Kerja Di Pnm Apakah Riba. Pada dasarnya setiap akad muamalah itu ada prinsip-prinsip yang harus ditaati dan dijalankan diantaranya adalah kegiatan muamalah harus mendatangkan kemaslahatan serta menjauhi segala bentuk hal-hal yang dilarang dalam islam, seperti Riba, Gharar,dan Maysir. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu (1)Bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung (2) Bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.
Dan tujuan dari penelitian ini adalah, (1) Untuk mengetahui bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung(2) Untuk mengetahui bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung. Sumber data sekunder diperoleh dari berbagai referensi seperti buku-buku, skripsi dan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Setelah data terkumpul, lalu di klasifikasikan dan analisis kemudian dibuat kesimpulan. Hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa (1) Di PNM Mekaar ini memberikan pinjaman uang dengan adanya potongan 5% dari jumlah hutan pokok dan bunga 2,5% yang diangsur setiap minggu selama satu tahun.
Potongan dan bunga tersebut menjadi keuntungan bagi pihak PNM Mekaar. (2) Ditinjau dari Hukum Islam, praktik Hutang Piutang pada PNM Mekaar ternyata mendatangkan kemaslahatan bagi para anggotanya, terutama dalam membantu memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Namun pada setiap pinjaman yang diberikan oleh pihak koperasi ada potongan dan dana tambahan dari utang pokok yang diperjanjikan sehingga hal tersebut tergolong kepada riba qardh. Sehingga Hutang Piutang di PNM Mekaar ini tidak sesuai dengan prinsip Hukum Ekonomi Syariah, meskipun kegiatan Hutang Piutang di PNM Mekaar tersebut mendatangkan kemaslahatan namun jika di dalamnya ada unsur riba, maka kemaslahatan tersebut ditolak oleh syara’ karena bertentangan dengan syariat islam dan kemaslahatan yang seperti itu disebut dengan Mashlahah al-mulghah.
Dari berbagai situs dan tulisan bahwa pegawai yang bekerja di bank konvensional itu gaji/penghasilannya dihukumi riba. Penanya yang budiman, perlu diketahui bahwa gaji dalam Islam dikenal dengan istilah ujrah (upah). Ujrah diberikan karena seseorang melakukan kerja yang dibebankan kepadanya. Seperti misalnya kandungan hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah radliyallâhu ‘anhâ , Nabi ﷺ bersabda:.
Ujrah disampaikan dengan akad sayembara, misalnya adalah "jika kamu berhasil menyelesaikan ini dalam target 4 hari, kamu saya beri harga kontrak kerjamu ditambah dengan bonus sebesar 1 juta rupiah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakaria Al-Anshary dalam Fathu al-Wahab , antara lain sebagai berikut:.
Riba nasa’ , yaitu riba yang terjadi akibat jual beli tempo.” (Lihat: Syekh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Fathul Wahâb bi Syarhi Manhaji al-Thullâb , Kediri: Pesantren Fathul Ulum, tt., juz I, hal. Gaji yang Anda terima adalah upah karena kerja, dan bukan disebabkan karena Anda sedang melakukan transaksi jual beli barang ribawi atau utang piutang. Demikian jawaban singkat kami, semoga berkenan di hati saudara penanya.
Muhammad Syamsudin , Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri Putri, P. Bawean, JATIM.
Mohon di jawab gan . Ane kerja di PNM bagian kebersihan . Apakah PNM itu riba . Dan gimana gan kalo saya ga terlibat langsung . Saya hanya tukang bersih bersih . Apa hukumnya ?
Makasih banyak yg udah bantu jawab .
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu (1)Bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung (2) Bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung. Dan tujuan dari penelitian ini adalah, (1) Untuk mengetahui bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung(2) Untuk mengetahui bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung. Sumber data sekunder diperoleh dari berbagai referensi seperti buku-buku, skripsi dan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa (1) Di PNM Mekaar ini memberikan pinjaman uang dengan adanya potongan 5% dari jumlah hutan pokok dan bunga 2,5% yang diangsur setiap minggu selama satu tahun. (2) Ditinjau dari Hukum Islam, praktik Hutang Piutang pada PNM Mekaar ternyata mendatangkan kemaslahatan bagi para anggotanya, terutama dalam membantu memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu (1)Bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung (2) Bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung. Dan tujuan dari penelitian ini adalah, (1) Untuk mengetahui bagaimana Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung(2) Untuk mengetahui bagaimana Hukum Islam tentang Praktik Hutang Piutang Pada PNM Mekaar di Desa Sumberrejo Sejahtera Kecamatan Kemiling Bandar Lampung.
Hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa (1) Di PNM Mekaar ini memberikan pinjaman uang dengan adanya potongan 5% dari jumlah hutan pokok dan bunga 2,5% yang diangsur setiap minggu selama satu tahun. (2) Ditinjau dari Hukum Islam, praktik Hutang Piutang pada PNM Mekaar ternyata mendatangkan kemaslahatan bagi para anggotanya, terutama dalam membantu memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Para ulama, bahkan kaum Muslim, sepakat tentang haramnya riba, karena di dalam al-Qur’an hal itu disebutkan secara jelas dan pasti. Kita mengetahui banyak praktik perbankan dengan aneka jasa yang ditawarkannya.
Bila Anda berpendapat bahwa suatu bank melakukan transaksi atas dasar riba, kemudian hati dan pikiran Anda cenderung mengharamkan secara mutlak, maka dalam hal ini bekerja dan membantu terselenggaranya praktik riba itu, apa pun bentuknya, adalah haram. Ini, sekali lagi, jika bank itu hanya menawarkan jasa atas dasar riba.
Bila ada jasa lain yang ditawarkannya, dan jasa tersebut tidak haram, maka ini berarti bank tersebut mencampurkan antara uang halal dan uang haram. Demikian pendapat beliau dalam bukunya Buhuts wa Fatawa Islamiyah fi Qadhaya Mu’ashirah (jilid II, hlm 746).
Jika anggota atau pihak lain yang mengajukan pinjaman pada koperasi, lalu dikenai tambahan dari utang tersebut, ini hakekatnya adalah riba. Namun berdasarkan kata sepakat para ulama -sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Mundzir-, perkataan di atas benar adanya.
Jika di dalamnya disengaja mencari keuntungan, maka sudah keluar dari konteks tujuannya. Jadi walaupun dinamakan sisa hasil usaha, namun kalau hakikatnya adalah riba, maka hukumnya jelas haram. Adapun jika pendapatan koperasi bercampur antara hasil usaha riil dengan simpan pinjam, maka pendapat seperti itu harus dipisahkan. Yang haram tersebut mesti dibersihkan dengan disalurkan pada kemaslahatan kaum muslimin, bukan dimanfaatkan oleh anggota secara pribadi.
Tentu saja SHU seperti itu mesti dihapus dan hendaklah semakin bertakwa pada Allah dengan meninggalkan yang haram.
Namun, jika tidak boleh diubah ke maksud lembaga perkreditan, maka hukumnya disamakan dengan riba, yang murni diputus sebagai haram. Karena perselisihan inilah maka denda dihukum sebagai syubhat, yaitu tidak jelas antara halal dan haramnya.
Dua peluang lainnya hukumnya adalah syubhat, dan tidak sampai haram disebabkan karena statusnya ada ulama yang membolehkan. فائدة لو أخذ من غيره بطريق جائز ما ظن حله وهو حرام باطنا فإن كان ظاهر المأخوذ منه الخير لم يطالب في الآخرة وإلا طولب قاله البغوي.
Artinya: "Sebuah faidah: Seandainya ada seseorang mengambil dari orang lain dengan jalan yang jaiz sesuatu yang diduga halalnya, padahal adalah haram secara bathin , maka bila dhahir barang tersebut adalah baik, maka ia tidak akan dituntut di akhirat. Pokok masalah sebagaimana disampaikan oleh Syekh Zainuddin al-Malaibary di atas, bila sang juragan sumber nafkahnya berasal dari perkara haram. Sementara gaji hakikinya, lembaga tersebut sejatinya belum membayar sehingga ia punya tanggung jawab hutang kepada pegawai.