Bacaan Sholat Tahajud Keras Atau Pelan. REPUBLIKA.CO.ID, Berdasarkan hadits dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ pada shalat malam terkadang beliau membaca dengan lirih dan terkadang membacanya dengan keras. Dikutip dari buku Sifat Shalat Nabi karya Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, "Apabila beliau shalat di dalam rumah dan membaca Alquran, bacaan beliau tersebut bisa didengar oleh orang yang berada di dalam kamar" (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi). "Terkadang beliau mengeraskan suaranya lebih dari itu, sehingga bacaan beliau bisa didengar oleh orang yang berada kandangnya (Maksudnya di luar kamar)" (HR an-nasai, At-Tirmidzi dan al-Baihaqi). Cara seperti inilah yang beliau perintahkan kepada Abu Bakar dan Umar, yaitu ketika Beliau keluar pada suatu malam, lalu beliau mendengar Abu Bakar yang sedang shalat dan membaca dengan suara pelan.
Kemudian beliau melewati Umar bin al-Khaththab yang sedang shalat dan membaca dengan suara keras. Ketika keduanya berkumpul di sisi Rasulullah ﷺ, beliau bertanya, "Wahai Abu Bakar, aku melewatimu dan engkau sedang shalat dengan suara pelan?".
Kemudian beliau bertanya kepada Umar, "Aku telah melewatimu dan engkau sedang shalat dengan suara keras?'. Aku melakukannya untuk menghilangkan kantuk dan mengusir setan".
Nyakmat, Labuhan Haji, Aceh Selatan (disidangkan pada hari Jum’at, 25 Jumadal Tsaniyah 1435 H / 25 April 2014). Perlu saudara ketahui bahwa pertanyaan saudara sudah ada jawabannya dalam buku Tanya Jawab Agama jilid IV halaman 156 yang intinya bahwa kadang-kadang Nabi membaca sir dan kadang-kadang jahar dalam shalat malam.
Aku berkata; Allahu akbar, Alhamdulillâh (segala puji hanya milik Allah) yang telah memberikan kemudahan dalam masalah ini. Dan beliau melewati Umar bin Khattab ketika sedang shalat dengan meninggikan suaranya (jahar).
Ini menunjukkan bahwa Abu Hudzaifah mendengar suara Rasulullah ketika membaca ayat secara jahar. Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Doa iftitah menjadi salah satu bacaan sholat yang dibaca setelah takbiratul ihram sebelum membaca Alfatihah. Mayoritas ulama termasuk mahzab Syafi'i dan Maliki menyebut hukum membaca iftitah adalah sunnah.
Hal itu sesuai dengan hadits riwayat Muslim, Hanafi, Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda yang artinya. "Sesungguhnya tidak sah sholat seseorang hingga ia berwudu dengan sempurna, sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Azza wa Jalla, kemudian ia membasuh muka dan tangannya sampai ke sikunya serta serta mengusap kepala dan membasuh kakinya sampai mata kaki, kemudian ia bertakbir, memuji, dan menyanjungnya.".
Dikutip dari buku Fiqhul Islam wa Adhillatuhu Juz 2 karya Prof Dr Wahbah Az Zuhaili doa iftitah sebaiknya dibaca setelah takbiratul ihram pada rakaat pertama. Namun, menurut madzhab Hanafiyyah doa iftitah tidak boleh dibaca bila imam sudah membaca surat, baik dengan suara keras maupun pelan-pelan. Sementara itu, menurut madzhab Syafi'iyyah membaca doa iftitah dalam sholat fardhu dan nafila merupakan sunnah. Akan tetapi, doa iftitah tidak perlu dibaca jika sudah memulainya dengan surat Al-Fatihah atau membaca ta'awwudz karena lima perkara, yakni:. Di dalamnya tidak ada tawajjuh (doa iftitah), hanya saja disunnahkan untuk membaca ta'awwudz. Artinya, jika makmum mendapatkan imam sholat dalam posisi i'tidal, maka tidak disunnahkan doa iftitah.
AKURAT.CO, Sebagian dari kita mungkin masih ada yang bertanya-tanya mengapa imam mengeraskan suara saat salat subuh, maghrib dan isya. Di sinilah perlu kita ketahui bersama bahwa ada dua model suara ketika salat yakni sirriyah dan jahriyah. Namun, bacaan salat menurut Al-Khurasyi dalam Syarh Mukhtashar Khalil tetap harus terdengar minimal oleh dirinya sendiri. Salah satu alasan mengapa bacaan salat minimal harus terdengar oleh dirinya sendiri adalah untuk meningkatkan kekhusyukan. Karena suara lirih dan keras disandarkan pada apa yang diajarkan Rasulullah, maka kita sebagai umatnya harus menaatinya dan jangan sampai terbolak-balik. Syekh Ibnu Baaz berpendapat, "Sebaiknya orang yang salat tetap berpegang dengan apa yang diajarkan Rasulullah sesuai tata cara salat seperti yang diajarkannya, yaitu bersuara lirih saat salat sirriyah (zuhur dan asar) dan bersuara keras saat salat jahriyah (subuh, maghrib dan isya).
Pada dasarnya, shalat sunnah rawatib dianjurkan untuk dikerjakan sendirin, tanpa berjemaah. Namun ada sebagian kaum muslimin di masjid tertentu yang melakukan shalat sunnah rawatib secara berjemaah dengan tujuan agar para jemaah terbiasa melakukannya. Menurut kebanyakan ulama, terutama dari kalangan ulama Syafiiyah, mereka berpendapat bahwa ketika seseorang melaksanakan shalat sunnah rawatib, meskipun dikerjakan secara berjemaah, dia disunnahkan untuk membaca setiap bacaan yang ada di dalamnya dengan suara pelan, baik surah Al-Fatihah, Al-Quran, doa dan lainnya.
Hal ini sebagaimana telah dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu berikut;. واما السنن الراتبة مع الفرائض فيسر بها كلها باتفاق اصحابنا ونقل القاضى عياض في شرح مسلم عن بعض السلف بالجهر في سنة الصبح وعن الجمهور الاسرار كمذهبنا.
Imam al-Qadhi Iyadh menukil dari kitab Syarh Muslim dari sebagian ulama salaf akan kesunahan membaca keras pada shalat sunah Shubuh, sementara kebanyakan ulama memilih kesunahan membaca pelan sebagaimana mazhab kami. Setiap jenis shalat sunnah yang tidak disunnahkan untuk dikerjakan secara berjemaah, maka dianjurkan untuk dibaca pelan, meskipun kebetulan dilakukan secara berjemaah. Misalnya, melaksanakan shalat Tahajjud secara berjemaah, maka disunnahkan untuk dibaca pelan.
Begitu juga dengan shalat rawatib, dianjurkan dibaca pelan meskipun dilaksanakan secara berjemaah. الخامسة الجهر بالقراءة في موضعه فيسن لغير المأموم أن يجهر بالقراءة في الصبح وأولتي العشاءين والجمعة والعيدين وخسوف القمر والاستسقاء والتراويح ووتر رمضان وركعتي الطواف ليلا أو وقت الصبح.