Cara Mengqadha Shalat Nu Online. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, shalat merupakan kewajiban setiap Muslim. Sejak disyariatkan pada peristiwa Isra’ dan Mi’raj, dalam sehari, seorang Muslim diwajibkan untuk melaksanakan shalat fardhu sebanyak lima kali.

Kewajiban yang mengikat setiap individu ini tidak bisa diwakilkan ataupun ditinggalkan. Sebelum menjelaskan bagaimana tata cara mengqadla shalat, terlebih dahulu kita akan membahas apa itu qadla. Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab a l-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. وقد اتفق جمهور العلماء من مختلف المذاهب على أن تارك الصلاة يكلف بقضائها، سواء تركها نسياناً أم عمداً، مع الفارق التالي: وهو أن التارك لها بعذر كنسيان أو نوم لا يأثم، ولا يجب عليه المبادرة إلى قضائها فوراً، أما التارك لها بغير عذر- أي عمداً - فيجب عليه - مع حصول الإثم - المبادرة إلى قضائها. “Mayoritas ulama dari berbagai ulama sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat dituntut untuk mengqadla-nya, ia meninggalkannya secara sengaja ataupun tidak, perbedaanya adalah: jika ia meninggalkan shalat karena udzur, baik lupa ataupun tidur maka ia tidak berdosa namun mesti segera mengqadla-nya, sedangkan bagi yang meninggalkannya dengan sengaja, maka ia terkena dosa dan dituntut segera mengqadla-nya.”. Tidak ada cara khusus untuk mengganti shalat yang terlewat itu kecuali secepat mungkin mulai melaksanakannya.

من نام عن صلاة أو نسيها فليصلها إذا ذكرها، لا كفارة لها إلا ذلك.

Bacaan Niat Shalat Qadha, Lengkap dengan Hukum dan Tata

Cara Mengqadha Shalat Nu Online. Bacaan Niat Shalat Qadha, Lengkap dengan Hukum dan Tata

Berita DIY - Shalat lima waktu adalah suatu kewajiban bagi setiap umat muslim baik laki-laki maupun perempuan. Apabila seorang muslim meninggalkan shalatnya, maka ia dituntut untuk mengqadha shalatnya karena shalat merupakan kewajiban dan tanggungan setiap umat muslim secara personal.

Sebagaimana dikutip Berita DIY dari NU Online, Shalat Qadha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 110 menjelaskan bahwa qadha shalat ialah melaksanakan shalat sesudah habisnya waktu, atau sesudah waktu yang tidak mencukupi untuk menyelesaikan satu rakaat atau lebih.

Dari penjelasan tersebut, maka jika shalat dilaksanakan di dalam waktunya disebut dengan istilah adâ’ dan jika dilaksanakan di luar waktunya maka disebut qadha. Meninggalkan shalat baik karena sengaja maupun tidak, seseorang muslim harus mengqadha shalatnya di luar waktu yang seharusnya. Baca Juga: 5 Pahala dan Keutamaan Memelihara Kucing Dalam Islam.

Baca Juga: Kumpulan Doa: Sebelum dan Sesudah Belajar agar Berkah dalam Bahasa Arab,Latin,dan Terjemah Indonesia.

Tata Cara Menjamak Shalat

Tapi yang sunnah niat bersamaan dengan takbiratul ihram. “Saya niat shalat fardlu Dhuhur empat rakaat dijama’ bersama Ashar dengan jama’ taqdim karena Allah Ta’ala”.

“Saya niat shalat fardlu Maghrib tiga rakaat dijama’ bersama Isya’ dengan jama’ taqdim karena Allah Ta’ala”. Boleh saja bagi musafir menjamak (mengumpulkan) antara shalat Dhuhur dan Ashar dalam waktu mana saja yang ia suka (diantara keduanya).

Lafal niat shalat Dhuhur dan Ashar dengan jama’ ta’khir :. Lafal niatnya shalat Maghrib dan Isya’ dengan jama’ ta’khir:.

Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada Senin, 24 Februari 2014 pukul 16:00.

Masalah Qadha Shalat Wajib

Saya sampai saat ini masih bingung dengan masalah qadha shalat wajib yang ditinggalkan. Shalat lima waktu hukumnya Fardhu Ain, yaitu wajib dilaksanakan oleh semua orang Islam yang mukallaf (baligh dan berakal/sadar). Penanya yang kami hormati, jika ada alasan yang menyebabkan shalat itu tidak terlaksana pada waktunya maka mayoritas ulama mengatakan wajib qadha’.

Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari juz 2 hal. Artinya; sebagian ulama berpendapat bahwa wajib qadha’ bagi orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja diambil dari kata نسي (artinya : lupa) karena yang dimaksud lupa dalam hal ini adalah meninggalkan shalat baik itu karena linglung atau sadar. Artinya : Para ulama mu’tabar telah sepakat, bahwa barangsiapa meninggalkan shalat secara sengaja, maka ia harus meng-qadha’ (menggantinya).

