Mengapa Bunga Bank Dikategorikan Riba. Secara lebih spesifik lagi riba adalah meminta tambahan uang dari pinjaman awal baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini pinjam meminjam atau jual beli tersebut masuk kategori transaksi yang haram. Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya tepat waktu. Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yang terkait dengan bunga bank. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank tersebut menurut syariah Islam:.
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.
Penelitian ini membahas tentang riba dan bunga bank dalam persfektif Islam. Dalam penelitian ini menemukan bahwa persoalan riba dan bunga bank sampai saat ini masih menjadi sesuatu yang masih diperdebatkan. Dalam pandangan pragmatis riba berbeda dengan bunga bank.
Karena di dalamnya bunga bank tidak ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas. Selama keuntungan dari hasil pinjaman dengan menggunakan transaksi perbankan tidak ada unsur tersebut, maka hal itu tidak dapat dikatakan dengan riba. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat unsur tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit maupun banyak. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada karya-karya para ahli yang berbicara masalah bunga bank dan riba, seperti Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, Abdal-Rahman Jazi, AI-Fiqh ala al-Madhahib al-Arba'ah, dan Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest: A Studi of Prohibition Riba and its Contemporary Interpretation.
Kedua, perihal bunga bank keberadaannya masih menjadi polemik dikalangan para ulama Islam. Ketiga, bunga bank yang dipraktikkan dengan tidak mengambil keuntungan yang berlipat ganda, oleh sebagaian ulama tidak dikatakan riba.
Law of Republic of Indonesia on stipulation of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu).
Law of Republic of Indonesia on stipulation of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu).
Penjelasan Pasal 2 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (“UU 21/2008”), yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah). Riba menurut, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam meminjam yang mempersyaratkan nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah).
Riba menurut In M. Umer Chapra yang dikutip dari buku Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam (hal. Menurut Abu Al-A’la Al-Mawdudiy dan In M. Umer Chapra, dikutip dari buku yang sama oleh Agus Triyanta (hal. Riba al-fadhl, yaitu adanya kenaikan dalam pertukaran dari dua buah objek yang sama dari dua belah pihak, di mana keduanya sama-sama memegang kepemilikan objek yang dipertukarakan. [1] Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Larangan riba dalam perbankan syariah juga dibenarkan oleh Agus Triyanta (hal. 44), riba yang sudah menjadi tradisi yang jamak terjadinya di antara masyarakat sebelum masa Islam terbukti telah membahayakan bagi masyarakat, dan untuk itulah maka Islam melarangnya .
Larangan Islam terhadap kegiatan ekonomi yang tidak adil ini secara terang benderang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hukum Perbankan Syariah: Regulasi, Implementasi dan Formulasi Kepatuhannya terhadap Prinsip-Prinsip Islam.
ABSTRAK Riba dan bunga bank adalah dua terminologi yang tidak dapat dipisahkan dalam kajian ekonomi Islam kontemporer. Sekarang yang menjadi permasalahanya adalah ketika pengertian riba dihadapkan kepada persoalan bunga bank: di satu pihak bunga bank merupakan kriteria riba, tetapi di sisi lain kehadiran perbankan sangat diperlukan dalam rangka meningkatkan perekonomian umat Islam yang pada umumnya masih di bawah garis kelayakan, apalagi bila dikaitkan dengan laju pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Bank banyak menimbulkan kontroversi tentang status hukumnya bila dikaitkan dengan bunga atau riba, khususnya bagi umat Islam seringkali mengalami dilema tersebut, apakah bunga bank itu halal, haram atau subhat. Oleh karena itu, penyusun tertarik untuk meneliti pemikiran salah satu intelektual muslim yang dihormati ahli di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, filsafat, ilmu pengetahuan agama, dan pendidikan, yaitu Moh.
Hatta yang ikut menyampaikan pendapat untuk menentukan status hukum riba dan bunga bank. Menurutnya, riba semata-mata konsumtif adalah bunga uang yang di luar perikemanusiaan, bersifat melebihkan dan adanya penindasan (eksploitasi), dan sedangkan bunga bank tidak dapat disamakan hukumnya dengan riba karena tidak ada unsur pemerasan, penindasan (eksploitasi) di dalamnya.
Pertama, induksi yaitu menganalisa data dalam rangka memperoleh gambaran secara umum pemikiran Moh. Kedua, deduktif yaitu menganalisa data dalam rangka memperoleh gambaran secara khusus pemikiran Moh.
Sedangkan bunga bank itu sendiri diberikan dalam bentuk pinjaman produktif tidak terdapat unsur paksaan, pemerasan (eksploitasi) malahan sebaliknya, bunga bank itu sejalan dengan prinsip keadilan dan tolong-menolong.
In this sophisticated era, people generally entrust money to banking services. In addition to getting security guarantees, the public also benefits from banks in the form of interest or profit sharing.Methods and Findings: The purpose of this study was to determine the differences in the views of fuqaha regarding bank interest and usury. The results of this study indicate that in understanding bank interest and usury fuqaha different opinions. First, the textual paradigm understands the nature of the prohibition of usury lies in the existence of additional, as the meaning contained by the word riba itself and based on nas confirmation, that only the principal capital can be taken, so that if the ilat is in bank interest, then the bank interest is usury .
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam memahami bunga bank dan riba fuqaha berbeda pendapat. Pertama, paradigma tekstual memahami ilat pengharaman riba terletak pada adanya tambahan, sebagaimana makna yang dikandung oleh kata riba itu sendiri dan berdasarkan konfirmasi nas, bahwa hanya modal pokok yang dapat diambil, sehingga apabila ilat itu terdapat di bunga bank, maka bunga bank tersebut adalah riba. Kedua, paradigma kontekstual memahami nas dari pengharaman riba secara konteks, yaitu adanya unsur zulm atau eksploitasi yang terjadi pada waktu diharamkannya riba.
Sehingga kondisi tersebut bila dijumpai pada pemberlakuan bunga bank, barulah bunga bank itu dikategorikan sebagai riba yang status hukumnya jelas, yaitu haram. Kelompok ini melihat bahwa apa yang terjadi di bunga bank tidak ada unsur zulm atau eksplotasi, sehingga mereka menetapkan bunga bank tidak termasuk riba, dan hukumnya boleh.