Dalil Sedekah Untuk Orang Yang Meninggal. Berhubung keterbatasan ilmu dalam mencari kebenaran terutama masalah agama Islam saya mohon bantuan kiranya Bapak dapat menjelaskan:. Dalam buku berjudul “Pilihan Hadits Politik, Ekonomi Dan Sosial” yang disusun oleh S. Ziyad ‘Abbas terbitan Pustaka Panji Mas Jakarta 1991 halaman 291 s.d. Artinya: “Diriwayatkan dari Ibn Abbas r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya?
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum berwasiat. Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” [QS.
Pada umumnya, sebagaimana dinyatakan dalam surat an-Najm (53) ayat 39, seorang manusia itu tidak memperoleh pahala dari Allah selain apa yang telah diusahakannya/dikerjakannya sebelum dia meninggal dunia. Sebagian ulama menambahkan, bahwa kemauan anak untuk bersedekah atas nama orang tuanya itu termasuk hasil usahanya mendidik anak tersebut ketika masih di dunia dahulu, sehingga layak jika sedekahnya itu sampai kepadanya.
Dan masalah sedekah atas nama orang tua yang telah meninggal itu –karena ada dalil atau sandaran hukumnya– bukan termasuk perkara bid’ah. Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid.
Pendapat lain menyatakan bahwa seseorang tidak mendapatkan kecuali sesuai hasil usahanya itu ditinjau dari keadilan Allah SWT. Sedangkan bila ditinjau dari anugerah Allah SWT maka boleh saja Dia tambahkan seseorang sesuai yang dikehendakinya. Sementara itu Abu al-Fida’ Isma’il ibnu Kasir dalam karyanya Tafsir Ibni Kasir antara lain mengatakan bahwa sebagaimana seseorang tidak akan dibebani dosa orang lain, dia pun tidak akan memperoleh pahala kecuali apa yang ia usahakan untuk dirinya. Adapun isi hadis tentang tiga hal yang akan mengalir, sesungguhnya itupun termasuk hasil usahanya, kerja kerasnya dan amalnya (ketika di dunia).
“Apabila seseorang sakit di bulan Ramadhan kemudian meninggal dunia dan tidak berwasiat, maka diberikan makan untuknya bukan qadha.
Selain itu segala amal shalih yang diamalkan anaknya maka pahalanya akan sampai kepada kedua orang tuanya tanpa mengurangi pahala si anak tersebut, sebab si anak merupakan hasil usaha kedua orang tuanya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :.
Apakah (Allâh) akan menghapuskan (kesalahan)nya karena sedekahku atas namanya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.”[5]. Tetapi, di dalam hadits tersebut hanya menjelaskan sampainya sedekah anak kepada kedua orang tuanya. Dan telah ditetapkan pula bahwa seorang anak itu merupakan hasil usahanya sehingga tidak perlu lagi mendakwa ayat di atas dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut. Ketika menafsirkan ayat di atas, al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sebagaimana dosa seseorang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain, maka demikian pula ganjaran seseorang (tidak dapat dipindahkan/dikirimkan) kepada orang lain, kecuali apa yang didapat dari hasil usahanya sendiri.
Tentang bab amal-amal qurbah (amal ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah) hanya dibolehkan berdasarkan nash (dalil/contoh dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) dan tidak boleh memakai qiyas atau pendapat.”[8]. 217), “Redaksi ini milik al-Bukhari di salah satu dari dua riwayatnya, tambahan yang terakhir adalah miliknya dalam riwayat lain.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW: Sesungguhnya ibuku telah wafat, apakah bermanfaat baginya jika saya bersedekah atas namanya? “Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA: Bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi saw: Sesungguhnya ayahku wafat dan meninggalkan harta akan tetapi beliau belum berwasiat. Di dalam ayat tersebut berbunyi “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”. Sebagian ulama menjelaskan bahwa niat dan perilaku anak untuk bersedekah tersebut, itu adalah hasil didikan orang tuanya ketika ia masih di dunia dulu. Lalu Sa’d berkata: sesungguhnya aku mempersaksikan kepadamu wahai Rasulullah bahwasannya kebunku yang sedang berbuah kusedekahkan kepadanya (ibuku).”.
