Surah Ali Imran Tentang Riba. Riba dalam Islam hukumnya haram. Ada beberapa ayat dalam Alquran yang menerangkan tentang riba. Berikut ayat dalam Al Quran yang menyebutkan tentang riba seperti dikutip dari islam.nu.or.id:. Allah berfirman:وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ ۖ وَمَاآتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَArtinya: "Dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Artinya: "Maka disebabkan kedhaliman orang Yahudi, maka kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka. Dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Dan Kami telah menjadikan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.". Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
Tidak berbuat dhalim lagi terdhalimi. Dan jika terdapat orang yang kesulitan, maka tundalah sampai datang kemudahan.
Riba menurut bahasa adalah penetapan bunga atau melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok yang dibebankan kepada peminjam. Allah SWT menegaskan dalam Al- Quran tentang pelarangan riba dan mengharamkannya bagi kaum muslim. Sebagaiman dijelaskan dalam beberapa ayat Al- Quran, diantaranya firman Allah SWT.
yaaa ayyuhallaziina aamanuu laa ta`kulur-ribaaa adh’aafam mudhoo’afataw wattaqulloha la’allakum tuflihuun. Ayat diatas menjelaskan tentang hukum riba yang dimanfaatkan dalam islam.
Maqashid khassah yang terdapat dalam ayat diatas adalah mengajak manusia untuk memiliki empati dan kepedulian atas sesama, karena jika terdapat seseorang yang meminjam kepada kita menandakan bahwa ia sedang dalam kesulitan. Maka, seharusnya kita membantu sebagai sesama, bukan justru memberatkannya dengan memberikan bunga yang berlipat.
Dan marilah kita memulai dari diri sendiri, tidak mengikuti praktik riba merupakan salah satu cara menghilangkan riba itu sendiri. Tahan diri dari mengambil hak orang lain.
Oleh : Anita Rosiyanti, Mahasiswa STEI SEBI.
Dalam riba jahiliah hutang akan berbunga atau beranak jika pihak yang berhutang tidak bisa melunasi hutangnya tepat pada saat jatuh tempo lalu mendapatkan penangguhan waktu pembayaran. Ayat di atas cuma menceritakan praktek para rentenir pada masa jahiliah lalu Allah cela mereka karena ulah tersebut.
Ayat ini menunjukkan bahwa keberuntungan itu akan didapatkan oleh orang yang bertakwa dan salah satu bukti takwa adalah menghindari riba. Di antara bukti bahwa meninggalkan riba itu menyebabkan mendapatkan keberuntungan adalah kisah seorang sahabat yang bernama ‘Amr bin Uqois sebagaimana dalam hadits berikut ini.
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan ada orang yang menanyakan perihal Abu ‘Amr kepada Rasulullah, beliau lantas bersabda, “Sungguh dia termasuk penghuni surga.” (Tafsir al Qosimi, 2/460). Di antara amal tersebut adalah durhaka kepada orang tua, memutus hubungan kekerabatan, memakan harta riba dan khianat terhadap amanat.
Arti tekstual: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan beberapa lipat lagi dilipat-lipatgandakan. Pada ayat 130, Allah ﷻ menyampaikan larangan memakan riba bagi orang-orang yang beriman. Yang diperselisihkan dari ketiga ayat ini adalah pemahaman terhadap lafadh أضعافا مضاعفة . Sementara lafadh مضعفة merupakan mashdar mim dari fi’il ضعف يضعف تضعيفا مضعفا yang artinya كثرة التضعيف (banyak kelipatan) atau berlipat-lipat. كان أبي يقول: إنما كان الربا في الجاهلية في التضعيف وفي السن, يكون للرجل فضل دين، فيأتيه إذا حل الأجل فيقول له: تقضيني أو تزيدني؟فإن كان عنده شيء يقضيه قضى، وإلا حوَّله إلى السن التي فوق ذلك = إن كانت ابنة مخاض يجعلها ابنة لبون في السنة الثانية، ثم حِقَّة، ثم جَذَعة، ثم رباعيًا،ثم هكذا إلى فوق = وفي العين يأتيه،فإن لم يكن عنده أضعفه في العام القابل، فإن لم يكن عنده أضعفه أيضًا، فتكون مئة فيجعلها إلى قابل مئتين، فإن لم يكن عنده جعلها أربعمئة، يضعفها له كل سنة أو يقضيه. Artinya: “Adalah bapakku berkata: “Sesungguhnya riba di masa jahiliyah adalah dilaksanakan dengan basis تضعيف (melipatgandakan) dan السن (tahun/masa), yaitu: kelebihan utang oleh seorang laki-laki yang diterima saat jatuh tempo pembayaran.
