Apa Hukum Melaksanakan Shalat Ghaib Dan Bagaimana Caranya. Shalat ghaib bertujuan untuk memberikan doa kepada sesama Islam yang telah meninggal dunia. Shalat ghaib pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya ketika Raja Najasyi meninggal dunia. Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi imam karena Allah ta'ala.”.
Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi imam karena Allah ta'ala.". Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi makmum karena Allah ta'ala.”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir menjadi makmum karena Allah ta'ala.”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib sebagai imam atas mayit yang disholati dengan empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah ta'ala”. Artinya, “Saya niat sholat ghaib sebagai makmum atas mayit yang disholati dengan empat kali takbir fardhu kifayah karena Allah ta'ala”.
Hal yang membedakannya, yaitu tata cara sholat gaib dilaksanakan tanpa adanya fisik dari jenazah. Tentunya, berbeda dengan sholat jenazah yang langsung dilakukan di depan mayit. Sesuai ajaran agama Islam, sholat sunah yang hukumnya fardu kifayah itu dikerjakan bila memang terkendala masalah jarak maupun ada kondisi tertentu.
Misalnya, jenazah hilang ataupun terpapar virus berbahaya atau pandemi. Kondisi seperti itu akhirnya akan menyebabkan tidak bisa melayat serta melakukan sholat jenazah secara langsung.
Sejatinya, sholat gaib sudah pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah. Ketika itu, Rasulullah beserta para sahabatnya di Madinah, lantas mengerjakan sholat gaib. Ada hadis yang menguatkan perihal tata cara sholat gaib tersebut. Ini seperti diriwayatkan HR Bukhari, yaitu "Rasulullah SAW mengabarkan kematian An-Najasyi pada hari kematiannya.
Simak ulasan lebih dalam lagi mengenai tata cara sholat gaib yang benar, fungsi, serta tujuannya, yang dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (29/6/2021).
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan), sesungguhnya Nabi saw pernah shalat atas suatu kubur sesudah tiga hari kemudian [HR. Berdasarkan hadits-hadits di atas, dapat dipahami bahwa seseorang boleh melakukan shalat jenazah baik orang yang meninggal itu sudah dikubur atau sesudah beberapa hari dari kematiannya seperti tiga hari atau satu bulan.
Hal yang membedakan yakni tanpa ada kehadiran si mayit. Usholli 'alal mayyiti (sebutkan nama mayit) ghooibi arba'a takbirootin fardhu kifaayati lillahi ta'aala.
Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir karena Allah ta'ala.”. Usholli 'alal mayyitati (sebutkan nama mayit) ghooibati arba'a takbirootin fardhu kifaayati lillahi ta'aala.
Saya niat sholat ghaib atas mayit (nama jenazah) dengan empat kali takbir karena Allah ta'ala.”. Usholli 'alal mayyitati/mayyitati (sebutkan nama mayit) ghooibi/ ghooibati arba'a takbirootin fardhu kifaayati lillahi ta'aala.
Seperti yang diketahui shalat ghaib memiliki empat takbir. Dalam setiap selesai membaca empat takbir itu, ada doa yang harus dibaca.
Hingga hari Senin (23/3/2020), infeksi virus corona telah mencapai 579 kasus dengan 30 berhasil sembuh dan 49 meninggal dunia. Selain itu, umat Islam bisa membaca doa qunut nazilah di setiap shalat fardhu agar terhindar dari wabah dan berdoa agar wabah segera sirna," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI atau Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am Sholeh, dalam pesan pendek yang diterima detikcom.
Dikutip dari situs As-Sunnah Foundation of America, ulama sebetulnya beda pendapat terkait hukum sholat ghaib. Jenazah tersebut memiliki jasa yang besar selama hidup terhadap agama atau aspek kehidupan lainnya. Dalam hadits dikatakan, Nabi Muhammad SAW sempat melaksanakan sholat ghaib untuk Raja Negus yang menguasai wilayah Abyssinia. Selain punya jasa besar, An-Najashi kemungkinan meninggal tidak dikelilingi kaum mulim sehingga tak ada yang menyolatinya.
