Bolehkah Shalat Jumat Dua Gelombang. Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah ditanya : “Kami tinggal di luar negeri Islam, dan peraturan pendidikan di sini tidak memungkinkan bagi sebagian pelajar untuk menghadiri shalat Jum’at. Adapun menurut madzhab para fuqaha maka praktek seperti ini tidaklah sah.
Akan tetapi para fuqaha mensyaratkan sahnya suatu shalat Jum’at, bahwa seluruh jamaahnya harus termasuk warga setempat asli di negeri tersebut, atau dengan terpenuhinya jumlah yang disyaratkan, dan terdapat khilaf para ulama tentang jumlahnya. Oleh karena itu apabila para pelajar tersebut seluruhnya bukan termasuk warga setempat maka tidak sah shalat Jum’at mereka.
Adapun menurut madzhab Ibn Hazm dan selainnya yang sependapat dengan beliau, sahnya shalat Jumat tidak disyaratkan harus penduduk suatu negeri itu. Sumber : Majmu’ Fatawa wa Rasa’il As Syaikh Muhammad ibn Shalih Al ‘Utsaimin vol.
🔍 Muamalah Jual Beli, Tata Cara Ziarah Kubur Sesuai Sunnah, Punya Prasangka Allah Yang Menyembuhkan, Hukum Kurban, Kumpulan Hadis Bukhori Muslim.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebelumnya sempat membuat fatwa bahwa salat Jumat dua gelombang hukumnya tidak sah. Fatwa MUI itu menjawab persoalan terkait sejumlah industri yang sistem operasionalnya nonstop 24 jam. Fatwa dibahas dalam Musyawarah Nasional VI MUI yang berlangsung pada 23-27 Rabiul Akhir 1421 H/ 25-28 Juli 2000. Bahwa terdapat sejumlah industri yang sistem operasionalnya bersifat nonstop 24 jam, tanpa henti, serta harus ditangani secara langsung dan terus menerus; dan jika operasionalnya dihentikan beberapa saat saja, atau tidak ditangani (ditunggu) secara langsung, mesin industri menjadi rusak yang pada akhirnya timbul kerugian besar dan para pekerja kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber ma'isyahnya;. Bahwa oleh karena itu, MUI dipandang perlu untuk menetapkan fatwa tentang hukum dimaksud.
Aturan hanya boleh mengisi tempat ibadah dengan 50 persen kapasitas lalu menimbulkan kontroversi sholat Jumat dua gelombang di Tanah Air. DMI menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 104/PP-DMI/A/V/2020 tertanggal 30 Mei 2020, yang berisi poin-poin terkait pembukaan masjid setelah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selesai. Anggota Majelis Tarjih da Tajdid Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Fuad Zain berpendapat sholat Jumat di new normal diperbolehkan dilakukan secara bergelombang. Sholat Jumat menggunakan skema bergelombang juga harus disertai dengan protokol kesehatan dan kemananan masjid yang dipatuhi oleh seluruh elemen. Namun demikian di saat kondisi terdesak seperti masih berlangsungnya pandemi Covid-19 ini, dia memerintahkan hendaknya bagi seluruh masjid untuk menyelenggarakan sholat Jumat secara bergelombang. Awalnya, Sekretaris Jenderal MUI Pusat Anwar Abbas akan mengusulkan ke Komisi Fatwa terkait pelaksanaan sholat Jumat secara bergelombang untuk mengurangi adanya kerumunan orang dalam ibadah wajib mingguan tersebut.
"Saya akan menyampaikan kepada Komisi Fatwa MUI untuk mempelajari kemungkinan pelaksanaan shalat Jumat di tengah wabah Covid-19 ini dilakukan secara bergelombang. Dalam kondisi dharurah atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah), dibolehkan mengadakan sholat Jumat di lebih dari satu masjid. MUI lebih mendorong membuka kesempatan mendirikan sholat Jumat di tempat lain, seperti mushala, aula, gedung olahraga, atau stadion.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta menerbitkan fatwa bahwa salat Jumat dua gelombang diperbolehkan. Fatwa MUI DKI itu bernomor 05 Tahun 2020 tentang hukum dan panduan salat Jumat lebih dari satu kali pada saat pandemi COVID-19.
