Apakah Masih Boleh Shalat Jumat Di Rumah. "Sudah sangat jelas, selama ada halangan (darurat) bahkan lebih tiga kalipun boleh," kata Ustaz Das'ad Latif kepada Tim Hikmah detikcom, Kamis 9 April 2020. Menurut dia, yang haram adalah bila seorang muslim sengaja meninggalkan Sholat Jumat lebih dari tiga kali tanpa alasan uzur syar'i. Sebelumnya menurut Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, orang Islam yang tidak Jumatan karena ada uzur syar'i tak perlu khawatir. "Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka ini menjadi uzur untuk tidak Jumatan (sholat Jumat)," kata Asrorun. Majelis Ulama Indonesia atau MUI juga telah mengeluarkan fatwa terkait penggantian Sholat Jumat saat dilanda wabah COVID-19. Pakar Ilmu Tafsir Al Quran Profesor KH Quraish Shihab, ikut berpendapat terkait fatwa MUI mengganti Sholat Jumat dengan Zuhur.
Sebelumnya, para dokter telah menjelaskan bergaul dengan siapa pun apalagi yang terinfeksi dapat membahayakan jiwa manusia. Menurut KH Quraish Shihab, Islam selalu memberikan kemudahan bagi umatnya termasuk soal Sholat Jumat.
Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia () Asrorun Niam Sholeh mengatakan pria muslim yang menggugurkan kewajibantiga kali berturut-turut di kala pandemi(Covid-19) tak lantas digolongkan kafir jika muslim bersangkutan menggantinya dengan melaksanakan salat zuhur di rumah.Pria muslim yang tidak salat Jumat untuk menghindari wabah penyakit itu mengalami udzhur syar'i atau segala halangan sesuai kaidah syariat Islam yang menyebabkan seseorang boleh untuk tidak melakukan kewajiban atau boleh menggantikan kewajiban itu dengan kewajiban lain. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit, maka itu menjadi udzhur untuk tidak Jumatan (salat Jumat)," demikian keterangan Asrorun, Kamis (2/4) malam seperti dikutip dari Antara.Sementara, pria muslim yang meninggalkan salat Jumat karena meremehkan atau mengingkari kewajiban Jumat tiga kali berturut-turut sebagaimana dinukil dari hadis sahih bisa dikategorikan kafir. Mungkin pria muslim itu meyakini kewajiban Jumat, kata Asrorun, tapi tidak melakukannya sebab malas tanpa adanya udzhur syar'i. "Jika tidak Jumatan tiga kali berturut tanpa udzhur, Allah juga mengunci mati hatinya," kata dia.Sebelumnya, MUI Pusat telah mengeluarkan fatwa bagi seseorang yang berada di kawasan yang potensi penularan wabah Covid-19 tinggi atau sangat tinggi, dibolehkan mengganti salat Jumat dengan salat zuhur di rumah.Fatwa itu dikeluarkan karena hingga kini pandemi Covid-19 masih belum bisa dikendalikan karena potensi penularan dan tingkat risiko penyebarannya masih tinggi. Termasuk udzhur juga, apabila yang dibolehkan meninggalkan salat Jumat dan jemaah karena takut terkena penyakit," kata Asrorun merujuk pada kitab-kitab tersebut.Oleh karena itu, kata dia, dapat disimpulkan bahwa kondisi wabah Covid-19 menjadikan udzhur bagi pria muslim untuk tidak Jumatan. Kewajibannya adalah mengganti dengan shalat zuhur," kata Asrorun.Selain sakit, ada beberapa udzhur syar'i lain yang dibolehkan meninggalkan Jumat.
