Hukum Sedekah Untuk Orang Yang Sudah Meninggal. BANGKAPOS.COM - Bersedekah menjadi satu amalan baik yang sangat dianjurkan Rasulullah SAW dan disukai Allah SWT. Namun bagaimana hukum dan pahala bila bersedekah atas nama orang yang sudah meninggal? Penceramah, Ustaz Yuda Abdurahman menjelaskan terkait hal tersebut. Dijelaskan oleh Ustaz Yuda bahwa di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,. Baca juga: Bacaan Niat Puasa Senin Kamis untuk Mengabulkan Cita-cita. Dalam hadis yang lain, dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah.
“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR.
"Jika seorang manusia meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara.". Sedekah Bagi Orangtua yang Sudah Meninggal, Pahala Tak Terputus, Buya Yahya Sarankan Ini. Niat utama saat bersedekah adalah memberikan seluruh pahala sedekah kepada orang tua yang telah meninggal. Dengan begitu, orang tua yang telah meninggal tetap akan mendapatkan pahala sedekah.
"Jika seorang manusia meninggal, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara. Baca Juga: Amalan untuk Melunasi Hutang Menurut Syekh Ali Jaber. Dalam kisah Syeikh Ibnu Utsaimin saat ditanya oleh pemuda apakah ia boleh bersedekah dengan mengatasnamakan ayah atau ibunya yang sudah lama meninggal dunia. Di sebuah majelis ilmu, Buya Yahya menyatakan bahwa sedekah untuk pondok pesantren menjadi sedekah terbaik yang dapat mendatangkan amal jariyah karena pondok pesantren merupakan tempat dimana orang belajar agama.
Sedekah kepada pondok pesantren dapat mendatangkan banyak kebaikan dari Allah SWT terlebih menyedekahkan warisan orang tua yang sudah meninggal. Baca Juga: Amalan Agar Rezeki Lancar Menurut Syekh Ali Jaber.
Salah satunya adalah amal jariyah sesuai dengan bunyi sabda Rasulullah SAW yang diceritakan dari Abu Hurairah berikut,. Perkara-perkara ini bisa dilakukan oleh para keluarga, teman, atau kerabat yang masih hidup untuk meringankan beban sang mayit. Hal ini didasarkan pada salah satu sabda Rasulullah SAW yang dikisahkan dari sahabat Anas ibn Malik RA, ia berkata,. Lalu, Sa'd ibn 'Ubadah berkata, "Jika demikian maka aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kebuku yang sedang berbuah itu adalah sedekah atas dirinya," (HR Bukhari).
Lalu, salah seorang dari mereka, Abu Qatadah, berkata, "Wahai Rasulullah, dua dinar tersebut aku siap menanggungnya,". Kemudian, Rasulullah berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggunganmu, dan dalam hartamu, serta mayit ini terbebas dari keduanya," yang dilanjutkan dengan menyolatkan jenazah tersebut.
Berhubung keterbatasan ilmu dalam mencari kebenaran terutama masalah agama Islam saya mohon bantuan kiranya Bapak dapat menjelaskan:. Dalam buku berjudul “Pilihan Hadits Politik, Ekonomi Dan Sosial” yang disusun oleh S. Ziyad ‘Abbas terbitan Pustaka Panji Mas Jakarta 1991 halaman 291 s.d. Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya? Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum berwasiat. Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” [QS. Pada umumnya, sebagaimana dinyatakan dalam surat an-Najm (53) ayat 39, seorang manusia itu tidak memperoleh pahala dari Allah selain apa yang telah diusahakannya/dikerjakannya sebelum dia meninggal dunia.
Sebagian ulama menambahkan, bahwa kemauan anak untuk bersedekah atas nama orang tuanya itu termasuk hasil usahanya mendidik anak tersebut ketika masih di dunia dahulu, sehingga layak jika sedekahnya itu sampai kepadanya. Dan masalah sedekah atas nama orang tua yang telah meninggal itu –karena ada dalil atau sandaran hukumnya– bukan termasuk perkara bid’ah.
Apakah (Allâh) akan menghapuskan (kesalahan)nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”[5]. Dan telah ditetapkan pula bahwa seorang anak itu merupakan hasil usahanya sehingga tidak perlu lagi mendakwa ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut. Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseorang (tidak dapat dipindahkan/dikirimkan) kepada orang lain, kecuali apa yang didapat dari hasil usahanya sendiri. Tentang bab amal-amal qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya dibolehkan berdasarkan nash (dalil/contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat.”[8]. 217), “Redaksi ini milik al-Bukhari di salah satu dari dua riwayatnya, tambahan yang terakhir adalah miliknya dalam riwayat lain.
Alam dunia hanya tinggal kenangan semata, rangkaian peristiwa yang selama hidup terukir saat itu pula berakhir. Artinya: dari Abi Hurairah ra, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, illmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendo’akannya.”. Hadist berikut ini diriwayatkan oleh imam Muslim dalam shahihnya berdasarkan riwayat Ibnu Abbas, عن ابْن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: أَنَّ سَعْدَ بْنَ عُبَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ تُوُفِّيَتْ أُمُّهُ وَهُوَ غَائِبٌ عَنْهَا، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ»، قَالَ: فَإِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّ حَائِطِيَ المِخْرَافَ صَدَقَةٌ عَلَيْهَا Artinya: dari Ibnu Abbas ra: bahwasannya ibu Sa’d bin Ubadah ra meninggal dunia, sementara saat itu, ia (Sa’d) tidak berada disisinya.