Jika semula utangnya sebesar 100, maka berubah menjadi 200 di tahun berikutnya (2 kali lipat). Lalu beliau berkata: “ هذا قوله: لا تأكلوا الربا أضعافًا مضاعفة (inilah maksud dari ayat jangan memakan riba dengan melipatgandakan lagi dilipatgandakan).” (Abu Muhammad Ibnu Jarir at-Thabari, Tafsīr al-Thabāri , Daru al-Ma’arif, tt., Juz 7, halaman 204). Berdasarkan riwayat ini, maka dapat disimpulkan bahwa pembacaan teks ayat adalah أضعافا مضاعفة , sementara maknanya adalah melipatgandakan utang, dan dilipatgandakan, yakni: dua kali kelipatan besarnya pokok utang ( رؤوس أموال ).
Yaaa ayyuhal laziina aamanuu la taakuhur ribaaa ad'aafam mudaa'afatanw wattaqul laaha la'allakum tuflihuun. Janganlah kamu memakan riba, yaitu mengambil nilai tambah dari pihak yang berutang dengan berlipat ganda sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Jahiliah, maupun penambahan dari pokok harta walau tidak berlipat ganda, dan bertakwalah kepada Allah, antara lain dengan meninggalkan riba, agar kamu beruntung di dunia dan di akhirat (Lihat: Surah al-Baqarah/2: 279). Pada masa itu bila seseorang meminjam uang sebagaimana disepakati waktu meminjam, maka orang yang punya uang menuntut agar utang itu dilunasi menurut waktu yang dijanjikan.
Ar-Razi memberikan penjelasan sebagai berikut, "Bila seseorang berutang kepada orang lain sebesar seratus dirham dan telah tiba waktu membayar utang itu sedang orang yang berutang belum sanggup membayarnya, maka orang yang berpiutang membolehkan penangguhan pembayaran utang itu asal saja yang berutang mau menjadikan utangnya menjadi dua ratus dirham atau dua kali lipat. Kemudian apabila tiba waktu pembayaran tersebut dan yang berutang belum juga sanggup membayarnya, maka pembayaran itu dapat ditangguhkan dengan ketentuan utangnya dilipatgandakan lagi, demikianlah seterusnya sehingga utang itu menjadi bertumpuk-tumpuk.
Inilah yang dimaksud dengan kata "berlipat ganda" dalam firman Allah.
PortalJember.com - Riba adalah salah satu dosa besar yang Allah sebutkan dalam Al-Quran. Allah melarang orang beriman untuk memakan harta riba.
Berikut adalah ayat yang menjadi dalil larangan memakan harta riba. Baca Juga: Surat Ali 'Imran Ayat 150, Hanya Allah Penolong Terbaik.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ. yā ayyuhallażīna āmanụ lā ta`kulur-ribā aḍ'āfam muḍā'afataw wattaqullāha la'allakum tufliḥụn. "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.".
(Q.S. Ali 'Imran : 130).
Keharaman bunga bank ini merujuk ke sejumlah dalil Alquran. Pertama, يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَاۡكُلُوا الرِّبٰٓوا اَضۡعَافًا مُّضٰعَفَةً "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipatganda.". Di antara bentuk riba jahiliyah yaitu bila jatuh tempo pelunasan hutang 100 dinar, misalnya, dan peminjam belum mampu melunasi, maka hutang dijadwal baru dan dibayar tahun depan sebanyak 200 dinar dan begitu seterusnya hingga peminjam melunasinya.
Dalam ayat di atas tidak ada penjelasan bahwa riba hanyalah yang berlipat ganda. Bahkan sebaliknya di ayat yang lain Allah menjelaskan bahwa bila seseorang bertaubat dari riba, ia hanya boleh menarik jumlah uang yang ia pinjamkan dan tidak boleh lebih dari itu.
Dalam beberapa hadits juga dijelaskan bahwa seberapa pun keuntungan dari pemberian pinjaman adalah riba.
Law of Republic of Indonesia on stipulation of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu).
Pertama, merampas kekayaan orang lain. Dengan melakukan riba, tentunya kita telah melakukan penambahan dalam proses pembayarannya.
Misal satu rupiah ditukar dengan dua rupiah, satu kilo ditukar dengan dua kilo, atau dalam takaran Arab satu wasaq ditukar dengan dua wasaq. Jenis transaksi seperti ini sangatlah dilarang oleh Islam, sebab akan merugikan salah satu pihak.