Hukum Sedekah Untuk Si Mati. Sedekah yang dikeluarkan seorang anak untuk salah satu atau untuk kedua orang tuanya yang telah meninggal dunia, maka pahalanya akan sampai kepada keduanya. Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan oleh seseorang adalah dari hasil usahanya sendiri, dan sesungguhnya anaknya adalah hasil usahanya. Apa yang ditunjukkan oleh ayat al-Qur`ân dan hadits di atas diperkuat lagi oleh beberapa hadits yang secara khusus membahas tentang sampainya manfaat amal shalih sang anak kepada orang tua yang telah meninggal, seperti sedekah, puasa, memerdekakan budak, dan lain-lain semisalnya. Bahwasanya ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , “Sesungguhnya ibuku meninggal dunia secara tiba-tiba (dan tidak memberikan wasiat), dan aku mengira jika ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah, maka apakah ia memperoleh pahala jika aku bersedekah atas namanya (dan aku pun mendapatkan pahala)?
Dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma :. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :. Apakah (Allâh) akan menghapuskan (kesalahan)nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”[5]. Tetapi, di dalam hadits tersebut hanya menjelaskan sampainya sedekah anak kepada kedua orang tuanya. Dan telah ditetapkan pula bahwa seorang anak itu merupakan hasil usahanya sehingga tidak perlu lagi mendakwa ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut. Sedangkan yang selain dari anak, maka menurut zhahir ayat-ayat al-Qur`ân, pahalanya tidak akan sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia.
Syaikh al-Albani rahimahullah mengomentari pernyataan di atas dengan berkata, “Inilah pemahaman yang benar yang sesuai dengan tuntutan kaidah-kaidah ilmiah, yaitu bahwa ayat al-Qur`ân di atas tetap dengan keumumannya, sedangkan pahala sedekah dan lain-lainnya tetap sampai dari seorang anak kepada kedua orang tuanya, karena ia (anak) hasil dari usahanya, berbeda dengan selain anak…”[7]. Dari ayat ini Imam asy-Syafi’i dan orang (para ulama) yang mengikuti beliau beristinbat (mengambil dalil) bahwa mengirimkan pahala bacaan al-Qur`ân tidak sampai kepada si mayit karena yang demikian bukanlah amal dan usaha mereka.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menyunnahkan ummatnya (mengirimkan pahala bacaan al-Qur`ân kepada mayyit) dan tidak pernah mengajarkan kepada mereka dengan satu nash yang sah dan tidak pula dengan isyarat. Shahîh, HR Ahmad (VI/41, 126, 162, 173, 193, 201, 202, 220), Abu Dawud (no.
2137), dan al-Hakim (II/46). Shahîh, HR al-Bukhari (no.
2717), dan al-Baihaqi (IV/62; VI/277-278). Juga Ibnu Majah dimana tambahan kedua miliknya, sedangkan tambahan pertama milik Muslim.”.
669), an-Nasa-i (VI/252-253), dan al-Baihaqi (VI/ 278). HR Muslim (no.
Syukran وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته Jawapan 1) jika kita bersedekah dgn nama org yg sudah meninggal dunia maka sedekah itu diterima manakala ke atas kita pun sama.. Antara dalilnya seperti berikut : - BERDOA@ BERSEDEKAH untuk si mati adalah perkara yang telah Dijma' oleh ulama, tanpa berlaku sedikit pun perselisihan. Andai kata ada ulama yang berpendapat BERDOA kepada si mati tidak sampai maka org tetsebut telah SESAT, kerana ia menyalahi AL-QURAN dan ASSUNNAH.
Adapun doa dan sedekah, maka pada yang demekian ulama telah sepakat atas sampainya pahala keduanya kepada si mati, dan telah ada nas-nas dari syara' atas keduanya. [ HR Muslim no.963 (85) ] -,Banyak sekali dalil-dalil dari AL-QURAN dan ASSUNAH yang menyebut BERDOA(bersedekah) untuk si mati adalah DIGALAKKAN oleh syara', antranya :.
