Jual Beli Kredit Apakah Riba. Banyak orang yang beranggapan bahwa jual beli kredit adalah sama dengan “ nganakne duit ” (riba). Betapa Allah sangat memperhatikan kehidupan niaga ini dengan sampai memberikan ancaman bagi kaum yang hendak mengaburkan pandangan antara jual beli dan riba. Artinya: “Andai ada seorang penjual berkata kepada seorang pembeli: “Aku jual ke kamu (suatu barang), bila kontan dengan 1.000 dirham, dan bila kredit sebesar 2.000 dirham, maka aqad jual beli seperti ini adalah sah.” (Abu Yahya bin Syaraf al-Nawawi, Raudlatu al-Thâlibîn , Maktabah Kairo, Juz 3, hal 397).

Sampai di sini, maka bisa diambil kesimpulan, bahwa jual beli kredit adalah boleh. Orang yang menyerupakan jual beli kredit dengan riba, adalah kelak mendapat ancaman dari Allah, sebagaimana tertuang di dalam QS.

9 Syarat Sah Akad Jual Beli Secara Kredit Terhindar Riba

Jual Beli Kredit Apakah Riba. 9 Syarat Sah Akad Jual Beli Secara Kredit Terhindar Riba

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jual-beli kredit dibolehkan dalam Islam dengan beberapa syarat yang ditentukan. Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, sekalipun akad jual-beli kredit dengan harga yang lebih mahal dibandingkan harga tunai pada dasarnya dibolehkan. Juga tidak boleh dalam akad jual beli-kredit dipisah antara harga tunai dan margin yang diikat dengan waktu dan bunga, karena ini menyerupai riba (Journal Fiqh Council). Barang terlebih dahulu dimiliki penjual sebelum akad jual-beli kredit dilangsungkan. Barang yang dijual bukan merupakan emas, perak atau mata uang. Maka tidak boleh menjual emas dengan cara kredit, karena ini termasuk riba ba'i.

Barang yang dijual secara kredit harus diterima pembeli tunai pada saat akad berlangsung. Maka tidak boleh transaksi jual-beli kredit dilakukan hari ini dan barang diterima pada keesokan harinya.

Maka tidak boleh akad dibuat dengan cara beli sewa (leasing). Karena ini adalah bentuk riba yang dilakukan orang-orang Jahiliyah di masa Nabi Muhammad SAW.

Tinjauan Syariat Terhadap Jual-Beli Kredit

Jual Beli Kredit Apakah Riba. Tinjauan Syariat Terhadap Jual-Beli Kredit

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang dan beliau juga menggadaikan perisai kepadanya.” (HR. kelompok pertama adalah kategori barang yang menjadi alat tukar atau standar harga, seperti; emas, perak, uang, dll.

Konsekuensi dari penjelasan di atas, maka tidak diperbolehkan jual beli uang, valas, emas atau alat tukar sejenisnya dengan cara kredit. Diriwayatkan di dalam sebuah hadis dari Ibnu ‘Umar mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli hutang dengan hutang.” (HR.

Mayoritas para ulama membolehkan praktik jual beli kredit semacam ini, dengan catatan sudah terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli sebelum mereka berpisah. Sebagaimana dalam akad salam diperbolehkan mengakhirkan penyerahan barang dengan syarat pembayaran kontan serta ukuran dan waktu penyerahannya jelas, maka boleh juga dalam akad kredit mengakhirkan penyerahan uang dengan syarat peyerahan barang secara kontan serta nominal pembayaran dan waktu pembayarannya jelas.

Praktik Kredit dalam Sudut Pandang Islam

Jual Beli Kredit Apakah Riba. Praktik Kredit dalam Sudut Pandang Islam

Sebelum lebih jauh membahas kredit, anggota Dewan Syariah Nasional MUI, Hidayatulloh SHI MH menjelaskan definisi riba. Dalil tersebut diperkuat beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, salah satunya adalah riwayat Imam Muslim: Dari Jabir RA, dia berkata, “Rasulullah SAW melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikannya.” Dia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.”. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengatakan dalam praktik di bank konvensional, kredit adalah utang piutang yang disertai bunga. Kita dapat merujuk kepada beberapa keputusan ulama internasional antara lain Majma’ul Buhuts al-Islamiyyah di Al-Azhar Mesir pada Mei 1965, Majma’ al-Fiqh al-Islamy negara-negara Organisasi Kerjasama Islam yang diselenggarakan di Jeddah 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22-28 Desember 1985 dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 yang menetapkan keharaman bunga bank.

Menurut Ustadz Hidayatulloh, dalam ajaran Islam, kredit atau utang diperbolehkan dengan syarat tidak ada ziyadah (tambahan). Maka dikenal istilah qardh (utang piutang) yang termasuk akad tabarru’ (tolong menolong).

“Namun akad qardh ini sulit atau bahkan tidak dapat diimplementasikan di lembaga keuangan syariah karena tidak boleh ada keuntungan, sedangkan lembaga keuangan syariah adalah entitas bisnis yang bertujuan mendapatkan keuntungan dan membutuhkan biaya operasional,” ujar dia. Misalnya nasabah butuh dana untuk membeli kendaraan, makanya bank syariah menyediakan pembiayaan dengan akad murabahah atau ijarah al-muntahiya bit tamlik.

Lalu nasabah yang butuh modal usaha dapat diberikan pembiayaan dengan akad mudharabah atau musyarakah. Dia menambahkan, selain hadits riwayat Imam Muslim yang disebutkan tadi , Hidayatulloh memaparkan pula salah satu hadits larangan riba adalah dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Rasulullah bersabda, “Akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana mereka (terbiasa) memakan riba.

Related Posts

Leave a reply