Apakah Gadai Motor Termasuk Riba. FENOMENA yang terjadi saat ini kebanyakan dari manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yaitu dengan melakukan gadai barang. Bila kita amati secara seksama banyak kantor pegadaian yang berdiri dan bertebaran di sekitar tempat tinggal, baik resmi dari pemerintah maupun swasta.
Sedangkan secara istilah gadai adalah sebuah harta yang dijadikan jaminan pinjaman atau hutang yang bertujuan bisa dijadikan sebagai alat pembayaran dengan nilai sebagian atau seharga harta tersebut,jika hutang tidak dapat dilunasi. Hal ini lebih sering disebut”bunga gadai” yang pembayarannya dilakukan setiap lima belas hari sekali dan apabila pembayarannya terlambat sehari saja, maka nasabah harus membayar dua kali lipat dari kewajibannya, karena perhitungannya sehari sama dengan lima belas hari. Jadi, praktik gadai diperbolehkan dalam islam apabila dilakukan dengan cara-cara dan tujuan yang tidak merugikan orang lain.
BincangSyariah.Com – Untuk memahami mengenai hukum gadai motor atau mobil, maka terlebih dulu yang harus senantiasa terpatri di benak kita adalah bahwa akad utang dengan adanya jaminan berupa barang fisik yang bisa dijual saat jatuh tempo pelunasan, namun pihak penggadai belum bisa menunaikan kewajibannya, adalah termasuk akad gadai (rahn). Karena di dalam utang (qardl), fisik barangnya tidak bisa berganti ke jenis yang lain.
Karena qardl merupakan rumpun jual beli, maka bisa juga gadai itu diistilahkan dengan istilah lain, yaitu sebagai bai’ bi syarthin . Ya berupa kebolehan untuk menjual barang yang dijadikan agunan, ketika terjadi keterlambatan pelunasan saat jatuh tempo. Kalau untuk menutup utang itu harus memakai uangnya penjamin, maka jaminannya berarti adalah kesanggupan menghutangi (dlaman bi al-dain). Pertama, berupa fisik yang nilainya “minimal” seimbang dengan kewajiban penunaian utang penggadai terhadap pegadaian.
Kedua, risiko menjadikan motor dan mobil sebagai agunan, adalah pihak rahin (penggadai) harus menyerahkan aset jaminan itu kepada murtahin (pegadaian), apabila diminta. Keharusan kedua pihak untuk menjaga nilai barang sehingga tetap bisa digunakan untuk menutup nilai utang pada saat keberadaan agunan itu diperlukan Status milik dari barang agunan, adalah merupakan milik sempurna pihak penggadai Penyusutan nilai jual yang terjadi pada agunan akibat dari penyalahhgunaan atau pemakaian melampaui batas kewajaran, merupakan tanggung jawab dari pihak yang menguasainya untuk membayar ganti rugi.
Setiap tindakan ghashab (pemakaian tanpa ijin) terhadap barang titipan, maka berlaku baginya akad ijarah, sehingga pihak pemilik barang (rahin) berhak atas ujrah mitsil, yaitu upah sewa yang disesuaikan dengan ‘urf yang berlaku di sekitarnya. Untuk beberapa jenis barang lain, misalnya ternak perah, budak, dabbah, hukumnya juga bisa disamakan (mustahkam) dengan ketentuan-ketentuan di atas, namun sudah pasti ada catatan lain sebab ada biaya nafaqah yang harus dikeluarkan oleh pihak pegadaian.
Institusi keluarga, pendidikan, teman sebaya, kelompok etnis, media elektronik dan internet, merupakan berbagai sumber lahirnya prinsip etika. Akan tetapi, kebanyakan orang menjadikan keyakinan agamanya sebagai sumber utama panduan beretika (Lawrence dan Weber, 2017).
Termasuk dalam hal bisnis, banyak muncul pemikiran bagaimana etika yang seharusnya diterapkan di dalamnya. Sidani dan Ariss (2014), menyimpulkan empat konsep yang muncul dari Ihya Ulumuddin karya Al-Ghazali sebagai berikut:.
Memperhatikan hukum merupakan kunci penting dari perilaku moral, dan dalam melaksanakannya diperlukan pengetahuan tentang hal itu. Al-Ghazali menganggap bekerja dan mencari nafkah merupakan kebajikan, kemudian beliau mejelaskan bahwa seharusnya tujuan berbisnis adalah mendapatkan cukup penghasilan untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga membuat seseorang tidak bergantung pada orang lain. Akan tetapi, jangan terlalu larut dalam berbisnis sehingga mengalihkan sesorang dari kebutuhan spiritualnya karena menurut Al-Ghazali ada lebih banyak kehidupan diluar sekedar mencari uang. Hal ini dikarenakan ia tidak hanya puas jika bisnis sekadar mematuhi hukum dan pasar tetapi juga mempunyai tanggung jawab sosial berupa berbuat baik lebih dari yang diwajibkan.