Amal jariyah menjadi amalan seseorang yang tidak akan terputus pahalanya meski ia telah meninggal. “Nasehat yang paling mengena adalah nasihat kematian, merenungkan kematian. Ustadz Amir menyatakan agar segala urusan dunia tidak membuat seseorang lalai akan akhirat.
Harta yang telah dikumpulkan tidak akan menyelamatkan seseorang dari siksaan-Nya, kecuali tiga amalan yang berkualitas, kekal, dan bermanfaat untuk dunia dan akhirat. Ustadz Amir mencontohkan sedekah yang pahalanya terus mengalir seperti amal wakaf yakni menyedekahkan suatu benda yang bermanfaat karena Allah.
Benda tersebut memiliki sifat tidak habis dan tidak berkurang meski dimanfaatkan berkali-kali. Jika ilmu yang telah diajarkan lalu diajarkan lagi kepada orang lain maka ia akan mendapat pahala yang berlipat-lipat meski ia telah meninggal.
Sejumlah riwayat menyebut tentang sedekah untuk orang yang wafat. Nabi SAW melakukan penyembelihan hewan dan menyedekahkannya untuk Khadijah setelah wafatnya (HR Muslim No 4464).
Syekh Shalih al-Fauzan berkata: "Secara watak ini adalah sedekah.". Dari Aisyah bahwa ada seseorang yang datang kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam dan ia berkata: "Ibu saya wafat mendadak dan tidak berwasiat.
Ada banyak hadis tentang fadhillah bersedekah , namun di sini kita akan mengulas sedekah kepada orang yang sudah wafat.Apakah pahala sedekah sampai kepada orang yang sudah meninggal dan sedekah apa paling manfaat? Menurut Al- Habib Zein bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya jawab akidah ahlussunnah wal jama'ah, sedekah kepada orang yang wafat pahalanya sampai sebagaimana dalil hadis shahih berikut:Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, sesungguhnya ayahku telah meninggal dan tidak meninggalkan pesan.
Imam Muslim)Kemudian, sedekah apakah yang paling manfaat kepada orang yang sudah meninggal? Berikut pesan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:Dari Sa'ad radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya ia berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: "Ya Nabi Allah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan aku mengetahui, andaikata ia hidup maka pasti bersedekah . ""Di dalam hadis di atas terdapat dalil bahwa manfaat kurban yang dilakukan Nabi صلى الله عليه وسلم dapat diperoleh oleh umat Islam, baik yang hidup atau yang telah meninggal dunia.
Orang yang membuat sumur selagi ada orang yang menggunakannya.5.
Meskipun, mazhab Malikiyah mensyaratkan adanya wasiat sehingga kalau yang meninggal itu mewasiatkan, baru kemudian kita wajib melaksanakan kurban tersebut. Namun, jumhur ulama berpendapat bahwa justru perbuatan itu merupakan bentuk kebaikan, tetapi mereka tidak menyampaikan dalil secara spesifik. Dalam hadits itu, disebutkan bahwa Rasulullah SAW datang membawa hewan untuk disembelih, lalu diletakkan di tempat penyembelihan, kemudian beliau menyembelihnya. "Maka dari situ menunjukkan bahwa orang yang sudah meninggal boleh kita sembelihkan hewan kurban untuk kebaikan mayit," tutur dosen tetap di pascasarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor itu.
Bahkan ulama dari mazhab Hanabilah, lanjut Ustadz Hari, menyampaikan berkurban atas nama orang yang sudah meninggal itu lebih utama. Sedangkan jika untuk orang yang masih hidup, maka itu bentuk kebaikan kepada sesama manusia," terang Ustadz Hari.
Suatu ketika Abu Burdah menyampaikan kepada Rasul bahwa ia telah menyembelih kurban atas nama anaknya.