Makalah Tentang Riba Dan Permasalahannya. “Maka apabila telah kami turunkan air hujan diatasnya, hiduplah bumi itu dan menjadi subur serta menumbuhkan berbagai jenis pasangan tumbuhan yang indah.”. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa riba adalah “penambahan pada salah satu dari dua barang sejenis yang dipertukarkan tanpa ada kompensasi terhadap tambahan tersebut”.

c. Riba akan menimbulkan kemalasan berusaha karena pemilik modal menggantungkan pendapatan dari hasil bunga yang dipinjamkan. Riba adalah salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak sehat dan dibenci Allah Swt. Larangan dari praktik ini adalah bertujuan menolak kemudharatan dan mewujudkan kemaslahatan manusia. Riba adalah salah satu usaha mencari rezeki dengan cara yang tidak sehat dan dibenci Allah Swt. Larangan dari praktik ini adalah bertujuan menolak kemudharatan dan mewujudkan kemaslahatan manusia. Ini dilarang dalam Islam karena dianggap sebagai penimbunan kekayaan secara tidak wajar dan mendapatkan keuntungan tanpa melakukan kebaikan.

Kelebihan pembayaran karena penundaan waktu akan menambah jumlah utang orang yang berutang. Pada dasarnya, tukar menukar benda sejenis dibolehkan dalam Islam, dengan syarat harus sama ataupun sebanding antara kualitas dan kuantitasnya. Namun, bila disyaratkan ada nilai lebih dalam proses jual beli atau pinjam meminjam benda sejenis ini maka hal itu termasuk riba fadhal.

Berdasarkan hadits diatas, para fuqaha sepakat atas haramnya riba fadhal pada 6 kelompok harta ribawi, yakni emas, perak, gandum, jagung, kurma, garam. Kemudian, illat diharamkannya tukar menukar emas (dinar) dan perak (dirham) yang tidak imbang kualitas dan kuantitasnya serta tidak tunai adalah karena kedua jenis benda ini adalah alat tukar (maqdain).

Sementara itu, illat diharamkannya tukar menukar gandum, jagung, kurma, garam dan sejenisnya adalah karena semuanya benda tersebut termasuk jenis makanan pokok yang dibutuhkan manusia. Artinya, kesempurnaan jual beli terhadap benda yang berbeda jenis seperti tukar menukar gandum dengan jagung tanpa dilakukan serah terima barang di tempat akad.

Pada ayat ini Allah tidak menyatakan larangan dan keharaman riba secara tegas. Dalam ayat ini, riba digambarkan sebagai sesuatu pekerjaan yang zalim dan batil. Pada tahap ini, Allah lebih tegas lagi terhadap riba melalui riwayat orang Yahudi.

Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.

Dalam ayat tersebut jika ditemukan melakukan kriminalisasi, maka akan diperangi oleh Allah Swt., dan Rasul-Nya. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah sehingga persedian jasa dan barang semakin tertimbun, akibatnya perusahaan macet karena produksinya tidak laku, perusahaan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar, dan mengakibatkan adanya sekian jumlah pengangguran. Riba disepakati ulama sebagai tindakan haram dan bertentangan dengan syariat, tetapi apakah bunga bank/lembaga keuangan konvensional termasuk riba yang diharamkan atau tidak, dalam literatur ekonomi islam konvensional sesungguhnya merupakan kontrovensi. Nahdhatul Ulama, organisasi islam besar sayap tradisional, misalnya pada tahun 1938 menegaskan bahwa bunga bank halal sejauh, hal itu membawa keuntungan bagi si peminjam.

Seperempat abad kemudian, yaitu tahun 1993, Muhammadiyah, organisasi besar Islam lainnya dari sayap modernis, masih juga belum berhasil merumuskan sebuah kebijakan yang utuh tentang bunga, karena sebagian membolehkannya dan sebagian tidak (Hafner, 1998:260-261). Di kalangan para tokoh Islam sendiri, persoalan bunga bank masih merupakan kontraversial.

Beberapa tokoh seperti Syafrusin Prawiranegara, Muhammad Hatta, A.Hasan Bangil, dan Kasman Singodimedjo membolehkan. Beberapa alasan yang mereka kemukakan, dengan mengutip pendapat Muhammad Abduh, adalah bahwa bunga bank berbeda dengan riba, karena bunga bank tidak memberatkan(tidak melipat ganda), sebagaimana pesan QS 3:130. Disamping itu, bunga bank juga bukan untuk kepentingan konsumsi seperti yang dipraktekkan pada masa Jahiliah (Pra-Islam) (Raharjo, 1991: 44-52).

Di Saudi Arabia, sikap M.Amin Aziz, dan Syafi’i Antonio sama dengan Muhammad Ali as-Shabuni (2001: 208-209). Baginya, kata “adh’afan mudha’afah” (berlipat ganda) setelah kalimat “ jangan memakan riba” dalam QS 3:130 bukanlah sebagai syarat, melainkan penjelasan atas praktik riba yang berlipat ganda pada saat ayati itu turun. Sebagaimana ditingkat para tokoh dan ahli islam, kontroversi soal bunga bank juga terjadi di masyarakat.

