Apakah Uang Riba Bisa Jadi Halal. "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.".
MENARIK juga pertanyaan saudara, karena mengaitkan langsung dengan situasi dan kondisi saat ini. Sehingga wajar kalau Allah SWT dan Rasul mengancam orang yang telibat riba dengan berbagai ancaman.
Dan barang siapa yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Selain ancaman Alquran, Rasulullah SAW juga menjelaskan bahaya riba dan mengancam pelakunya, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Jabir di atas.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Dosa riba memiliki 72 pintu, dan yang paling ringan adalah seperti seseorang berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (lihat: Silsilah Shahihah no.1871) Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Hakim, dijelaskan, “Bahwa satu dirham dari hasil riba jauh lebih besar dosanya daripada berzina 33 kali”.
Ustadz Erwandi Tarmizi melanjutkan, uang Rp500 ribu yang dipotong setiap bulan itu akan disimpan oleh pihak perusahaan untuk diberikan ketika karyawan sudah pensiun. Pada saat penyimpanan dana pensiunan ini, menurut Ustadz Erwandi Tarmizi, terjadi pelanggaran terhadap Syariat Islam. Sebab, bank akan menginvestasikan dana simpanan tersebut melalui berbagai program bank-bank konvensional yang umumnya haram dalam hukum Islam. Ia menjelaskan mengapa status tersebut belum final karena bergantung pada unsur gaji pensiunan yang diterima karyawan.
Sepanjang karyawan menerima gaji pensiunan yang sifatnya pokok, atau berasal dari hasil potongan perusahaan, maka hukumnya halal. Namun, bila karyawan mendapat tambahan dana di luar pokok yang sumber uang tersebut berasal dari investasi ribawi tadi, maka hukumnya haram. Bila Anda terima Rp5 juta, berarti Rp500 ribunya atau 10 persennya adalah bunga riba," jelas Ustadz Erwandi Tarmizi.
Namun, jika di usia pensiun si karyawan tidak memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhannya, maka kelebihan gaji pensiunan tersebut bisa ia gunakan. "Tapi kalau di masa pensiun Anda berkecukupan hidup, anak-anak pun ikut membantu, maka yang Rp500 ribu tadi berikan kepada fakir miskin," tandas Ustadz Erwandi Tarmizi.
Selain membahas cuan, ternyata banyak netizen yang bertanya soal apakah Bitcoin itu haram atau halal. Sebenarnya untuk menjawab hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan 11 catatan tentang mata uang Bitcoin.
Sebelumnya, pada 28 Desember 2017, lembaga Fatwa Darul Ifta Al-Azhar Mesir merilis lebih dulu kajian tentang Bitcoin. Muhammad Cholil Nafis, Lc., M.A., Ph.D. atau biasa disapa Kiyai Cholil yang merupakanDengan demikian, berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut di atas, hukum Bitcoin sebagai alat tukar adalah mubah (boleh) bagi mereka yang berkenan untuk menggunakan dan mengakuinya.
Namun hukum Bitcoin sebagai investasi menjadi haram karena nyatanya Bitcoin diperlakukan sebagai alat spekulasi, bukan untuk investasi, atau dengan kata lain, hanya menjadi alat permainan untung-rugi, bukan suatu bisnis yang menghasilkan.Sementara, Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Fahmi Salim menyatakan bahwa di dunia Islam belum ada fatwa khusus yang dapat dijadikan pedoman untuk bersama-sama menyepakati hukum uang kripto. Tingkat kebaruan yang cukup rumit, menurutnya membuat para ulama sebagian besar tidak tergesa-gesa memberi hukum, termasuk Muhammadiyah.
"Para fuqaha sangat berhati-hati untuk memfatwakannya," ungkapnya dalam situs Muhammadiyah.Secara pribadi, Fahmi Salim berpendapat bahwa hukum mata uang kripto tergantung pada penggunaannya apakah digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Kalau digunakan untuk menghasilkan yang halal maka produknya bisa tetap halal," jelasnya.Akan tetapi, Ulama muda jebolan Al-Azhar Kairo tersebut cenderung menghindari penggunaan mata uang kripto karena fungsi mata uang kripto belum diakui oleh negara sebagai alat tukar, timbangan ataupun komoditas.
Belum lagi, angka fluktuasi mata uang kripto yang dapat berubah secara tajam dalam waktu singkat.
Itulah sebabnya, Sobat Principal mungkin kerap mendengar istilah ekonomi yang sering dihubungkan dengan keuangan syariah. Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan usaha yang mengandung risiko, karena memiliki unsur ketidakpastian.
Inilah mengapa, Sobat Principal harus benar-benar teliti dalam memahami latar belakang dari investasi yang ingin ditanamkan. Lembaga investasi gharar umumnya juga tidak berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Sobat Principal perlu memahami bahwa investasi halal jika dijalankan dengan unsur kecurangan, secara otomatis akan menjadi haram. Investasi yang memiliki unsur kecurangan juga akan dilakukan dengan cara tidak baik (dzalim).
Investasi jenis ini biasanya dilakukan dengan cara pemaksaan dalam akad atau transaksi, ada penipuan (tadlis), merekayasa permintaan (tanajusy), bersifat menimbun (ihtikar), merugikan (ghabn), membahayakan (dharar), dan memiliki aktivitas suap-menyuap (risywah).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Perbuatan riba merupakan dosa besar yang akan mendapat laknat Allah SWT dan Rasulullah SAW jika tidak segera ditinggalkan. "Inti riba nasi’ah adalah pinjaman uang yang harus ada tambahan dalam pengembaliannya," katanya.
Menurut Ustadz Ahmad untuk bisa dianggap sebagai riba nasi’ah secara benar dan akurat, setidaknya harus ada lima ketentuan yang terpenuhi. "Namun kalau yang terjadi bukan pinjam melainkan titip uang, kasusnya sudah keluar dari riba," katanya.
Seandainya saat pengembaliannya B memberi tambahan kepada A menjadi 11 juta, kasus ini tidak bisa dihukumi sebagai riba. Sebab pinjam benda yang harus ada tambahannya masuk ke dalam akad sewa menyewa, atau disebut dengan ijarah.
Seandainya tambahan itu tidak disyaratkan di awal dan terjadi begitu saja, ini pun juga bukan termasuk riba yang diharamkan. Di masa sekarang kita mengenal ada inflasi yang ekstrem, sehingga membuat nilai mata uang anjlok.
Kalau sampai 50 tahun kemudian belum dikembalikan, apakah pengembaliannya tetap 10 juta ataukah harus disesuaikan dengan nilainya di hari ini?