Manfaat Sedekah Bagi Yang Telah Meninggal Dunia. Dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.". Dr H Abdul Majid Khon dalam bukunya "Hadis Tarbawi Hadis-Hadis Pendidikan", menjelaskan Rasulullah SAW memberikan pelajaran tentang perlunya manusia mencari amal yang berkualitas, kekal dan bermanfaat baik selama di dunia maupun setelah meninggal dunia.
Kualitas amal itu tidak terputus pahalanya sekalipun dia telah meninggal dunia, selama amalnya masih dimanfaatkan oleh manusia. Misalnya bersedekah sajadah, karpet, bahan bangunan untuk masjid, mushala, madrasah dan pesantren. Menurutnya berbeda dengan sedekah makanan dan minuman sekali dimanfaatkan menjadi habis.
Sedekah jariyah atau wakaf seperti di atas sekalipun orang yang bersedekah telah meninggal dunia pahalanya tetap mengalir kepadanya selama benda-benda tersebut masih dapat dimanfaatkan manusia. Menurut Ibn Hajar Al Makki maksud saleh di sini adalah anak yang beriman kepada Allah.
Di antara tanda kesalehan anak adalah mau mendoakan kepada orang tua.
Ada banyak hadis tentang fadhillah bersedekah , namun di sini kita akan mengulas sedekah kepada orang yang sudah wafat.Apakah pahala sedekah sampai kepada orang yang sudah meninggal dan sedekah apa paling manfaat? Menurut Al- Habib Zein bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya jawab akidah ahlussunnah wal jama'ah, sedekah kepada orang yang wafat pahalanya sampai sebagaimana dalil hadis shahih berikut:Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, sesungguhnya ayahku telah meninggal dan tidak meninggalkan pesan. Imam Muslim)Kemudian, sedekah apakah yang paling manfaat kepada orang yang sudah meninggal?
Berikut pesan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:Dari Sa'ad radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya ia berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: "Ya Nabi Allah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan aku mengetahui, andaikata ia hidup maka pasti bersedekah . ""Di dalam hadis di atas terdapat dalil bahwa manfaat kurban yang dilakukan Nabi صلى الله عليه وسلم dapat diperoleh oleh umat Islam, baik yang hidup atau yang telah meninggal dunia.
Orang yang membuat sumur selagi ada orang yang menggunakannya.5.
Jika diistilahkan dari artinya, wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum tanpa mengurangi nilai harga. Tujuan wakaf selain untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, juga mendapatkan pahala yang terus mengalir meskipun kita telah meninggal dunia karena manfaatnya bisa dirasakan banyak orang lain dan bersifat kekal. Wakaf jenis ini yang paling umum adalah pemanfaatan tanah untuk pembangunan tempat ibadah. 41 tahun 2004 menyebutkan bahwa pemakaian wakaf harus sesuai dengan tujuan yang telah disepakati, misalnya untuk mendirikan bangunan tempat ibadah, atau kepentingan lain yang berhubungan dengan ibadah atau kepentingan agama.
Selain untuk pengelolaan uang dan harta, ada beberapa manfaat yang dapat diambil jika kita berwakaf. Amalan wakaf tidak dapat terputus meski sudah meninggal dunia, jika dikelola terus menerus.
Wakaf banyak digunakan untuk mendirikan sarana seperti sekolah, yayasan pendidikan, asrama, dan fasilitas umum lain.
"Bersedekah untuk orang yang sudah meninggal dunia itu boleh dan alasannya jelas," kata Kiai Imam menanggapi bolehkah sedekah pohon atas nama orang yang sudah meninggal dunia. Bila doa itu sampai kepadanya, maka mereka lebih senang atas doa tersebut daripada dunia seisinya.
Lebih lanjut Kiai Imam menjelaskan, keberadaan orang mati dalam kubur itu seperti orang yang tenggelam dan sedang meminta tolong. "Kami berkomitmen ada 14 pesantren di 14 kecamatan di Way Kanan yang membutuhkan pendampingan ekonomi bisa menerima manfaat dari gerakan sedekah terbuka dan bersama ini," ujar Ketua Alumni Sanlat BPUN PC GP Ansor Way Kanan 2016 ini menambahkan.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”. Ahmad bin Muhammad al-Sawi al-Maliki dalam karyanya Hasyiyah al-Sawi ‘ala al-Jalalain ketika menafsirkan ayat tersebut menyatakan bahwa pembatasan (al-hasr) ma’na dalam ayat ini menjadi musykil lantaran adanya ayat 21 dari surah al-tur di atas, juga adanya hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Hurairah ra :.
“Apabila manusia mati maka amalnya terputus kecuali meninggalkan tiga hal : sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang senantiasa mendoakannya.”. Beliau juga menyitir pernyataan Taqiy al-Din Abu al-‘Abbas Ahmad bin Taimiyah yang mengatakan :.
