Mengapa Islam Mengharamkan Riba Dan Menghalalkan Bagi Hasil. Syaikh Abu Bakar Jabir al Jaza'iri di dalam Kitab Minhajul Muslim menjelaskan pengertian riba. Menurut mantan pengajar tetap di Masjid Nabawi, Madinah itu, Riba adalah penambahan sejumlah harta yang bersifat khusus.
Di dalam Islam pelarangan riba dilakukan secara bertahap, sama seperti ketika pemberlakukan haram atas khamr. Sebab di zaman jahiliah, praktik riba sudah dilakukan secara terang-terangan. Dan seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya riba benar-benar dilarang secara tegas. Ahmad Sarwat, Lc., MA dalam buku 'Kiat-kiat Syar'i Hindari Riba' menuliskan pelaku riba akan diperangi Allah SWT di dalam al-qur'an. Riba disebut menjadi salah satu dari tujuh dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan harta anak yatin, lari dari peperangan dan menuduh zina.".
Dalam surat Al-Baqarah ayat 278-279 disebutkan bahwa dosa riba sangat berat. Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat An-Nisaa ayat 29 yang artinya : ““… janganlah kalian saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul dari kerelaan di antara kalian…” (Q.S. Sehingga tidak sah transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak kecil yang tidak pandai atau tidak mengetahui masalah jual beli. Objek jual beli merupakan hak milik penuh salah satu pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli.
Rasullullah SAW bersabda: Janganlah engkau menjual barang yang bukan milikmu.” (HR. Transaksi jual beli hendaknya dilakukan dengan jujur.
Hal ini dapat diketahui dalam Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183 yang artinya adalah ”Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan”(Q.S. Allah SWT juga berfirman dalam surat Al Muthaffifiin ayat 1-6 yang artinya: ”Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah SAW yang artinya: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Transaksi jual beli barang yang halal. Barang yang menjadi objek jual beli, haruslah barang yang dapat diserah terimakan segera dari penjual kepada pembeli. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian dengan khamr dan judi, menghalangi kalian dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kalian (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al Maidah: 90-91).
Allah SWT juga berfirman dalam Surat Annur ayat 37 yang artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Transaksi jual beli yang dilarang menurut syari’at Islam adalah jual beli barang yang diharamkan seperti jual beli minuman keras, narkoba, barang hasil pencurian dan lain-lain. (HR.
Pada dasarnya dalam kehidupan bermasyarakat kata riba sudah tidak asing lagi untuk indra pendengaran kita, sebab ada banyak sekali hal yang pada akhirnya akan menjerumus pada riba jika kita tidak berhati-hati, atau bahkan tidak sedikit orang yang sudah mengetahui bahwa riba dilarang namun mereka tetap melakukan riba karena kurangnya rasa bersyukur mereka terhadap apa yang telah dimiliki sehingga berapun harta yang dimilik tetap merasa kurang dan pada akhirnya mereka melakukan segala cara untuk bisa menutupi rasa kurangnya tersebut meskipun dengan jalan riba. Dalam hal ini dapat diketahui jika riba dapat merugikan salah satu pihak yaitu pihak yang berhutang, hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa Islam melarang riba dalam bertransaksi. Dalam Islam saling tolong menolong adalah wajib hukumnya, sangat bertentangan dengan riba yang akan menyulitkan orang lain pada akhirnya. Dari hadis di atas, sudah jelas bahwa agama Islam benar-benar melarang riba.
3.Dengan melakukan riba, seseorang akan menjadi malas berusaha yang sah menurut syara'. 1.Riba Qardh, yaitu riba dengan syarat ada kelebihan untuk diberikan pada si pemberi utang. 2.Riba Jahiliyah, yaitu riba yang terjadi karena seseorang tidak dapat mengembalikan uang setelah jatuh tempo sehingga orang tersebut harus memberi kelebihan.
Apabila dalam waktu satu bulan si B tidak bisa mengembalikan maka ia harus membayar 110.000 di kemudian hari. 4.Riba Yad, yaitu riba yang antara penjual dan pembeli berpisah sebelum adanya akad.
Hendi Suhendi(2016: 63) Jika seseorang menjual benda yang mungkin mendatangkan riba menurut jenisnya seperti seseorang menjual salah satu dari dua macam mata uang, yaitu emas dan perak dengan yang sejenis atau bahan makanan seperti beras dengan beras, gabah dengan gabah, dan yang lainnya, maka syarat agar transaksi tersebut terhindar dari riba adalah;. Riba biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sangat membutuhkan / terdesak sehingga tidak ada pilihan lain selain meminjam uang pada rentenir meskipun mereka tahu itu akan memberatkan dirinya di kemudian hari.