Fatwa dikeluarkan setelah membaca surat dari Sekretaris Daerah DKI Jakarta nomor 469/-0.856 perihal permohonan panduan pelaksanaan peribadatan dan kegiatan keagamaan. Virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) penyebab COVID-19 di DKI Jakarta menjadi ancaman serius bagi kehidupan warganya;. Kebijakan protokol kesehatan akan berakibat masjid-masjid di DKI Jakarta tidak mampu menampung keseluruhan jamaah shalat Jumat;.
The condition of the corona virus pandemic (covid-19) in Indonesia has an impact on religious life for Muslims, such as Friday prayers. The purpose of this study is to describe the opinions of the scholars regarding the two waves of Friday prayer in one mosque and the Friday prayers in addition to the mosque during the Covid-19 pandemic, and also aims to respond to community questions about these two issues in order to find the right answers so that the community can perform worship calmly. This type of research is a qualitative descriptive study using a literature review method with a normative approach. The results of this study are that the scholars disagreed about the law of the two-wave Friday prayer in one mosque during the covid-19 pandemic. The implementation of this research is expected to provide theoretical and practical contributions to scientists and society in general.
Masalah ini sebenarnya pernah diangkat dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama tentang Masail Diniyah Waqi’iyyah pada 17-20 November 1997 M di Pondok Pesantren Qomarul Huda, Bagu, Pringgarata, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Para kiai ketika itu memutuskan bahwa hukum shalat Jumat dua shif/angkatan atau lebih (insya al- jum’ah ba’da al-jum’ah) yang artinya penyelenggaraan shalat Jumat lebih dari satu di suatu tempat tidak sah.
Karyawan seperti itu wajib berikhtiar seoptimal mungkin agar dapat menunaikan jumatan shift pertama. Sebaiknya ditugaskan kepada karyawati untuk menjaga produksi agar karyawan dapat menunaikan shalat Jumat. Jika ada uzur syar’i di dalam meninggalkan shalat Jumat demikian ini dengan mengganti shalah Zhuhur hukumnya tidak berdosa.
-- Majelis Ulama Indonesia () menyepakati bahwa pelaksanaandalam dua gelombang guna menyiasati jaga jarak selama masa pandemi(Covid-19) tidak sah.Keputusan itu merujuk pada hasil Fatwa MUI Nomor 5/Munas VI/MUI/2000 tentang Pelaksanaan Salat Jumat 2 Gelombang yang disepakati dalam Musyawarah Nasional VI MUI pada 25-28 Juli 2000. Dalam surat fatwa itu, sejumlah nama yang tercantum membubuhkan tanda tangan yakni Umar Shihab selaku Ketua, dan Sekretaris, Dien Syamsuddin.
"Mengimbau kepada semua pimpinan perusahaan/industri agar sedapat mungkin mengupayakan setiap pekerjanya yang muslim dapat menunaikan salat Jumat sebagaimana mestinya," demikian poin berikutnya dalam putusan Fatwa MUI.Fatwa Salat Jumat ini lahir dari sejumlah pertimbangan. Pertama, fatwa ini menimbang bahwa terdapat sejumlah industri yang sistem operasionalnya bersifat nonstop 24 jam, tanpa henti, serta harus ditangani secara langsung dan terus menerus.Jika operasionalnya dihentikan beberapa saat saja, atau tidak ditangani (ditunggu) secara langsung, mesin industri menjadi rusak yang pada akhirnya timbul kerugian besar dan para pekerja kehilangan pekerjaan yang menjadi sumber ma'isyahnya.Dengan sifat industri seperti itu, muslim yang bekerja di industri tersebut tidak dapat melaksanakan Salat Jum'at kecuali jika dilakukan dengan dua gelombang.Sementara itu, larangan terkait pelaksanaan Salat Jumat secara dua gelombang yang diputuskan fatwa itu, salah satunya didasarkan pada sejumlah kitab, antara lain al-Hawasyi al-Madaniyah.
Ketua Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, membeberkan alasan dibolehkannya pelaksanaan salat Jumat dalam dua gelombang. Kalla merujuk pada Fatwa MUI DKI Jakarta yang dikeluarkan pada 2001.Kalla menyebutkan, pelaksanaaan Salat Jumat dua gelombang mempertimbangkan ketentuan jaga jarak satu meter yang membuat daya tampung masjid menjadi hanya 40 persen dari kapasitas biasa.