Batas Waktu Sholat Jamak Qashar. Bahkan, menurut pendapat ulama yang kuat, mengqashar shalat ketika dalam perjalanan ini hukumnya adalah sunah muakkadah karena Nabi SAW tidak pernah meninggalkannya. Dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Saya sering menemani Rasulullah SAW dan ketika dalam perjalanan beliau tidak pernah menambah shalat fardhunya dari dua rakaat.” (HR Bukhari dan Muslim). Banyak sekali hadis Nabi SAW yang menjelaskan tentang kebo leh an untuk menjama shalat ketika se dang dalam perjalanan ini, di antara nya: Dari Salim, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), ia berkata, “Adalah Nabi SAW menjama shalat Maghrib dan Isya ketika beliau di tengah perjalanan.” (HR Bukhari dan Muslim). Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Rasulullah SAW biasa menjama antara Zuhur dan Ashar jika sedang dalam perjalanan.
Begitu juga, jika seseorang me netap di suatu tempat untuk melaku kan atau mengurus keperluannya, tetapi dia tidak meniatkan dan tidak tahu berapa lama ia akan tinggal di tempat tersebut, maka jumhur ulama dari ka langan Mazhab Hanafi, Maliki, Hambali, dan sebagian ulama Mazhab Syafi’i berpendapat ia masih dianggap dalam perjalanan. Adapun jika seseorang berniat untuk menetap beberapa waktu di suatu tempat, seperti untuk wisata, tugas kerja, dan belajar, maka jumhur ulama berpendapat bahwa berakhirlah hukum safarnya dan ia harus melakukan ibadah-ibadahnya sebagaimana ibadah orang yang menetap.
Mazhab Hambali berpendapat, jika ia berniat menetap lebih daripada 20 kali shalat fardu (lebih dari empat hari), maka ia mesti menyempurnakan shalatnya dan melaksanakannya pada waktu yang telah ditentukan. Sedangkan, menurut Mazhab Hanafi, jika seseorang berniat menetap selama 15 hari di suatu tempat, maka habislah masa safarnya dan ia harus melaksanakan kewajiban shalatnya sebagaimana orang yang menetap.
Di dalam Al-Qur'an disebutkan kata jam'u ketika mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an yang turun tidak beraturan. Sedangkan secara istilah, sholat jamak adalah melakukan dua sholat fardhu yaitu Dzuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya secara berurutan pada salah satu waktunya.
Dan setelah ia mengerjakan sholat fardhu untuk waktu berikutnya. Ada beberapa pendapat yang menyebutkan sakit sebagai salah satu penyebab kita boleh melakukan jamak sholat.
Namun mahzab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi;iyah menolak kebolehan menjamak sholat karena sakit. "Nabi mengalami beberapa kali sakit, namun tidak ada riwayat yang sharih bahwa beliau menjamak sholatnya.".
Sehingga tidak ada satupun dalil yang dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah menjamak sholat karena sakit. Niat sholat Dzuhur dan Ashar dengan Jamak Taqdim. Artinya: "Saya niat sholat fardhu Dzuhur empat rakaat dijamak bersama Ashar dengan jamak taqdim karena Allah Ta'ala.". Niat sholat Maghrib dan Isya dengan jamak taqdim.
Kalau masih dalam perjalanan, jelas boleh mengqashar shalat terus menerus meski untuk waktu yang lama. Maksud dia adalah untuk bermukim di tempat tersebut selama sebulan atau lebih.
Jika seseorang berniat mukim selama empat hari atau kurang dari itu, shalatnya boleh diqashar. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah tinggal di Makkah selama sepuluhan hari dan beliau mengqashar shalat. Begitu pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Tabuk selama 20 malam, ketika itu beliau mengqashar shalat. 2- Jika niatannya mukim lebih dari empat hari, hati-hatinya shalatnya dikerjakan secara sempurna (tidak diqashar).