Dan di kemudian hari mereka harus membayar lebih dari jumlah yang dipinjamnya sehingga mereka akan kesulitan, sementara si piutang bukan hanya mendapat keuntungan tapi juga telah memudaratkan orang yang berhutang. dan dalam surah Ar-Rum ayat 39 yaitu "dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan, agar menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak akan menambah di sisi Allah".
Kedua, riba dapat menimbulkan over produksi, riba dapat membuat daya beli masyarakat lemah membuat persedian jasa dan barang semakin tertimbun, berakibat pada macetnya perusahaan karena produksinya tidak laku, pada akhirnya banyak pekerja yang terkena phk agar perusahaan tidak mendapat kerugian terlalu besar, akibatnya banyak orang kehilangan pekerjaan mereka dan mereka menjadi pengangguran.
Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”), yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah). Riba menurut, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
Riba menurut In M. Umer Chapra yang dikutip dari buku Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam (hal. Menurut Abu Al-A’la Al-Mawdudiy dan In M. Umer Chapra, dikutip dari buku yang sama oleh Agus Triyanta (hal. Riba al-fadhl, yaitu adanya kenaikan dalam pertukaran dari dua buah objek yang sama dari dua belah pihak, di mana keduanya sama-sama memegang kepemilikan objek yang dipertukarakan.
[1] Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Larangan riba dalam perbankan syariah juga dibenarkan oleh Agus Triyanta (hal.
44), riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya di antara masyarakat sebelum masa Islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat, dan untuk itulah maka Islam melarangnya . Larangan Islam terhadap kegiatan ekonomi yang tidak adil ini secara terang benderang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Di antara para ulama senior Mesir yang mengharamkan bunga bank:. Ustaz Ahmad mengatakan, meski Syekh Yusuf Qaradawi tidak merepresentasikan ulama Al-Azhar, namun nama Dr. Yusuf Al-Qaradawi dicatat termasuk salah satu tokoh yang secara tegas mengharamkan bunga bank. "Dan posisi beliau sama dengan gurunya, yakin sekali bahwa bunga bank itu adalah riba yang diharamkan," katanya. "Walaupun sebenarnya klaim itu tumbang, karena ternyata banyak juga ulama kontemporer yang menghalalkannya," katanya.
Maka jadilah Syekh Yusuf kata Ustaz Ahmad beliau sebagai salah satu icon di deretan ulama yang anti dengan dengan bunga bank bersama dengan beberapa ulama kontemporer lainnya. Di kalangan ulama Saudi, pendapat yang mengharamkan bunga bank datang dari mufti resmi Kerajaan Saudi Arabia, Syeikh Abdul Aziz bin Bas (w. 1999) rahimahullah.
bahwa bunga bank termasuk riba yang diharamkan. Sementara di antara ulama kontemporer yang berpendapat mualah dengan bank konvensional tidak haram antara lain Dr. Muhammad Abduh, Muhammad Rashid Rida, Abdul al-Wahab Khallaf dan juga Syeikh Mahmud Shaltut. Ustaz Ahmad mengatakan, pendapat Syekh Ali Jum'ah itu nampaknya ingin menampik klaim Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang menyebutkan bahwa keharaman. Al-Azhar yang memandang bahwa bunga bank itu bukan riba yang diharamkan. Pendapat beliau tentang bunga bank ini sama dengan para pendahulunya, yaitu menganggapnya bukan sebagai riba. Syeikh Dr. Muhammad Sayyid Thanatawi.
"Dalam fatwanya beliau menyebutkan bahwa bunga dari hasil menabung di bank bukanlah riba yang haram, tetapi merupakan bagi hasil atas usaha. Menurut Ustaz Ahmad, sebenarnya para ulama yang sepakat tidak memandang bunga bank sebagai riba yang haram cukup banyak. Selain itu menurut Umar Chapra, kata Ustaz Ahmad ada Muhammad Asad dan juga Abdullah Yusuf Ali yang juga berpendapat bahwa bunga bank itu bukan termasuk riba yang diharamkan.