Menjaga agar seorang Muslim tidak memakan harta orang lain dengan cara-cara yang batil;. Mengarahkan seorang Muslim supaya menginvestasikan hartanya pada usaha yang bersih, jauh dari kecurangan dan penipuan, serta terhindar dari segala tindakan yang menimbulkan kesengsaraan dan kebencian di antara kaum Muslimin. Membukakan pintu-pintu kebaikan dihadapan seorang Muslim untuk mempersiapkan bekal di akhirat kelak dengan meminjami saudaranya sesama Muslim tanpa mengambil manfaat (keuntungan), mengutanginya, menangguhkan utangnya hingga mampu membayarnya, memberinya kemudahan serta menyayanginya dengan tujuan semata-mata mencari keridhaan Allah. Keadaan ini dapat menyebarkan kasih sayang dan ruh persaudaraan yang tulus diantara kaum Muslimin.

Tanya Jawab Seputar Riba (2) – SEF UGM

Makalah Tentang Riba Dan Permasalahannya. Tanya Jawab Seputar Riba (2) – SEF UGM

Hubungan antar manusia yang fundamental berkaitan tentang bagaimana kita berpikir dan berperilaku terhadap orang lain dan apa yang kita inginkan tentang pemikiran dan perilaku mereka, dari hal tersebut dapat muncul sebuah penilaian apakah perlakuan tersebut sesuai dengan moral atau tidak berdasarkan prinsip etika yang berlaku. Begitu juga Al-Ghazali melalui kitab Ihya Ulumuddin yang dikarangnya banyak membahas mengenai etika dalam mencari nafkah dan banyak menjadi referensi etika pada dunia bisnis. Seseorang yang bekerja tanpa pengetahuan bagaimana jual-beli yang sesuai hukum yang berlaku, bagaimana cara menghindari riba atau bagaimana membuat kontrak kerja sama yang sah, secara tidak sengaja dapat membawanya ke dalam tindakan yang mengakibatkan dosa.

Memperhatikan hukum merupakan kunci penting dari perilaku moral, dan dalam melaksanakannya diperlukan pengetahuan tentang hal itu. Mewujudkan kebaikan untuk banyak pihak. Al-Ghazali menggunakan kata Ihsan (kebajikan atau berbuat baik) untuk mengartikan bahwa bisnis tidak hanya selesai untuk memenuhi kepentingan pribadi, tetapi juga memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial.

Oleh karena itu, pemisahan aspek bisnis dari nilai dianggap kekeliruan oleh beberapa pihak yang mendorong para pemikir postmodernism untuk melakukan perubahan dan memperkenalkan kembali dimensi moral dalam bisnis pada beberapa dekade terakhir. Al-Ghazali melalui pemikirannya dapat menunjukkan secara menarik bahwa perilaku bisnis yang etis dapat menyeimbangkan kepentingan bisnis dan stakeholders.

2017. Business and Society: Stakeholders, Ethics, Public Policy.

Tanya Jawab Seputar Riba (1) – SEF UGM

Makalah Tentang Riba Dan Permasalahannya. Tanya Jawab Seputar Riba (1) – SEF UGM

Hubungan antar manusia yang fundamental berkaitan tentang bagaimana kita berpikir dan berperilaku terhadap orang lain dan apa yang kita inginkan tentang pemikiran dan perilaku mereka, dari hal tersebut dapat muncul sebuah penilaian apakah perlakuan tersebut sesuai dengan moral atau tidak berdasarkan prinsip etika yang berlaku. Begitu juga Al-Ghazali melalui kitab Ihya Ulumuddin yang dikarangnya banyak membahas mengenai etika dalam mencari nafkah dan banyak menjadi referensi etika pada dunia bisnis. Seseorang yang bekerja tanpa pengetahuan bagaimana jual-beli yang sesuai hukum yang berlaku, bagaimana cara menghindari riba atau bagaimana membuat kontrak kerja sama yang sah, secara tidak sengaja dapat membawanya ke dalam tindakan yang mengakibatkan dosa.

Memperhatikan hukum merupakan kunci penting dari perilaku moral, dan dalam melaksanakannya diperlukan pengetahuan tentang hal itu. Mewujudkan kebaikan untuk banyak pihak.

Al-Ghazali menggunakan kata Ihsan (kebajikan atau berbuat baik) untuk mengartikan bahwa bisnis tidak hanya selesai untuk memenuhi kepentingan pribadi, tetapi juga memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial. Oleh karena itu, pemisahan aspek bisnis dari nilai dianggap kekeliruan oleh beberapa pihak yang mendorong para pemikir postmodernism untuk melakukan perubahan dan memperkenalkan kembali dimensi moral dalam bisnis pada beberapa dekade terakhir. Al-Ghazali melalui pemikirannya dapat menunjukkan secara menarik bahwa perilaku bisnis yang etis dapat menyeimbangkan kepentingan bisnis dan stakeholders. 2017. Business and Society: Stakeholders, Ethics, Public Policy.

Related Posts

Leave a reply