Pendapat mereka ini berbeda dengan pendapat Abu Muhammad Ali bin Hazm yang berkata: bahwa ia tidak perlu meng-qadha selamanya dan tidak sah melakukannya selamanya, namun ia sebaiknya memperbanyak melakukan kebaikan dan shalat sunah agar timbangan (amal baiknya) menjadi berat pada hari kiamat, serta istighfar kepada Allah dan bertobat. Pendapat ini bertentangan dengan ijmak dan bathil berdasarkan dalil yang ada. Penanya yang budiman, dari penjelasan di atas sudah jelas bahwa shalat fardhu yang ditinggalkan harus di-qadha’ baik itu ditinggalkan karena lupa ataupun disengaja. Semoga kita selalu diberi taufiq dan hidayah oleh Allah SWT sehingga dapat melaksanakan shalat fardhu dan ibadah-ibadah yang lain sesuai ketentuan yang ada dan semoga semua amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT.

Tata Cara Qadha Shalat Zuhur dan Ashar di Waktu Malam

Apakah qadha shalat siang, yaitu Zuhur dan Ashar, yang bacaan surat al-Fatihah dan surat lainnya sunnah dilakukan secara lirih, bila diqadha di malam hari juga tetap sunnah dibaca lirih? Sebaliknya bila waktu qadhanya siang hari maka bacaan-bacaan tersebut dilakukan secara lirih, meskipun shalatnya adalah shalat Maghrib, Isya dan Subuh.

(1) Pendapat al-ashah atau yang paling shahih menyatakan, pertimbangannya dengan mengacu pada waktu qadha terkait lirih dan kerasnya. Pendapat ini dipastikan oleh penulis Kitab Al-Hâwi, yaitu Imam al-Mawardi.” (Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmû Syarhul Muhadzdzab, juz III, halaman 390).

Simpulannya, untuk shalat qadha, terkait bacaannya apakah keras atau lirih, terdapat dua pendapat. Meskipun shalat Zuhur atau Ashar bila qadhanya dilakukan di malam hari maka sunnahnya adalah dengan suara keras. Karenanya, pendapat ini pula yang penulis sarankan untuk diamalkan karena lebih kuat.

Perbedaan Pendapat Ulama seputar Qadha Shalat

Jumhur (mayoritas) ulama, sebagaimana dicatat oleh Imam Ibnu Rusyd dalam Bidayatul Mujtahid , menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat itu “berdosa”. Bahkan dalam pendapat mazhab lain, hukum meninggalkan shalat secara sengaja itu bisa sampai berstatus kafir. Imam Ibnu Hazm ini, sebagaimana cara ijtihad ulama mazhab Zhahiri lain, tidak menggunakan qiyas dalam usaha menggali hukum. Seperti semisal dalam sehari ketinggalan shalat Subuh, Zhuhur dan Ashar, maka meng-qadhanya pun mesti berurutan sesuai waktunya.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa meski dalam perjalanan yang membolehkan untuk qashar atau jama’, shalat mesti diganti sebagaimana asalnya. Mengganti yang telah terlewat, tentu dapat menjadi bentuk instropeksi diri akan kewajiban-kewajiban kita sebagai Muslim.

Hukum Jamak Shalat pada Perjalanan Pendek, Kurang dari Dua

Pertanyaan saya, bagaimana jika ada orang yang menjamak sembahyang zhuhur dan ashar ketika menempuh perjalanan kurang dari dua marhalah? Sebagian ulama fiqih menetapkan kebolehan jamak dan qashar shalat untuk perjalanan minimal dua marhalah/16 farsakh (48 mil)/4 barid/perjalanan 2 hari.

Artinya, “Sejumlah imam berpendapat tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena hajat bagi orang yang tidak menjadikannya sebagai kebiasaan. Pendapat itu dipilih pula oleh Ibnul Mundzir,” (Lihat An-Nawawi,, [Cairo, As-Sya’b: 1390 H], jilid II, halaman 359).Dari keterangan ini, kita dapat menarik simpulan bahwa jamak dan qashar shalat ada dua hal berbeda.

Jamak shalat pada perjalanan di bawah dua marhalah diperbolehkan sejauh ada hajat yang dibenarkan oleh syara’.Kami menyarankan jamak shalat pada perjalanan kurang dari dua marhalah ini tidak dibiasakan karena kebolehannya hanya bersifat pengecualian.Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan.

Berikut Ketentuan Jamak dan Qashar Shalat

Bahkan ketika berhubungan dengan perkara wajib pun Islam selalu memberikan dispensasi, sekiranya kewajiban itu terlalu membebani umatnya. Demikian pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW sebagaimana diterangkan dalam hadits Muslim yang diriwayatkan oleh Ya’la bin Umayah:.

Hal tersebut sebagaimana keterangan dalam Matnul Gyayah wat Taqrib karya Qadhi Abu Suja’:. Artinya: Bagi seorang musafir diperbolehkan mengqashar shalat yang berrakaat empat dengan lima syarat.

Dari keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa syarat mengqashar shalat pada dasarnya adalah ketika dalam berpergian. Apabila di rasa empat rakaat terlalu lama dan menghawatirkan keamanan maka diperbolehkan mengqashar shalat.

Dari dua syarat tersebut (musafir dan ukuran jarak tempuh), maka barang siapa dalam perjalanan seseorang tidak sempat shalat. Akan tetapi jikalau orang tersebut melakukan perjalanan dengan menggunakan pesawat sehingga dapat menghemat waktu, maka baginya ada dua pilihan.

Oleh karena itu seorang muslim selaku hamba Allah boleh memilih qashar atau tidak.

Related Posts

Leave a reply