah santri dari “pesantren” rumah fiqih ini. Mohon pencerahannya ustad, karena hal ini adalah kegalauan yang belum saya temukan jawabannya secara memuaskan.
jazaakumullah khairan.Ustad, Saya ada beberapa pertanyaan tentang mengqodho’ sholat, mohon perkenan ustad untuk menjawabnya :Mohon pencerahannya ustad, karena hal ini adalah kegalauan yang belum saya temukan jawabannya secara memuaskan. Sebagian kaum lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sekiranya anda mau istirahat sebentar bersama kami?” Beliau menjawab: “Aku khawatir kalian tertidur sehingga terlewatkan shalat.” Bilal berkata, “Aku akan membangunkan kalian.” Maka mereka pun berbaring, sedangkan Bilal bersandar pada hewan tunggangannya. Ketika Nabi SAW terbangun ternyata matahari sudah terbit, maka beliau pun bersabda: “Wahai Bilal, mana bukti yang kau ucapkan!” Bilal menjawab: “Aku belum pernah sekalipun merasakan kantuk seperti ini sebelumnya.” Beliau lalu bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla memegang ruh-ruh kalian sesuai kehendak-Nya dan mengembalikannya kepada kalian sekehendak-Nya pula. Sebab dasar-dasar kewajibannya sangat jelas dan nyata, tidak ada satu pun orang Islam yang bisa menolak kewajiban qadha' shalat. Al-Marghinani (w. 593 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hidayah fi Syarhi Bidayati Al-Mubtadi sebagai berikut :. Ibnu Najim (w. 970 H) salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan dalam kitabnya Al-Bahru Ar-Raiq Syarah Kanzu Ad-Daqaiq sebagai berikut :.
Bahwa tiap shalat yang terlewat dari waktunya setelah pasti kewajibannya, maka wajib untuk diqadha', baik meninggalkannya dengan sengaja, terlupa atau tertidur. Ibnu Abdil Barr (w. 463 H) salah satu diantara ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya, Al-Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah sebagai berikut :. ومن نسي صلاة مكتوبة أو نام عنها فليصلها إذا ذكرها فذلك وقتها.
Al-Qarafi (w. 684 H) salah satu tokoh ulama besar dalam mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalamnya kitabnya Adz-Dzakhirah sebagai berikut :. Ibnu Juzai Al-Kalbi (w. 741) salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah sebagai berikut :. Qadha' adalah mengerjakan shalat setelah lewat waktunya dan hukumnya wajib, baik bagi orang yang tertidur, terlupa atau sengaja.
Orang yang wajib mengerjakan shalat namun belum mengerjakannya hingga terlewat waktunya, maka wajiblah atasnya untuk mengqadha'nya. إذا كثرت الفوائت عليه يتشاغل بالقضاء ما لم يلحقه مشقة في بدنه أو ماله.
Bila shalat yang ditinggalkan terlalu banyak maka wajib menyibukkan diri untuk menqadha'nya, selama tidak menjadi masyaqqah pada tubuh atau hartanya. Orang yang terlewat dari mengerjakan shalat maka wajib atasnya untuk mengqadha' saat itu juga. Ibnu Taimiyah (w. 728 H) salah satu tokoh besar dalam mazhab Al-Hanabilah menegaskan bahwa mengqadha' shalat itu wajib hukumnya, meskipun jumlahnya banyak. Bila shalat yang terlewat itu banyak jumlahnya maka wajib atasnya untuk mengqadha'nya, selaam tidak memberatkannya baik bagi dirinya, keluarganya atau hartanya. وأما الصلوات الخمس فقد ثبت بالنص والإجماع أن المعذور بالنوم والنسيان وغلبة العقل يصليها إذا زال عذره. Seluruh ulama sepakat bahwa apapun latar belakang yang mendasari seseorang meninggalkan shalat fardhu, baik karena sengaja atau karena ada udzur yang syar'i, tetapi kewajiban untuk menggantinya tetap berlaku.
Umumnya para ulama sepakat bahwa menggaqadha' shalat itu wajib segera dikerjakan, begitu seseorang telah terlepas dari udzur yang menghambatnya. Dan hal ini juga berlaku buat orang yang secara sengaja meninggalkan shalat fardhu tanpa udzur.
Namun khusus dalam pandangan mazhab Asy-syafi'iyah, bila seseorang punya udzur yang amat syar'i ketika meninggalkan shalat, dibolehkan untuk menunda qadha'nya dan tidak harus segera dilaksanakan saat itu juga. Tetapi bila sebab terlewatnya tidak diterima secara syar'i, seperti karena lalai, malas, dan menunda-nunda waktu, maka diutamakan shalat qadha' untuk segera dilaksanakan secepatnya. Ibnu Hazm Menyendiri Tentang Tidak Ada Qadha' Kalau Sengaja Meninggalkan Shalat.