Selain do’a terhadap keluarga yang sudah meningal dunia, persoalan yang sering menuai perbedaan pendapat di kalangan umat Islam adalah masalah bersedekah untuk (atas nama) mereka. Salah satunya, misalnya ketika masih hidup seseorang mempunyai keinginan (‘azam) atau bahkan janji (nadzar) untuk menyedekahkan sesuatu tetapi ia belum melaksanakannya karena segera meninggal dunia, dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Sebab lainnya, seorang anak atau kerabatnya merasa mampu secara ekonomi dan ingin bersedekah atas nama orang yang sudah mati tersebut. Persoalan ini pernah dibahas dalam Muktamar Pertama Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya pada 13 Rabi’uts Tsani 1345 H bertepatan dengan 21 Oktober 1926.
Sahabat Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa seseorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad SAW. Sedekah untuk keluarga yang meninggal itu juga dikuatkan dengan Hadits Rasulullah SAW dari Siti ‘Aisyah ra.
Rasulullah menjawab, “ya ada pahala bagi ibumu.”(HR Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, tidaklah usah khawatir bahwa niat bersedekah khusus untuk atau atas nama keluarga yang sudah meningal dunia itu tidak akan sampai kepada yang bersangkutan, sebab Rasulullah SAW sendiri telah menjawab demikian.
Sedekah bisa dilakukan oleh siapa saja khususnya bagi orang-orang yang memiliki harta berlebih dan tidak sedang mengalami gangguan kesehatan secara rohani maupun bukan termasuk anak-anak. Tidak memiliki perasaan ikhlas ketika memberi sedekah berupa harta atau benda lainnya kepada orang lain yang membutuhkan.
hadits yang pertama adalah hadits dari riwayat Bukhari dan Muslim yaitu “dari riwayat Ibnu Abbas RA, mengatakan bahwa ada salah satu laki laki yang menanyakan pada Nabi Muhammad SAW yaitu : “Ibuku telah wafat, masih adakah manfaat jika melakukan sedekah atas nama ibu?. Berikut ini sabda dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tentang sedekah kepada orang yang sudah meninggal berdasarkan riwayat Aisyah RA. Sama seperti sebelumnya, hadits ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan seorang anak untuk sedekah atas nama orang tua yang sudah meninggal.
Setelah mengucapkan niat dan doa tersebut ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar sedekah dapat diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, diantaranya adalah sebagai berikut.
Salah satunya adalah amal jariyah sesuai dengan bunyi sabda Rasulullah SAW yang diceritakan dari Abu Hurairah berikut,. Perkara-perkara ini bisa dilakukan oleh para keluarga, teman, atau kerabat yang masih hidup untuk meringankan beban sang mayit.
"Barangsiapa meninggal dan mempunyai tanggungan hutang puasa, maka walinya berpuasa untuknya," (HR Bukhari). Pengerjaan puasa juga dapat dilakukan oleh orang yang bukan berasal dari wali mayit. Dengan catatan, orang yang hendak menggantikan puasa harus mendapatkan izin dari wali mayit. Hal ini didasarkan pada salah satu sabda Rasulullah SAW yang dikisahkan dari sahabat Anas ibn Malik RA, ia berkata,.
Kemudian Rasulullah bersabda, "Haji itu adalah hutangnya, maka tunaikanlah," (HR al Bazhar dan at Thabrani). Lalu, Sa'd ibn 'Ubadah berkata, "Jika demikian maka aku menjadikan Anda sebagai saksi bahwa kebuku yang sedang berbuah itu adalah sedekah atas dirinya," (HR Bukhari). Lalu, salah seorang dari mereka, Abu Qatadah, berkata, "Wahai Rasulullah, dua dinar tersebut aku siap menanggungnya,". Kemudian, Rasulullah berkata, "Dua dinar itu menjadi tanggunganmu, dan dalam hartamu, serta mayit ini terbebas dari keduanya," yang dilanjutkan dengan menyolatkan jenazah tersebut.
Amal jariyah menjadi amalan seseorang yang tidak akan terputus pahalanya meski ia telah meninggal. Dalam hadist Abu Hurairah diriwayatkan Rasulullah Saw terdapat tiga amalan jariyah, yakni sedekah jariah, ilmu bermanfaat, dan doa anak sholeh.
Kajian Takmir Masjid Ulil Albab yang diikuti puluhan peserta ini mengingatkan kepada jamaah untuk selalu merenungkan kematian. “Ketika Orang meninggal maka akan terputus amalan untuknya, kecuali amal jariyah yang saya sebutkan tadi,” ujarnya. Oleh karena itu, kata Ustadz Amir alangkah baiknya orangtua mendidik anak-anaknya di jalan yang benar dan mengajarkannya tentang hukum-hukum Allah.