Artinya: Aku niat sholat atas mayit (nama) empat kali takbir fardu kifayah karena Allah Ta'ala. Arab latin: Usholli ala man sholla alaihi arba'a takbiroti fardhol kifayati (makmuman) lillahi ta'ala.
Artinya: Aku sholat ghoib atas mayyit yang disholati imam empat kali takbir fardu kifayah makmum karena Allah Ta'ala.
JAKARTA, iNews.id - Hukum sholat ghoib sendirian menurut para fuqaha atau ulama fikih dari kalangan Asy-Syafi`iyah dan Al-Hanabilah adalah sunnah dan masyru'iyah atau disyariatkan. Sholat ghoib ini boleh dilakukan sendirian maupun berjamaah. Adapun beberapa dalil yang dijadikan dasar membolehkan sholat ghoib yakni seperti hadits berikut,. Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan), bahwa Nabi saw telah memberitahukan kematian Najasyi pada hari kematiannya, beliau (Nabi) keluar (bersama sahabat) ke tempat shalat, lalu beliau atur shaf mereka dan bertakbir empat kali [HR. Kedua hadits tersebut menjelaskan bahwa Nabi saw telah shalat jenazah untuk Najasyi tidak di hadapan jenazahnya secara langsung (ghaib). Najasyi adalah gelar untuk Raja Habasyah yang bernama ash-Shamah.
Pakar Fikih, Ustaz Ahmad Sarwat mengatakan, mazhab Syafi'i pun membolehkan sholat ghoib untuk jenazah yang jaraknya tidak terlalu jauh, sehingga posisi jenazah tidak harus berada di luar negeri.
TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini penjelasan mengenai apa itu shalat ghaib atau salat goib. Dalam artikel ini juga terdapat bacaan niat serta tata cara shalat Ghaib atau Solat Goib.
Baca juga: Bacaan Niat dan Doa setelah Sholat Istikharah, Lengkap dengan Tulisan Arab, Latin, serta Artinya. Berikut ini adalah bacaan niat Sholat Gaib untuk jenazah umat Islam:. Ushalli ‘alāl mayyitil ghā’ibi arba‘a takbīrātin fardha kifāyatin lillāhi ta‘ālā.
Membincang shalat Ghaib mengingatkan kisah kematian Raja Najasyi, Ashhamah bin Abjar, sang penguasa negeri Habasyah (sekarang Etiopia). Sebenarnya, bukan hanya untuk Raja Najasyi itu Nabi Saw melakukan shalat Ghaib, tetapi juga kepada tiga sahabat lainnya. Hal ini dikarenakan dalil Nabi saw shalat Ghaib atas Raja Najasyi adalah hadits shahih, bahkan disepakati oleh Imam al-Bukhari dan Muslim. Syekh al-Adhim al-Abdi mengatakan: “Hadistnya tergolong hadits mursal, sedangkan al-Waqidi adalah perawi yang sangat lemah.” (Syamsul Haqq al-Adhim al-Abdi, Aunul Ma’bûd Syarhu Sunan Abi Dawûd, juz IX, halaman 21). Dari sini dapat disimpulkan, bahwa satu-satunya dalil yang layak menjadi sumber hukum shalat Ghaib adalah hadits tentang Raja Najasyi. Untuk niatnya, dapat diklasifikasi tergantung jenis kelamin, jumlah jenazah dan status mushalli-nya apakah menjadi imam, makmum, atau shalat sendiri.
Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”. Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”.
Karena itu, jika masih berada dalam daerah, walaupun jauh dan tak sulit dijangkau, maka tidak sah melakukan shalat Ghaib. Demikian pula kalau jenazahnya berada di batas daerah, dan kita dekat dengan tempat tersebut, maka tidak sah melakukan shalat Ghaib.