Bunga Bank Riba Atau Bukan. Law of Republic of Indonesia on stipulation of Government Regulation in Lieu of Law (Perppu).
Penelitian ini membahas tentang riba dan bunga bank dalam persfektif Islam. Dalam penelitian ini menemukan bahwa persoalan riba dan bunga bank sampai saat ini masih menjadi sesuatu yang masih diperdebatkan.
Dalam pandangan pragmatis riba berbeda dengan bunga bank. Karena di dalamnya bunga bank tidak ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas. Selama keuntungan dari hasil pinjaman dengan menggunakan transaksi perbankan tidak ada unsur tersebut, maka hal itu tidak dapat dikatakan dengan riba.
Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat unsur tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit maupun banyak. Data primer dalam penelitian ini merujuk pada karya-karya para ahli yang berbicara masalah bunga bank dan riba, seperti Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, Abdal-Rahman Jazi, AI-Fiqh ala al-Madhahib al-Arba'ah, dan Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest: A Studi of Prohibition Riba and its Contemporary Interpretation. Penelitian ini berhasil menyimpulkan tiga hal; Pertama, riba merupakan sesuatu yang dilarang dalam Islam, baik riba berupa tambahan yang bersifat besar maupun yang bersifat kecil.
Kedua, perihal bunga bank keberadaannya masih menjadi polemik dikalangan para ulama Islam. Ketiga, bunga bank yang dipraktikkan dengan tidak mengambil keuntungan yang berlipat ganda, oleh sebagaian ulama tidak dikatakan riba.
Nampaknya beliau ingin menampik klaim Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang menyebutkann bahwa keharaman bunga bank kitu sudah menjadi ijma’ jumhur ulama. Jadi fatwa beliau ini lebih spesifik lagi, bukan hanya yang menyimpan uangnya saja yang aman dari riba, bahkan ketika seorang meminjam uang dari bank (menjadi debitur), lalu dia bayar ‘bunga’ kepada bank, maka itu pun menurut beliau bukan riba, melainkan bagi hasil. Dalam hal daftar ulama yang menghalalkan bunga bank, nama beliau bisa dianggap sebagai urutan terdepan. Bila seseorang memberikan uang 1.000 Junaih kepada seorang pengusaha atau kontraktor untuk dia jadikan modal usaha, dengan kesepakatan tiap tahun dia akan memberikan 50 Junaih, maka saya memandang ini adalah mudharabah dan syarikah antara keduanya.
Dengan demikian pemberian bunga dari pihak bank kepada pemilik titipan itu tidak bisa disebut sebagai riba. Bahkan dalam pandangan beliau, ketika uang titipannya di bank itu justru dipinjamkan lagi kepada pihak lain untuk usaha, maka ini termasuk amal kebaikan yang mendapatkan pahala. Pandangan dan ijtihad beliau ini kemudian dituliskan dalam karya ilmiyah dengan judul Al-Ashum wa As-Sanadat Dharuratu Al-Afrad waDharuratu Al-Ummah (الأسهم والسندات ضرورة الأفراد وضرورة الأمة). Kami memandang sesuai dengan praktek hukum syariah dan qawaid fiqhiyah yang salimah bahwa keuntungan dari sunduq taufir (saving box) itu halal, tidak ada keharaman di dalamnya.
Kalau memang masalah bunga bank itu khilafiyah, mohon dijelaskan kenapa berbeda pendapat dan siapa saja yang berpendapat demikian. Sebagai barang baru yang tidak pernah ada kajian ulama sebelumnya, maka pembahasan tentang bank ini berpotensi besar untuk jadi polemik dan titik perbedaan pendapat. Meski tidak merepresentasikan ulama Al-Azhar, namun nama Dr. Yusuf Al-Qaradawi dicatat termasuk salah satu tokoh yang secara mengharamkan bunga bank. Sehingga terkesan seolah-olah yang berfatwa haramnya bunga bank banyak sekali jumlahnya, walaupun sesungguhnya semua kembali kepada satu tokoh saja.
Nampaknya beliau ingin menampik klaim Dr. Yusuf Al-Qaradawi yang menyebutkann bahwa keharaman bunga bank kitu sudah menjadi ijma’ jumhur ulama. Jadi fatwa beliau ini lebih spesifik lagi, bukan hanya yang menyimpan uangnya saja yang aman dari riba, bahkan ketika seorang meminjam uang dari bank (menjadi debitur), lalu dia bayar ‘bunga’ kepada bank, maka itu pun menurut beliau bukan riba, melainkan bagi hasil. Bahkan dalam pandangan beliau, ketika uang titipannya di bank itu justru dipinjamkan lagi kepada pihak lain untuk usaha, maka ini termasuk amal kebaikan yang mendapatkan pahala.
Kami memandang sesuai dengan praktek hukum syariah dan qawaid fiqhiyah yang salimah bahwa keuntungan dari sunduq taufir (saving box) itu halal, tidak ada keharaman di dalamnya.