Kemudian Sa’d bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia sementara aku tidak mengikuti prosesi pengurusan jenazah (tidak hadir di tempat), apabila aku bersedekah untuknya, apakah hal itu berguna baginya? Lalu Sa’d berkata: sesungguhnya aku mempersaksikan kepadamu wahai Rasulullah bahwasannya kebunku yang sedang berbuah kusedekahkan kepadanya (ibuku).
Amalan bersedekah memiliki keutamaan besar di sisi Allah Ta'ala. Selain dapat meredam murkanya Allah, sedekah akan menghapus dosa dan kesalahan.
Ada banyak hadis tentang fadhillah bersedekah , namun di sini kita akan mengulas sedekah kepada orang yang sudah wafat.Apakah pahala sedekah sampai kepada orang yang sudah meninggal dan sedekah apa paling manfaat? Menurut Al- Habib Zein bin Smith Al-Alawi Al-Husaini dalam tanya jawab akidah ahlussunnah wal jama'ah, sedekah kepada orang yang wafat pahalanya sampai sebagaimana dalil hadis shahih berikut:Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم, sesungguhnya ayahku telah meninggal dan tidak meninggalkan pesan. Berikut pesan Rasulullah صلى الله عليه وسلم:Dari Sa'ad radhiyallahu 'anhu, sesungguhnya ia berkata kepada Nabi صلى الله عليه وسلم: "Ya Nabi Allah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, dan aku mengetahui, andaikata ia hidup maka pasti bersedekah . Kemudian ia bertanya kepada Nabi: " Sedekah apa yang paling bermanfaat, Ya Rasulullah ? lalu ia membuat sumur, dan beliau bersabda: "Ini untuk ibu Sa'ad.". Imam Muslim)"Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم menyembelih kurban dua ekor kambing.
Baca Juga: Jelang Idul Adha, MUI Terbitkan Pedoman Pelaksanaan Ibadah di Masa PPKM Darurat. Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin dengan tegas menyatakan tidak ada kurban untuk orang yang telah meninggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat.
“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Minhaj ath-Thalibin, Beirut-Dar al-Fikr, cet ke-1, 1425 H/2005 M, h. 321). Oleh karena itu, niat orang yang berkurban mutlak diperlukan.
Alasan pandangan ini adalah bahwa berkurban termasuk sedekah, sementara bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia adalah sah dan bisa memberikan kebaikan kepadanya, serta pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama. “Seandainya seseorang berkurban untuk orang lain tanpa seizinnya, maka tidak bisa. Adapun berkurban untuk orang yang sudah meninggal dunia, maka Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak karena termasuk sedekah, sedang sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sah, bermanfaat untuknya, dan pahalanya bisa sampai kepadanya sebagaimana ketetapan ijma` para ulama” (Lihat Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Beirut-Dar al-Fikr, tt, juz, 8, h. 406). Ketika hendak berkurban, diwajibkan melafalkan niat pada waktu menyembelih atau menta’yin (menentukan hewan) sebelum disembelih.
Niat diucapkan dalam hati, tidak harus diucapkan secara lisan kecuali pada waktu akan melakukan penyembelihan yang harus diiringi dengan mengucapkan Bismillah dan Allahu Akbar.
Amal jariyah menjadi amalan seseorang yang tidak akan terputus pahalanya meski ia telah meninggal. Dalam hadist Abu Hurairah diriwayatkan Rasulullah Saw terdapat tiga amalan jariyah, yakni sedekah jariah, ilmu bermanfaat, dan doa anak sholeh. Cukuplah kematian sebagai penggetar hati, penetes air mata, penghancur kelezatan, serta memutus pertemuan,” ujarnya.
Kajian Takmir Masjid Ulil Albab yang diikuti puluhan peserta ini mengingatkan kepada jamaah untuk selalu merenungkan kematian. Ustadz Amir menyatakan agar segala urusan dunia tidak membuat seseorang lalai akan akhirat.
Urusan dunia tersebut seperti bekerja, mencari nafkah, kuliah, membangun rumah, berkebun, dan sebagainya. Amalan tersebut akan memberikan pahala baginya selama amalnya masih dimanfaatkan oleh orang lain. “Ketika Orang meninggal maka akan terputus amalan untuknya, kecuali amal jariyah yang saya sebutkan tadi,” ujarnya.
Ketika ditanya bolehkan seseorang memwakafkan hartanya dengan niat setelah orang tersebut meninggal? Oleh karena itu, kata Ustadz Amir alangkah baiknya orangtua mendidik anak-anaknya di jalan yang benar dan mengajarkannya tentang hukum-hukum Allah.
Tetapi masih banyak pertanyaan dari benak umat muslim, apakah boleh jika berqurban untuk orang yang sudah meninggal. Kesunnahan berqurban ini ditujukan kepada muslim yang merdeka, baligh, berakal dan mampu.
Para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada ketentuan qurban bagi orang yang sudah meninggal, kecuali apabila ia berwasiat ingin berqurban. Secara logis, orang yang sudah meninggal memang tidak bisa berqurban, maka lazimnya qurban ini dilakukan oleh keluarganya.
Sementara jika tanpa ada wasiat dari orang yang meninggal maka qurban itu tidak sah. Sebab tidak sahnya qurban untuk orang yang meninggal dijelaskan Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi, ulama dari mazhab syafi’I, dalam kitan Minhaj Ath-Thalibin. Orang yang sudah meninggal tidak bisa lagi berniat ibadah untuk dirinya sendiri sehingga tidak sah berkurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali jika ia berwasiat atas hal tersebut. Pendapat ini merujuk pada riwayat mengenai qurban yang dilaksanaka Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu: “Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu pernah berqurban atas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dengan menyembelih dua ekor kaming kibasy.