Hukum Riba Adalah Haram Apa Manfaat Diharamkannya Riba Bagi Kehidupan Kita. Law of Republic of Indonesia on stipulation of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu).
Tetapi, Allah melarang seseorang untuk berusaha mengembangkan hartanya dengan cara riba. Larangan Allah SWT tentang pengharaman riba semata-mata demi melindungi berbagai aspek, seperti kemaslahatan manusia, baik yang menyangkut akhlak, sosial, maupun ekonominya. Seperti dalam hadis riwayat Ahmad dan Tirmidzi, “Kehormatan harta seorang Muslim itu sama seperti kehormatan darahnya.” Maka dari itu,mengambil harta orang lain tanpa ganti atau kompensasi adalah perbuatan yang dilarang Allah SWT.
Padahal, harta takkan bisa didapat selain dengan cara bekerja, berdagang, berproduksi, dan membangun. Karena itu, tidak diragukan lagi bahwa riba dapat berpengaruh terhadap status ekonomi seseorang.
Maka akan lebih banyak korban yang tidak lagi peduli dengan tindakan tersebut.
Karena menjadi wirausahawan sesungguhnya hanya membutuhkan keberanian secara pribadi untuk kemudian menciptakan karya bernilai ekonomi tinggi melalui proses kreativitas dan inovasi. Nilai ibadah yang luas, dimana bukan hanya terkait dengan aspek ritual saja dapat menjadi motivasi utama untuk membangkitkan semangat berbisnis.
Berbisnis menjadi bagian pentig dari ibadah, sehingga jalan yang ditempuh seyogyanya juga sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri. Islam memandang penting semua itu agar manusia bisa dengan lebih mudah menjalankan bentuk ibadah-ibadah lainnya seperti memberi nafkah terhadap keluarga, menyantuni anak yatim, membayar zakat dsb. Nilai-nilai kejujuran (shiddîq), ‘amânah (dapat dipercaya), fathânah (kecerdasan), tablîg (komunikatif) merupakan pilar utama yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha. Sebagai pelaku bisnis dan juga rasul, Nabi Muhammad saw tak henti-hentinya menghimbau umatnya untuk berwirausaha guna mencari rezeki Allah yang halal.
Berarti bahwa kemiskinan bisa menjadi ancaman terhadap iman, bahkan dalam banyak kasus seorang muslim berpindah keyakinan karena alasan kebutuhan ekonomi.
Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan syari’atNya. Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang dilarang dan diharamkan.
Salah satu contoh transaksi jual beli yang jujur adalah dengan cara penjual menyempurnakan takaran. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Transaksi jual beli yang dilakukan, hendaklah tidak melupakan kewajiban manusia untuk menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Jumuah ayat 9-10 yang artinya” “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Karena hal ini juga berarti ikut serta melakukan dan menyebarluaskan keharaman di muka bumi. Rasullullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah jika mengharamkan atas suatukaum memakan sesuatu, maka diharamkan pula hasil penjualannya” (HR Abu Daud dan Ahmad). Dalam hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa Islam melarang transaksi jual beli harta riba.
Di antara hikmah-hikmah diharamkannya riba sebagai tambahan dari himah-hikmah umum semua tuntutan syariat yaitu menguji keimanan seorang hamba dengan ketaatan, baik berupa tuntutan untuk melakukan perbuatan atau tuntutan untuk meninggalkannya:. Untuk melindungi harga seorang muslim agar tidak diambil secara batil atau dimakan secara batil.
Mengarahkan kaum muslimin untuk mengembangkan hartanya cengan cara-cara terhormat yang bersih dari rekayasa atau tipuan, serta jauh dari hal-hal yang memberatkan kaum muslimin dan menimbulkan permusuhan diantara mereka, misalnya bertani, industry atau perdagangan yang benar dan bersih. Menutup jalan yang dapat mengantarkan kepada permusuhan dan memberatkan kepada saudara sesame muslin serta hal-hal yang menimbulkan kebencian.
Menjauhkan seorang muslin dari hal yang dapat menyebabkan kebinasaan, karena pemakan riba adalah orang yang zalim, sedangkan akibat dari kezaliman adalah keburukan. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu sendiri.
وعن جابر - رضي الله عنه - أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أتقوا الظلم فإن الظلم ؛ ظلمات يوم القيامة، واتقوا الشح فإن الشح أهلك من كان قبلكم؛ حملهم على أن سفكوا دماءهم واستحلوا محارمهم". Hindarilah kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat, jauhilah sifat kikir karena kikir itu telah menghancurkan orang-orang sebelum kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah dan menghalalkan yang diharmkan (HR.
Membuka pintu-pintu kebaikan pada diri seorang muslim untuk dijadikan bekal di akhirat, yaitu dengan menghutangi saudaranya tanpa bunga, memberikan pinjaman dan menunggu sampai mampi melunasi memberik kemudahan dan menaruh rasa kasihan dalam rangka mencari rida Allah. Karena hal ini terkandung yang dapat menebarkan kasih sayang di antara kaum muslimin, mewujudkan rasa persaudaraan dan saling tulus di antara mereka.
Makna tambahan dalam riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan salah satu pihak dalam suatu transaksi. Dalam pengertian lain secara linguistik seperti Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (15/1/2019), riba juga berarti tumbuh dan membesar.
Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Tetapi dalam ilmu ekonomi, riba merujuk pada kelebihan dari jumlah uang pokok yang dipinjamkan oleh si pemberi pinjaman dari si peminjam. Kata riba dalam bahasa Arab dapat berarti tambahan meskipun sedikit di atas jumlah uang yang dipinjamkan, hingga mencakup sekaligus riba dan bunga.
Secara lebih spesifik lagi riba adalah meminta tambahan uang dari pinjaman awal baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam yang bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Dalam hal ini pinjam meminjam atau jual beli tersebut masuk kategori transaksi yang haram. Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya tepat waktu.
Misalnya membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah buah-buahan tersebut besar atau layak dipetik. Disadari atau tidak, praktik riba banyak terdapat dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yang terkait dengan bunga bank. Bunga bank adalah keuntungan yang diambil oleh bank dan biasanya di tetapkan dalam bentuk persentase seperti 5% atau 10% dalam jangka waktu bulanan atau tahunan terhitung dari jumlah pinjaman yang diambil nasabah. Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional.
Berikut ini kami sampaikan beberapa pendapat ulama mengenai bunga bank tersebut menurut syariah Islam:. Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa pilihan yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank adalah haram.
Eksistensi bunga diragukan oleh beberapa kalangan Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.