Hukum Sedekah Laut Menurut Islam. Yaitu, sejumlah bahan makanan tertentu diletakkan di dalam satu wadah kemudian dilepaskan ke pantai? Hukum sedekah laut sebagaimana yang Bapak jelaskan dan tanyakan, yakni memberikan sejumlah makanan tertentu dalam satu wadah yag kemudian dilepaskan ke pantai terbuka, memang mengundang pro dan kontra di masyarakat.
Mudah-mudahan, benar asumsi pengasuh, Pak Handoyo menanyakannya dari sudut pandang hukum Islam bukan ? Lebih-lebih, ketika sedekah laut itu dipersepsikan dengan iktikad aau sekurang-kurangnya diposisikan sebagai suguhan/sesajen dalam arti sesembahan/penghambaan kepada arwah-arwah yang diyakini oleh masyarakat tertentu yang sesungguhnya tidak dikenal dalam syariat Islam. Dari sudut pandang sembelihan, Alquran melarang atau tepatnya mengharamkan sembelihan yang penyembelihannya tidak disebut-sebut nama Allah (bacaan bismillahi Allaahu akbar); atau disebutkan nama Allah sewaktu menyembelihnya, tapi tujuan penyembelihannya sendiri sengaja dibelokkan untuk yang selain Allah, misalnya, utuk sesajen bagi arwah-arwah atau apa pun sebutannya.
Pendeknya, meski yang menyembelih hewannya itu jelas-jelas beragama Islam dan saat menyembelih menyebut nama Allah, tetaplah haram manakala tujuan terselubung dari penyembelihan hewan itu memang diperuntukkan bagi acara dan upacara sedekah laut sebagaimana yang Bapak tanyakan. Dari sudut pandang "pembuangan" makanan sedekah ke laut lepas, hampir dapat dipastikan mubazir adanya. Karenanya, sedekah laut tergolong ke dalam perbuaatan mubazir yang diharamkan agama mengingat makanan-makanan dalam jumlah yang dilarung ke laut lepas itu selain jumlahnya cukup banyak juga tidak bisa dimakan oleh manusia. Sekali lagi, pengasuh katakan bahwa ini dari sudut pandang agama Islam yang sungguh pun tidak antitradisi, apalagi budaya, tapi selalu mewanti-wanti untuk "mengontrol" adat-istiadat masyarakat supaya tidak bertenangan atau menyalahi hal-hal yang principal-fundamental, khususnya kemurnian akidah di samping keselarasan praktik fikih dengan akidah dan akhlak.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online , belakangan ini muncul kasus perusakan terhadap properti yang rencananya dimaksudkan untuk upacara sedekah laut atau melarung. Artinya, “Siapa saja yang memotong (hewan) karena taqarrub kepada Allah dengan maksud menolak gangguan jin, maka dagingnya halal dimakan. بل إن قصد التقرب والعبادة للجن كفرـ كما مر فيما يذبح عند لقاء السلطان أو زيارة نحو ولي ـ.
Tetapi jika itu banyak, maka makruh tanzih (yang baiknya ditinggalkan),” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib , [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 570). Dari sini, kita dapat menarik simpulan bahwa fenomena sedekah laut atau sedekah bumi bisa dilihat dari niat mereka yang melakukannya karena ini berurusan dengan masalah keyakinan, aqidah, tauhid, keimanan, dan seberapa sering upacara ini (misalnya sebulan sekali) dilakukan karena berkaitan dengan dana dalam pengertian idh‘atul mal atau tindakan tabdzir yaitu menyia-nyiakan harta yang dimakruh dalam agama.
Jadi upacara sedekah laut ini mengandung banyak kemungkinan seseuai dengan praktiknya di lapangan ( tahqiqul manath ).
Ibnu Katsir menjelaskan ayat ini bahwa termasuk orang musyrik yang menyembelih kepada selain Allah, beliau berkata:. يأمره تعالى أن يخبر المشركين الذين يعبدون غير الله ويذبحون لغير اسمه ، أنه مخالف لهم في ذلك. Perhatikan ada sebuah hadits yang menunjukkan seseorang masuk neraka hanya karena berqurban dengan seekor lalat saja. Maka bagaimana apabila qurban dengan yang jauh lebih berharga dari lalat seperti sapi atau kerbau? Rasul menjawab: “Ada dua orang berjalan melewati sebuah kaum yang memiliki berhala, yang mana tidak boleh seorangpun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sesuatu untuknya terlebih dahulu, maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi: “Persembahkanlah sesuatu untuknya!” Ia menjawab: “Saya tidak mempunyai apapun yang akan saya persembahkan”, mereka berkata lagi: “Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!” Maka iapun mempersembahkan untuknya seekor lalat, maka mereka membiarkan ia untuk meneruskan perjalanannya, dan iapun masuk ke dalam neraka. Yang namanya kesyirikan berupa sesajen itu tidak boleh, meskipun dianggap remeh dengan hanya sesekor lalat.
Bisnis.com, SOLO - Hukum mengenai perayaan untuk memperingati jin penjaga desa atau biasa disebut sedekah bumi dinilai haram bagi umat Nahdlatul Ulama. Persoalan terkait status hukum sedekah bumi tersebut sempat mengemuka dan telah diputuskan dalam hasil Muktamar NU ke-5 di Pekalongan pada 13 Ribiuts Tsani 1349 H/7 September 1930 M. Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) H Mahbub Ma'afi Ramdan mengatakan, dalam forum tersebut para kiai bersepakat untuk memutuskan hukum sedekah bumi atau sedekah laut merupakan haram dalam agama.
Jawaban atau putusan forum bahtsul masail itu bergantung sekali pada deskripsinya,” kata Ustadz Mahbub seperti dikutip dari laman NU.or,id, Jumat (19/10/2021) siang. Berikut ini adalah deskripsi, pertanyaan, dan jawaban yang mengemuka pada forum Muktamar NU Ke-5 1930 M di Pekalongan. Perayaan tersebut dinamakan ‘sedekah bumi’ yang biasa dikerjakan penduduk desa (kampung) karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu kala?”.
“Kalau pun diputuskan haram, apakah deskripsi yang diangkat dalam muktamar ini terverifikasi (tahqiqul manath) pada kondisi dan situasi di lapangan. Kalau setelah diverifikasi unsur-unsur dalam putusan itu tidak terbukti, maka upacara sedekah bumi atau sedekah laut yang dimaksud dalam putusan Muktamar berbeda dengan upacara adat di masyarakat.
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara). 0 penilaian 0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara).
pandangan islam tentang sedekah laut. Simpan Simpan pandangan islam tentang sedekah laut Untuk Nanti. 0% 0% menganggap dokumen ini bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai bermanfaat.
0% 0% menganggap dokumen ini tidak bermanfaat, Tandai dokumen ini sebagai tidak bermanfaat. Tanamkan.
JavaScript is disabled for your browser. Some features of this site may not work without it.