Webinar yang diadakan secara daring ini menghadirkan dua narasumber yaitu Dosen Academy of Contemporary Islamic Studies Universiti Teknologi MARA, Malaysia, Dr. Mohd Asmadi Bin Yakob dan Dosen Program Studi Ekonomi Islam FIAI UII, Dr. Nur Kholis, S.Ag., M.Sh.Ec. Disampaikan Dr. Asmadi, selain sebagai petunjuk bagi umat manusia tujuan Alqur’an diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammd Saw yaitu islahul maali (memperbaiki ekonomi).
Sehingga di sebagian kalangan pemberi modal menetapkan harga tertentu sebagai tambahan atas pengembaliannya, dan hal itulah yang disebut riba. Barulah setelah ayat ini turun umat islam dibersihkan dari perbuatan riba,” tuturnya.
“Riba termasuk dosa besar maka harus dihindari seoptimal mungkin, dan terbukti bahwa Islam secara keseluruhan telah memberikan guidence dalam menjalankan perekonomian,” imbuhnya.
Selain istilah, ada lima macam-macam Riba, Riba Nasi'ah, Riba Fadhl, Riba Al Yad, Riba Qard, dan Riba Jahiliyah Berikut penjelasan lima macam riba menurut Islam:. Riba Nasi'ah. Jual beli ini juga disebut sebagai barter tanpa adanya imbalan untuk tambahan tersebut. Ribah Al Yad adalah riba dalam jual beli atau yang terjadi dalam penukaran. Ilustrasi: Salah satu dari macam-macam riba adalah pengadaan selisih dalam jual beli sebelum penyerahan barang (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi) Ilustrasi: Salah satu dari macam-macam riba adalah pengadaan selisih dalam jual beli sebelum penyerahan barang (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi). Macam-macam Riba menurut Islam yang terakhir adalah Riba Jahiliyah yaitu penambahan utang lebih dari nilai pokok dalam utang piutang karena penerima utang tidak mampu membayar utangnya secara tepat waktu.
Anjuran menghindari riba merupakan salah satu perintah Allah, maka dari itu hukum tentang Riba terdapat dalam A-Quran. Artinya: "Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil.
Pengertian dan macam-macan Riba tertera dalam Al-Quran (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki) Pengertian dan macam-macan Riba tertera dalam Al-Quran (Foto: CNN Indonesia/Safir Makki). Pengertian Riba Menurut Surat Al-Baqarah Ayat 275.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka mereka kekal di dalamnya.".
Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam.
Ini dipertegas dalam Al-Quran Surah Al-Baqarah ayat 275: ...padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah yang konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap kreditur (muqtaridh). Riba Jahiliyyah Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu jatuh tempo.
Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
“Janganlah engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan, atau apa pun yang dapat dibungakan.” Kitab Ulangan 23:20 menyatakan:. Mereka merujuk masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimani oleh orang Kristen.
St. Gregorius dari Nyssa (335 - 395) mengutuk praktik bunga karena menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Konsili Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga. Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada Council of Vienne (tahun 1311) yang menyatakan barangsiapa menganggap bahwa bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa maka ia telah keluar dari Kristen (murtad). Keinginan atau niat untuk mendapat imbalan melebihi apa yang dipinjamkan adalah suatu dosa. Pada masa ini terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang perekonomian dan perdagangan. Pada masa tersebut, uang dan kredit menjadi unsur yang penting dalam masyarakat.
Pinjaman untuk memberi modal kerja kepada para pedagang mulai digulirkan pada awal Abad XII. Para sarjana Kristen pada masa ini tidak saja membahas permasalahan bunga dari segi moral semata yang merujuk kepada ayat-ayat Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, mereka juga mengaitkannya dengan aspek-aspek lain. Pendapat para reformis Protestan telah mengubah dan membentuk pandangan baru mengenai bunga. Para reformis itu antara lain adalah John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500 - 1566), Claude Saumaise (1588-1653), Martin Luther (1483-1546), Melanchthon (1497-1560), dan Zwingli (1484-1531).
Saumise, seorang pengikut Calvin, membenarkan semua pengambilan bunga, meskipun ia berasal dari orang miskin. Tetapi prinsip dari riba (bunga) itulah yang berubah, karena bila zaman dahulu uang tidak bisa memberikan hasil kalau tidak dijalankan seperti yang disebutkan oleh Kitab Matius 25:27 menyatakan:.
Namun demikian, kalau memberikan pinjaman dengan bunga yang terlalu tinggi, maka telah dianggap berdosa karena melawan keadilan.