Bagaimana Pelaksanaan Shalat Jumat Bagi Seorang Musafir. REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Seorang yang berstatus musafir diberikan keringanan oleh Allah SWT untuk mengqashar sholat. Bahkan seorang musafir dibolehkan tidak melaksanakan ibadah sholat Jumat sebagai bentuk keringanan dari Allah SWT.

"Seorang laki-laki yang menjadi musafir secara syar'i, maka gugur kewajibannya untuk mengerjakan shalat Jumat," tulis Ustadz Ahmad Sarwat. maka wajiblah atas mereka shalat Jumat, kecuali orang sakit, musafir, wanita, anak-anak dan hamba sahaya.

Sedangkan keringanan menjama' sholat bukan terbatas hanya karena sebagai musafir saja, tetapi juga ada sebab-sebab lain yang membolehkan. Di antaranya karena sakit, hujan, haji, atau kejadian luar biasa yang tidak terkendali.

Hukum Shalat Jumat Bagi Orang Bepergian

Bagaimana Pelaksanaan Shalat Jumat Bagi Seorang Musafir. Hukum Shalat Jumat Bagi Orang Bepergian

Shalat dua rakaat dengan khutbah ini merupakan sarana seorang Muslim lelaki untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menukil dalam satu hadis riwayat Imam Bukhari yang berasal dari Ibnu Abbas. Syekh Utsaimin menjelaskan, maksud dari hadis ini ialah tidak ada shalat Jumat di gurun pasir. Menurut Syekh Utsaimin, orang-orang badui zaman dahulu tinggal di sekitar Madinah pada masa Nabi SAW tidak menyelenggarakan shalat Jumat.

Imam Yahya ibn Abil Khair ibn Salim al-'Umraniy di dalam Al-Bayan Fi Madzhabil Imam Asy-Syafi'i menjelaskan, apabila musafir bermaksud tinggal sebagai mukimin di suatu perkampungan selama empat hari selain hari ketika datang dan pergi, beberapa keringanan ibadah dalam perjalanan. Abu Ali ibn Abu Hurairah mengatakan, sah bagi mereka menyelenggarakan sendiri shalat Jumat karena orang yang wajib shalat Jumat, tentu mereka sah menyelenggarakannya sendiri, sama dengan mustauthin (orang yang tinggal menetap sepanjang waktu).

Sementara itu, Abu Ishaq al- Marwaziy berpendapat, mereka wajib melaksanakan shalat Jumat, tetapi tidak sah menyelenggarakannya sendiri. Dalam fatwa bernomor 20 tahun 2017, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengategorikan beberapa golongan yang hendak menempuh perjalanan.

Dia adalah orang yang tinggal menetap dengan maksud untuk sepanjang waktu di suatu daerah.

Musafir yang Bebas Shalat Jumat

Di samping itu secara sosiologis shalat Jumat hendaknya menjadi satu media syiar Islam yang menunjukkan betapa besar dan kuat persatuan umat. Oleh karena itulah maka shalat Jumat tidak diwajibkan bagi mereka yang sedang sakit atau berada dalam perjalanan (musafir).

Itupun dengan catatan agenda perjalanannya bersifat mubah (dibenarkan secara agama, tidak untuk maksiat ) dan sudah berangkat dari rumah sebelum fajar terbit. Misalkan jika seorang dari Surabaya pergi ke Jakarta lalu niat menginap di rumah sanak famili selama lima hari, maka tidak berlaku lagi baginya keringanan bepergian –rukhsah al-safar-.

Begitu pula jika seseorang berniat mukim saja tanpa tahu batas waktunya secara pasti, maka hukumnya sama dengan bermukim empat hari. Maka dalam kacamata fiqih ia telah dianggap sebagai mukimin di Jakarta dan wajib mengikuti shalat Jumat bila tiba waktunya. Lain halnya jika orang tersebut berniat untuk tinggal di Jakarta dalam jangka waktu maksimal tiga hari, maka baginya masih berlaku rukhshah.

Shalat Jumat bagi Orang dalam Perjalanan (Safar)

Nabi juga bersabda: “Hendaknya tidak ada lagi orang yang meninggalkan shalat Jumat atau Allah akan mengunci mati hati mereka dan mereka tergolong orang-orang lalai” (HR. Beliau juga bersabda: “Barangsiapa meninggalkan shalat Jumat tiga kali karena sengaja meremehkannya, niscaya Allah akan mengunci mati hatinya” (HR.

Berbeda halnya dengan anda yang memang dalam keadaan bepergian atau musafir. Sesungguhnya madzi adalah cairan putih yang keluar dari kemaluan seseorang bila ia tergoda atau terangsang syahwatnya, tetapi tidak terpancar seperti mani.

Kalau ia sempat dapat satu rakaat, maka yang bersangkutan dapat menambah satu rakaat lagi setelah imam memberi salam dan menurut jumhur, shalat Jumatnya dinilai sudah memadai, sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Siapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka ia telah mendapatkan shalat” (HR. Dari hadis tersebut, para ulama memahami bahwa, apabila yang bersangkutan tidak sempat mendapatkan satu rakaat shalat Jumat, maka ia harus melaksanakan shalat Zuhur secara lengkap yaitu empat rakaat.

Related Posts

Leave a reply