Hukum Menerima Sedekah Dari Harta Haram. Hal ini terlihat dari surah ash-Syams ayat 9, Qad aflaha man zakkaha, (beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa). Dalam beberapa nash Alquran dan hadis, secara tegas disebutkan jika harta yang kita miliki hendaknya disucikan dengan membayar zakat.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa zakat wajib ditunaikan dari harta yang halal, baik hartanya maupun cara perolehannya. Harta haram, baik zat maupun cara memperolehnya, merupakan sesuatu yang tidak layak untuk dibelanjakan di jalan Allah. Bahkan, dalam sebuah hadis riwayat Baihaqi dan Hakim, seseorang yang berinfak dengan harta haram justru kan mendapatkan dosa. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Nujaim dalam kitabnya al-Bahru ar-Raaiq yang tidak mewajibkan zakat atas harta haram meskipun sudah mencapai satu nisab.

Namun, menurut Deputi Sekjen World Zakat Forum ini, sekadar harta yang bersih tidak cukup. Proses mendapatkan harta keduanya baik, namun pengorbanan Qabil tidak diterima karena mempersembahkan hasil panen yang buruk. Untuk bunga bank, Irfan menerangkan bahwa prinsipnya harta tersebut dimiliki oleh nasabah, namun termasuk yang haram. Status harta riba yang digunakan untuk membangun fasilitas umum seperti jalan, bisa bernilai pahala dari sisi pengorbanan sang pemilik.

Ibadah dan Sedekah dengan Harta Haram

Hukum Menerima Sedekah Dari Harta Haram. Ibadah dan Sedekah dengan Harta Haram

Padahal harta haram sangat berpengaruh sekali dalam kehidupan seorang muslim, baik mempengaruhi ibadahnya, pengabulan do’anya dan keberkahan hidupnya. “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR.

Karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah di atas menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya yang telah disebutkan, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR.

Pendapat pertama, disalurkan untuk kepentingan kaum muslimin secara umum, tidak khusus pada orang dan tempat tertentu. Pendapat kedua, disalurkan sebagai sedekah sunnah secara umum, mencakup hal yang terdapat maslahat, pemberian pada fakir miskin atau untuk pembangunan masjid.

Ringkasnya, pendapat pertama dan kedua memiliki maksud yang sama yaitu untuk kemaslahatan kaum muslimin seperti diberikan pada fakir miskin. Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedelapan, tahun 1419 H.

Shifat Hajjatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.

Kapan Boleh Menerima Barang dari Orang Berpenghasilan Haram

فائدة لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة وإلا طولب قاله البغوي. Beliau Syekh Zainuddin al-Malaibary menyebut ada tiga batasan menerima barang dari orang lain sehingga tetap halal bagi penerimanya, yaitu:. Sebab bila ternyata wujud lahir barang adalah tidak baik (jelas haramnya) karena diperoleh dari cara bathil, maka orang yang menerima pemberian tetap akan mendapatkan tuntutan di akhirat.

Syekh Salim Bakri bin Syatha' dalam I'anah al-Thalibin , lebih jauh menjelaskan maksud dari “sesuatu yang diduga halalnya”, sebagai berikut:. Dengan kata lain, Syekh Salim Bakri bin Syatha’ di sini menegaskan bahwa mendapatkan barang dari orang lain yang diduga kehalalannya padahal dalam kenyataannya ia diperoleh dari cara menggashab dan hasil mencuri, atau karena hasil pekerjaan seorang rentenir, asalkan dhahir barang tersebut adalah baik, dan ia tidak mengetahui sisi apakah barang tersebut merupakan bagian yang diperoleh dari cara haram, maka ia kelak tidak akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat. Namun, bila wujud dhahir barang tersebut adalah tidak baik, maka ia akan dituntut di akhirat, sebagaimana hal ini dijelaskan oleh al-Baghawi.

Statemen ini rupanya senada dengan pernyataan Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh Syekh Salim bin Syatha', sebagai berikut:. Dan bila kerelaan penjual didasarkan atas dugaanya bahwa harta tersebut adalah halal, maka ia (pembeli) belum dianggap bebas dari tanggungan (masih punya utang).".

Bilamana seorang yang digaji, diberi, atau penjual adalah mengetahui bahwasannya pihak pemberi, penggaji atau pembeli mendapatkan hartanya dari cara haram, maka status gaji, pemberian dan harga yang ditunaikan pada dasarnya bukan untuk wafa’i al-maqshud (menepati maksud akad), melainkan berubah statusnya menjadi pemberian semua dari penggaji, pemberi dan pembeli.

Ustadz Adi Hidayat: Hukum Menerima Daging Kurban dari Harta

Hukum Menerima Sedekah Dari Harta Haram. Ustadz Adi Hidayat: Hukum Menerima Daging Kurban dari Harta

PORTAL JEMBER - Apa hukum menerima daging kurban dari harta haram? Kurban merupakan ibadah yang disunnahkan untuk dilakukan saat Idul Adha. Namun, bagaimana jika ada seseorang yang membeli hewan kurban dengan harta haram.

Baca Juga: Profil dan Biodata Nobu atau MYD, Lengkap Agama, Umur, Pendidikan, hingga Akun IG. Apakah boleh masyarakat menerima daging kurban dari harta haram? Dilansir PORTAL JEMBER dari unggahan akun YouTube Adi Hidayat Official, berikut penjelasan Ustadz Adi Hidayat tentang hukum berkurban dengan harta yang diduga haram.

Misalnya dari uang hasil korupsi, perampokan, dan kegiatan yang mendatangkan harta haram lainnya.

Hukum Pemberian Hadiah Bagi Pegawai Pemerintah Dalam

Menjaga integritas memang banyak godaan sehingga sangat sulit untuk mewujudkan dalam kepribadian kita apabila tidak disertai dengan niat yang kuat. Diantara godaan yang seringkali datang menghampiri adalah pemberian hadiah dari para stakeholder (entah itu debitor, Penyerah Piutang, Kementerian/Lembaga, Balai Lelang dll).

Sebagian berpendapat bahwa menerima uang setelah selesai bekerja adalah merupakan hal yang wajar dan itu bukanlah suap. Peristiwa pemberian hadiah sebetulnya pernah terjadi pada seorang yang dipekerjakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mengurus zakat. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits Abu Humaid terdapat penjelasan bahwa hadayal ‘ummal (hadiah untuk pekerja) adalah haram dan ghulul (khianat). Jika tidak mungkin, maka diserahkan ke Baitul Mal (kas negara).” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 12/219, sumber www.rumaysho.com). Hadiah seperti ini tidak boleh diambil sedikit pun oleh pekerja tadi walaupun dia menganggapnya baik.”. Uang sogok amatlah berbahaya dan termasuk dosa besar (karena ada hukuman yang disebutkan dalam hadits tadi, pen).

Lantas ada yang mengatakan pada ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah menerima hadiah semacam itu!” ‘Umar pun memberikan jawaban yang sangat mantap, “Bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa jadi itu hadiah.

Related Posts

Leave a reply