“Orang Muhajirin bermukim selama tiga hari di Makkah setelah menunaikan manasiknya.” (HR. Ulama Syafi’iyyah menyatakan bahwa jika musafir berniat mukim di suatu negeri selama tiga hari, selain dari hari ia masuk atau keluar dari negeri tersebut, boleh baginya mengambil keringanan saat safar, yaitu mengqashar shalat, tidak berpuasa dan keringanan lainnya. Shahih Fiqh As Sunnah, Syaikh Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyyah.
Selesai disusun Jumat pagi penuh berkah, 5 Rajab 1436 H di Darush Sholihin Panggang GK.
PortalJember.com - Berikut penjelasan Ustadz Abdul Somad terkait jarak minimal yang diperbolehkan untuk seseorang melakukan sholat jamak qashar serta batas waktu melakukannya. Seringkali, ada satu kondisi di mana seseorang boleh melakukan sholat jamak atau merangkap 2 sholat dalam salah satu waktu. Baca Juga: Orang Baik Tidak akan Meninggal dengan Cara Seperti Ini Kata Ustadz Adi Hidayat, Beda dengan Pendosa.
Tak hanya itu, umat Islam juga diperbolehkan meringkas rakaat sholat, dengan catatan harus memenuhi syarat-syarat yang sudah ditetapkan. Inilah yang dinamakan jamak qashar, artinya sholat yang berjumlah 4 rokaat bisa diringkas menjadi sholat 2 rakaat.
Khusus untuk maghrib dan subuh adalah tetap, tidak boleh diringkas. Lantas bagaimana syarat jarak minimal seseorang boleh sholat jamak qashar? Baca Juga: Orang Baik Tidak akan Meninggal dengan Cara Seperti Ini Kata Ustadz Adi Hidayat, Beda dengan Pendosa.
Sebab, sholat juga merupakan tiang agama Islam dan sekaligus bukti seorang mukmim dan muslim taat kepada Allah SWT seperti pada Surat Adz-Dzariyat : 56. Satu di antara bentuk kasih sayang Allah kepada umatnya dengan memudahkan pelaksanaan sholat.
Orang yang sedang bepergian jauh diberi rukhsah dalam menjalankan sholat fardu, dinamakan dengan jamak. Contohnya, zuhur dikerjakan bersamaan dengan sholat ashar ataupun sebaliknya.
Pun demikian magrib dengan isya, sedangkan untuk waktu subuh tidak ada jamak harus disempurnakan. Namun, tak setiap perjalanan yang ditempuh bisa mengerjakan sholat jamak.
Sebab, ada ketentuan-ketentuan yang membolehkan seseorang melakukan sholat jamak. Di antaranya, perjalanannya tersebut bukan bertujuan untuk hal maksiat, jarak minimal perjalanan harus mencapai farsakh.
Berikut tata cara sholat jamak dan qasar yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber di halaman selanjutnya:.
Preview. Text (Batas Waktu Musafir Bermukim untuk Kebolehan Qasar Shalat).
Yusrizal.pdf - Published Version. Available under License - Published VersionAvailable under License Creative Commons Attribution.
Download (3MB) | Preview.
Jika suatu perkara tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya karena suatu hal terdapat kemudahan untuk mengganti atau memperingan pekerjaanya, hal ini disebut rukhsah atau keringanan. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Ya’la bin Umayyah, ia berkata:.
Artinya: “Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul–Khaththab tentang (firman Allah): “Laisa ‘alaikum junahun an taqshuru minashshalati in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru”. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.” [HR. Ada pendapat ulama mengenai seorang musafir tetapi dalam keadaan menetap tidak dalam perjalanan, seperti seorang yang berasal dari Indonesia bepergian ke Arab Saudi untuk berhaji, selama ia di sana ia boleh menqashar shalatnya dengan tidak menjamaknya sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berada di Mina. Pada kasus ini, ketika dia dalam perjalanan lebih baik menjamak dan menqashar shalat, karena yang demikian lebih ringan, tidak memberatkan di perjalanan dan seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ketika telah menetap di Arab Saudi lebih utama menqashar saja tanpa menjamaknya.