Beberapa di antaranya hujan deras yang menghalangi menuju masjid, lalu karena adanya kekhawatiran akan keselamatan diri, keluarga, atau harta. [diperpanjang] sampai 19 April," kata Kepala Bagian Humas Masjid Istiqlal, Abu Hurairah kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/3) malam.Pengurus Masjid Istiqlal sendiri sudah tak menggelar ibadah salat Jumat selama dua pekan sebelumnya yakni pada 19 Maret 2020 dan 26 Maret 2020 lalu. Keputusan itu berdasarkan instruksi dari Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar, yang merujuk kepada Keputusan Gubernur DKI Jakarta untuk menekan penularan virus corona.Diketahui pula sejak penularan Covid-19 meluas, dari yang semula episentrum di Jakarta, tempat-tempat ibadah berbagai agama di Indonesia pun ditutup sehingga para jemaah atau umat agama tersebut dianjurkan melaksanakan ibadah di rumah masing-masing.
Salah satu tindakan preventif adalah mengganti Sholat Jumat dengan dzuhur sesuai fatma MUI atau Majelis Ulama Indonesia. Salah satunya ulama KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, yang menyerukan para muslim untuk lebih memahami dan mengikuti fatwa MUI.
Bukan karena ragu atas janji Allah SWT tapi tanggung jawab kita bersama untuk menutup setiap celah penyebaran virus," kata Aa Gym dalam video yang diterima detikcom. Dengan keyakinan tersebut, maka muslim tidak perlu ragu mengikuti fatwa MUI untuk meninggalkan Sholat Jumat dan beribadah di rumah sendiri.
Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanū iżā nụdiya liṣ-ṣalāti miy yaumil-jumu'ati fas'au ilā żikrillāhi wa żarul baī', żālikum khairul lakum ing kuntum ta'lamụn. Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Dengan mempertimbangkan syarat dan kondisi saat ini, maka muslim tak perlu ragu mengikuti fatwa MUI terkait Sholat Jumat.
Tidak ada dalil khusus yang melarang wanita sholat Jumat. Lalu, kapan waktu zhuhur bagi wanita di hari Jumat?
Dalam sebuah hadist riwayat Muslim dijelaskan, “Waktu zhuhur dimulai saat matahari tergelincir ke barat (waktu zawal) hingga bayangan seseorang sama dengan tingginya dan selama belum masuk waktu ashar.”. BACA JUGA: 3 Waktu Dikabulkannya Doa pada Hari Jumat.
Pada riwayat lainnya, Imam Muslim juga menegaskan, “Nabi Muhammad SAW pernah sholat zhuhur ketika matahari telah tergelincir ke barat (waktu zawal).”. Sebagaimana dijelaskan pada dua riwayat di atas, maka masuknya waktu zhuhur adalah saat matahari tergelincir ke arah barat dan Rasulullah pun mendirikan sholat zhuhur tepat di waktu awalnya. Tidak ada penjelasan dari Rasulullah tentang pengecualian bagi para wanita di hari Jumat. Karena itu, masuknya waktu zhuhur bagi wanita pada hari Jumat adalah sama, yaitu saat adzan dikumandangkan atau tergelincirnya matahari ke arah Barat.
