Dalil Sombong Kepada Orang Sombong Adalah Sedekah. Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin. Saya dinasehati teman saya agar tidak membalas salam kepada seseorang dengan tatapan mata yang sombong. Ketika saya menanyakan apa alasannya ia mengatakan bahwa orang tersebut adalah orang yang sombong dan hadits mengatakan:.
Obat bagi orang yang memiliki sikap sombong pada sebagian orang bukan dengan cara dibalas dengan sikap sombong juga. Namun obatnya adalah hendaknya ia dinasehati dan diperingatkan agar takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Katakan kepadanya “hendaknya kamu bertakwa kepada Allah, sesungguhnya sombong adalah dosa besar”. Adapun hadits yang disebutkan penanya, itu adalah hadits yang batil, tidak shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Kalimat ini sangat masyhur di lisan manusia dan sering dilafadzkan oleh sebagian juru dakwah dalam ceramah-ceramah mereka. نقل القاري عن الرازي أنه كلام ، ثم قال لكن معناه مأثور.انتهى.والمشهور على الألسنة حسنة بدل صدقة. Dan yang masyhur di lisan manusia dengan kata “kebaikan” sebagai ganti dari “sedekah”. [ Kasyful Khafa’ wa muzilul Ilbas Amma Istahara minal Ahadits ‘Ala Alsinatin Nas : 1/313 ].
Walaupun ucapan di atas bukan hadits nabi, namun dari sisi makna shohih (benar). Maka sebagaimana disebutkan dalam kitab “Ar-Raudhul Murbi’ “ dengan hasyiyah (catatan kaki) oleh Ibnu Qosim An-Najdi –rahimahullah-, bahwa at-takabbur (bersikap sombong) kepada orang lain itu terbagi menjadi dua:. Mungkin diringi dengan niat kesombongan di dalam hati, dan ini termasuk dari dosa besar, atau. Jika sikap atau perangai itu termasuk syi’ar orang-orang sombong, maka hukumnya makruh. Selama seorang memakainya tanpa diringi niat untuk sombong, maka tidak mengapa (boleh) dengan ijma’ ulama’. Ini dalam ilmu ushul fiqh dinamakan mafhum mukhalafah (pemahaman kebalikan dari suatu dalil).
Bukankah kesombongan itu tercela, haram, berdosa besar dan pelakunya tak akan masuk surga. Sebaliknya bukankah Allah mencintai orang yang rendah hati, suka memaafkan dan berbuat baik?. Imam Al-Subki, dalam “Thabaqat al-Syafi’iyyah al-Kubra” mengatakan ” “Lam Ajid Lahu Isnad” (aku tak menemukan rangkaian sanad/jalur transmisinya).
وأما الحديث الذي ذكره السائل فهو حديث باطل لا يصح عن النبي ، – صلى الله عليه وسلم – . Tetapi sejumlah orang berpendapat kata-kata di atas itu, meski bukan hadits sahih, namun dapat dimengerti maksudnya.
Mengingat, dengan kepongahan hati, seorang hamba yang hina dina sejatinya sedang memosisikan dirinya setara Tuhan sang maha mulia dan tiada cela. Di mana, kerendahan hati ini diposisikan sebagai barometer tingginya pemahaman seseorang mengenai kehidupan, keragaman, agama dan seterusnya. Artinya, “Bila seorang merendah hati, Allah pasti akan mengangkat derajatnya sampai langit ketujuh.” (Bariqah Mahmudiyyah, [juz II, halaman 185]).
Alasannya, kalau saja terus merendah di hadapan orang-orang congkak, maka mereka akan semakin berlarut-larut dalam gelap kecongkaannya. Dengan begitu, si penerima tentu sangat bahagia luar biasa, kebutuhannya terpenuhi tanpa goresan rasa ketidaknyamanan di hatinya.
Artinya, “Kesombongan yang dicintai Allah subhanahu wa ta’ala adalah sikap sombong seorang muslim di tengah medan perang dan ekspresi besar hatinya saat memberi sedekah.”. Ustadz Ahmad Dirgahayu Hidayat, alumnus Ma’had Aly Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.