وأما من تعمد ترك الصلاة حتى خرج وقتها فهذا لا يقدر على قضائها أبدا فليكثر من فعل الخير وصلاة التطوع ليثقل ميزانه يوم القيامة وليتب وليستغفر الله عز وجل. Orang yang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya, maka tidak dihitung qadha'nya selamanya.
Oleh karena itulah maka umumnya para ulama sepakat bahwa mau banyak atau sedikit shalat yang ditinggalkan, tetap saja wajib untuk dikerjakan. Bahkan Ibnu Qudamah dari mazhab Al-Hanabilah menyebutkan tentang kewajiban menyibukkan diri dalam rangka mengqadha' shalat yang terlalu banyak ditinggalkan. إذا كثرت الفوائت عليه يتشاغل بالقضاء ما لم يلحقه مشقة في بدنه أو ماله. Bila shalat yang ditinggalkan terlalu banyak maka wajib menyibukkan diri untuk menqadha'nya, selama tidak menjadi masyaqqah pada tubuh atau hartanya.
Bahkan Ibnu Taimiyah sekalipun juga tetap mewajibkan qadha' shalat meski sudah terlalu banyak. Bila shalat yang terlewat itu banyak jumlahnya maka wajib atasnya untuk mengqadha'nya, selaam tidak memberatkannya baik bagi dirinya, keluarganya atau hartanya.
Bahwa meskipun hutang shalat itu banyak, bukan berarti kewajiban untuk mengqadha'nya menjadi gugur. Kalau begitu mendingan kita berhutang yang banyak saja sekalian, biar gugur kewajiban membayar hutangnya. Tentu argumentasi seperti itu agak menyalahi logika nalar dan akal sehat setiap orang.
Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim yang mukallaf (sudah terkena beban syariat) meninggalkan shalat lima waktu dan tidak boleh melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya. Namun apa yang dilakukan seorang Muslim jika ia meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya? Mengqadha shalat artinya mengerjakan shalat di luar waktu sebenarnya untuk menggantikan shalat yang terlewat. Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqadha shalat yang terlewat. “barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” HR. Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).
Para ulama berselisih panjang mengenai orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja apakah keluar dari Islam ataukah tidak? Silakan simak artikel “Meninggalkan Shalat Bisa Membuat Kafir” untuk memperluas hal ini.
Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan shalatnya tidak wajib di-qadha. Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan.
Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat. Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas yang ditentukan Allah Ta’ala. “barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” (HR.
Apakah diqadha sekaligus atau setiap shalat di qadha pada waktunya, semisal shalat zhuhur diqadha pada waktu zhuhur, shalat ashar pada waktu ashar, dst.? karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib.
Ini menunjukkan shalat yang dikerjakan dalam rangka qadha sama persis seperti shalat yang ditinggalkan dalam hal sifat dan tata caranya. Andaikan niat mengqadha shalat perlu dilafalkan, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagian kaum muslimin ada yang berpendapat tidak wajib diqadha dengan alasan salat yang sudah ditinggalkan tidak dapat dikerjakan lagi. al-Nisa : 103 dan hadis Nabi tentang waktu-waktu pelaksanaan salat yang menegaskan bahwa salat mempunyai waktu yang sudah tetap dan ditentukan, sehingga jika tertinggal maka tidak bisa dikerjakan lagi. Namun uniknya, pendapat beliau ini dikritisi oleh sebagian kalangan yang menyatakan bahwa syariat mengqadha salat ini tidak pernah ada pada masa Nabi serta tidak pernah dicontohkan oleh para ulama salafus saleh.
Tentunya kita bertanya-tanya, benarkah Nabi dan para sahabat tidak pernah melakukan hal itu? Terkait dengan kasus di atas, ternyata banyak hadis yang menyebutkan bahwa Nabi pernah mengqadha salat beliau yang tertinggal karena beberapa alasan, seperti ketiduran, terlupa dan lain-lain.
Lalu Bilal menjawab, “biar saya yang berjaga wahai Rasul, istirahatlah kalian. Hal ini dipahami oleh sebagian ulama seperti Zainuddin al-Malibari di atas, bahwa mengqadha salat yang tertinggal karena ketidaksengajaan seperti ketiduran, hukumnya hanya sunah saja untuk disegerakan. Dari Anas ibn Malik, ia berkata bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “barangsiapa yang terlupa untuk salat atau tertidur, maka hendaklah ia menunaikannya ketika ia ingat.”.
Ketika menjelaskan hadis ini, Ibn Hajar dalam Fath al-Bari-nya mengatakan bahwa kewajiban mengqadha salat bagi orang yang sengaja meninggalkannya lebih utama lagi, karena hal tersebut termasuk dalam sasaran makna atau suruhan untuk melaksanakan salat. Sayyid Sabiq dalam karyanya Fiqh al-Sunnah menyimpulkan pendapat para ulama tersebut bahwa orang yang sengaja meninggalkan salat dihukumi berdosa dan ia wajib mengqadhanya di waktu lain yang ia sanggupi untuk mengerjakannya.