“Barangsiapa yang meyakini bahwa manusia tidak bisa mengambil manfaat kecuali dengan amalnya sendiri, maka dia telah merusak ijma’ dan yang demikian itu batal ditinjau dari berbagai alasan.”. Kemudian al-Sawi menjelaskan penafsiran ayat di atas antara lain bahwa yang dimaksud al-insan adalah manusia yang kafir, atau boleh jadi ayat di atas menceriterakan tentang lembaran (suhuf) nabi Musa dan nabi Ibrahim, bukan berbicara tentang syari’at kita. ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Bagdadi yang dikenal dengan nama al-Khazin dalam karyanya Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil antara lain menyatakan bahwa ayat dalam surah al-Najm (53) : 39 itu dihapus hukumnya dengan surah al-Tur (52): 21. Pendapat lain menyatakan bahwa seseorang tidak mendapatkan kecuali sesuai hasil usahanya itu ditinjau dari keadilan Allah SWT.
Sedangkan bila ditinjau dari anugerah Allah SWT maka boleh saja Dia tambahkan seseorang sesuai yang dikehendakinya. Sementara itu Abu al-Fida’ Isma’il ibnu Kasir dalam karyanya Tafsir Ibni Kasir antara lain mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidak akan dibebani dosa orang lain, dia pun tidak akan memperoleh pahala kecuali apa yang ia usahakan untuk dirinya. Adapun isi hadis tentang tiga hal yang akan mengalir, sesungguhnya itupun termasuk hasil usahanya, kerja kerasnya dan amalnya (ketika di dunia).
Lalu beliau menyitir satu hadis riwayat Ahmad, abu Dawud, al-Tirmizi dan al-Nasa’i dari ‘Aisyah ra. “Wahai Rasulallah : “Sesungguhnya ibuku telah meninggal secara mendadak sehingga tidak berwasiat. Aku menduga bila ia bisa berbicara tentu akan bersedekah. “Barangsiapa meninggal dunia masih hutang puasa maka walinya supaya berpuasa untuknya.” (HR.
Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, sedangkan dia hutang puasa sebulan. : “Seandainya ibumu mempunyai hutang (kepada manusia), bukankah engkau yang akan membayarnya?” Orang itu menjawab : “Ya.” Nabi bersabda : “Hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dilunasi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Abu Hanifah berkata : “Dengan memberi makan (fidyah) untuk si mayit bukan dengan berpuasa untuknya.” Pendapat ini didasarkan hadis riwayat Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas ra. “Apabila seseorang sakit di bulan Ramadhan kemudian meninggal dunia dan tidak berwasiat, maka diberikan makan untuknya bukan qadha. menceriterakan bahwa ada seorang perempuan dari qabilah Juhainah datang menghadap Nabi saw. Bukankah seandainya ibumu mempunyai hutang, engkau yang wajib melunasinya? tentang ayahnya yang telah meninggal dunia tetapi belum sempat berhaji. “Wahai Rasulallah, sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan ibadah haji kepada hamba-Nya.
Ulama telah sepakat (ijma’) bahwa melunasi hutang akan menggugurkan tanggungan mayit walaupun dari orang lain (bukan ahli warisnya) dan bukan dari harta peninggalannya.
Amal jariyah menjadi amalan seseorang yang tidak akan terputus pahalanya meski ia telah meninggal. “Nasehat yang paling mengena adalah nasihat kematian, merenungkan kematian. Ustadz Amir menyatakan agar segala urusan dunia tidak membuat seseorang lalai akan akhirat.
Harta yang telah dikumpulkan tidak akan menyelamatkan seseorang dari siksaan-Nya, kecuali tiga amalan yang berkualitas, kekal, dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Ustadz Amir mencontohkan sedekah yang pahalanya terus mengalir seperti amal wakaf yakni menyedekahkan suatu benda yang bermanfaat karena Allah. Benda tersebut memiliki sifat tidak habis dan tidak berkurang meski dimanfaatkan berkali-kali. Jika ilmu yang telah diajarkan lalu diajarkan lagi kepada orang lain maka ia akan mendapat pahala yang berlipat-lipat meski ia telah meninggal.
Salah satunya adalah amal jariyah sesuai dengan bunyi sabda Rasulullah SAW yang diceritakan dari Abu Hurairah berikut,. Perkara-perkara ini bisa dilakukan oleh para keluarga, teman, atau kerabat yang masih hidup untuk meringankan beban sang mayit. "Barangsiapa meninggal dan mempunyai tanggungan hutang puasa, maka walinya berpuasa untuknya," (HR Bukhari). Pengerjaan puasa juga dapat dilakukan oleh orang yang bukan berasal dari wali mayit. Dengan catatan, orang yang hendak menggantikan puasa harus mendapatkan izin dari wali mayit. Hal ini didasarkan pada salah satu sabda Rasulullah SAW yang dikisahkan dari sahabat Anas ibn Malik RA, ia berkata,.
Kemudian Rasulullah bersabda, "Haji itu adalah hutangnya, maka tunaikanlah," (HR al Bazhar dan at Thabrani). Lalu, Sa'd ibn 'Ubadah berkata, "Jika demikian maka aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kebuku yang sedang berbuah itu adalah sedekah atas dirinya," (HR Bukhari). Lalu, salah seorang dari mereka, Abu Qatadah, berkata, "Wahai Rasulullah, dua dinar tersebut aku siap menanggungnya,".
Kemudian, Rasulullah berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggunganmu, dan dalam hartamu, serta mayit ini terbebas dari keduanya," yang dilanjutkan dengan menyolatkan jenazah tersebut.