Sehingga pelaksanaan ibadah zhuhur pun tidak perlu menunggu selesainya jamaah Jumat. BACA JUGA: Naskah Khutbah Jumat: Terlarang Berputus Asa.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh mengatakan, pria Muslim yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat tiga kali berturut-turut kala wabah Covid-19 tidak digolongkan kafir asalkan dia menggantinya dengan melaksanakan shalat Zhuhur di rumah. Ia menjelaskan bahwa alasan pria Muslim yang tidak shalat Jumat itu untuk menghindari wabah penyakit. Nah, dalam kondisi ketika berkumpul dan berkerumun itu diduga kuat akan terkena wabah atau menularkan penyakit maka itu menjadi uzur untuk tidak jumatan (shalat Jumat)," kata Sholeh berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (2/4) malam. "Perlu disampaikan bahwa hadis yang menyatakan kalau tidak shalat Jumat selama tiga kali berturut-turut dihukumi kafir itu jika mereka ingkar pada kewajiban shalat Jumat," kata dosen pascasarjana Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
"Jika (lelaki Muslim) tidak jumatan tiga kali berturut tanpa uzur, Allah juga mengunci mati hatinya," kata Sholeh. "Hal itu tidak ada perbedaan pandangan di kalangan ulama, termasuk uzur juga, apabila yang dibolehkan meninggalkan shalat Jumat dan jamaah karena takut terkena penyakit," kata Sholeh berdasarkan kitab-kitab tersebut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kondisi wabah Covid-19 menjadikan uzur bagi pria Muslim untuk tidak jumatan.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Umat Islam masih banyak yang galau tentang pelaksanaan ibadah sholat di tengah situasi Covid-19. “Hari ini adalah Jumat keempat yang ditiadakan, dan diganti dengan Zhuhur. Khawatir dikunci hatinya dan tergolong munafik,” ujar Direktur Pusat Studi Alquran (PSQ) Jakarta Muchlis M Hanafi dalam artikelnya yang diterima Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Ketika dalam pelaksanaannya mendatangkan mudarat, kekhawatiran atas terjadinya bahaya harus didahulukan. “Oleh karenanya, mencegah orang untuk berkumpul di masjid adalah tindakan yang dibenarkan secara agama,” katanya.
Menurut Muchlis, jika pemerintah melarang untuk berkerumunan di tengah Covid-19, seluruh masyarakat harus mematuhi larangan tersebut dan menghentikan kerumunan massa, termasuk pelaksanaan sholat Jumat dan sholat berjamaah. Kendati demikian, Muchlis mempersilakan masyarakat yang masih bersikukuh melaksanakan sholat Jumat di tengah situasi Covid-19, asalkan selalu menjaga diri dan tetap waspada terhadap penyebaran virus Covid-19.
Yang ingin menggantinya dengan Zhuhur, silakan, dan jangan khawatir iman Anda dinilai lemah. Dia pun menukilkan, Rasulllah SAW pernah memperbolehkan meninggalkan sholat Jumat karena uzur antara lain hujan yang sangat deras dikhawatirkan terjadi mudarat.
“Maka, pertimbangan keselamatan saat pandemi Covid-19 tentu lebih kuat,” ujar dia.
Suara.com - Pandemi Covid-19 telah memunculkan kebiasaan baru di masyarakat untuk mencegah penyebarannya, termasuk dalam hal beribadah bersama. Aturan ini berlaku juga untuk pelaksanaan sholat jumat berjamaah di masjid.
Baca Juga: Ketum MUI Miftachul Akhyar Ingatkan Tanggung Jawab Ulama kepada Umat. Pertama, jika penyebaran Covid-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, maka umat Islam tidak boleh menyelenggarakan sholat Jumat di kawasan tersebut sampai keadaan menjadi normal kembali. Kedua, jika penyebaran Covid-19 terkendali, maka umat Islam wajib menyelenggarakan sholat Jumat. Tentunya, jika tidak ada halangan dalam artian daerah Anda termasuk aman dengan resiko penyebaran covid-19 sesuai ketentuan pemerintah, maka sholat Jumat berjamaah di masjid dapat dilakukan.
Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM kembali diperpanjang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto pada Senin (9/8/2021) lalu mengungkapkan bahwa PPKM Level 4 di Pulau Jawa-Bali diperpanjang hingga 16 Agustus 2021, sementara PPKM wilayah luar Jawa-Bali diperpanjang selama dua pekan hingga 23 Agustus 2021.
Meski PPKM masih diberlakukan, kegiatan di rumah ibadah seperti masjid tak sepenuhnya dilarang. Dalam perpanjangan mulai 10 Agustus, kabupaten kota di wilayah PPKM level 4 dapat melakukan ibadah dengan kapasitas maksimum 25 persen atau maksimal 20 orang.
Hal tersebut mencakup seluruh kegiatan di rumah ibadah seperti masjid termasuk shalat jumat. Namun, baik pengurus/pengelola tempat ibadah maupun jamaah diharuskan tetap melakukan protokol kesehatan dengan ketat.