Apa Perbedaan Riba Dan Bunga. Girl, Wash Your Face: Stop Believing the Lies About Who You Are so You Can Become Who You Were Meant to Be Rachel Hollis. (3/5).
Jawaban:. Riba secara bahasa berarti tambahan (ziyadah) , dalam istilah fiqh, riba adalah tambahan yang diambil oleh orang yang memberikan pinjaman hutang (kreditur/muqridl) kepada orang yang berhutang (debitur/mustaqridl) sebagai kompensasi dari waktu yang ditetapkan.
Definisi riba dalam fiqh ini sejalan dengan definisi bunga (interest), yaitu: a charge for a financial loan, usually a percentage of the amount loaned. Artinya tanggungan atas pinjaman uang yang biasanya dinyatakan dalam presentase dari uang pinjaman tersebut (Muhamad, 2011, Manajemen Bank Syari’ah, h. 42).
Oleh karena itu. mayoritas ulama mengharamkan bunga, baik yang ada dalam perbankan atau yang lain, karena termasuk dalam riba nasiah, yaitu adanya tambahan dari jumlah uang yang dipinjam yang dibatasi waktu, satu bulan, satu tahun, dan seterusnya.
In addition to getting security guarantees, the public also benefits from banks in the form of interest or profit sharing. Methods and Findings: The purpose of this study was to determine the differences in the views of fuqaha regarding bank interest and usury.
First, the textual paradigm understands the nature of the prohibition of usury lies in the existence of additional, as the meaning contained by the word riba itself and based on nas confirmation, that only the principal capital can be taken, so that if the ilat is in bank interest, then the bank interest is usury . Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam memahami bunga bank dan riba fuqaha berbeda pendapat.
Pertama, paradigma tekstual memahami ilat pengharaman riba terletak pada adanya tambahan, sebagaimana makna yang dikandung oleh kata riba itu sendiri dan berdasarkan konfirmasi nas, bahwa hanya modal pokok yang dapat diambil, sehingga apabila ilat itu terdapat di bunga bank, maka bunga bank tersebut adalah riba. Sehingga kondisi tersebut bila dijumpai pada pemberlakuan bunga bank, barulah bunga bank itu dikategorikan sebagai riba yang status hukumnya jelas, yaitu haram. Kelompok ini melihat bahwa apa yang terjadi di bunga bank tidak ada unsur zulm atau eksplotasi, sehingga mereka menetapkan bunga bank tidak termasuk riba, dan hukumnya boleh.
Penelitian ini membahas tentang riba dan bunga bank dalam persfektif Islam. Karena di dalamnya bunga bank tidak ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas. Setiap kegiatan transaksi perbankan yang di dalamnya terdapat unsur tersebut, maka dapat dikatakan sebagai riba, baik penambahan itu sedikit maupun banyak.
Data primer dalam penelitian ini merujuk pada karya-karya para ahli yang berbicara masalah bunga bank dan riba, seperti Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk dan Aspek-Aspek Hukumnya, Abdal-Rahman Jazi, AI-Fiqh ala al-Madhahib al-Arba'ah, dan Abdullah Saeed, Islamic Banking And Interest: A Studi of Prohibition Riba and its Contemporary Interpretation. Kedua, perihal bunga bank keberadaannya masih menjadi polemik dikalangan para ulama Islam.
Adalah hak semua orang untuk berusaha dan memperoleh bagian mereka dari bahan-bahan hidup yang telah dikaruniakan Tuhan bagi manusia di atas bumi ini. Hanya saja prinsip-prinsip yang salah harus dibuang dengan memberikan pendidikan moral semaksimal mungkin tanpa paksaan dari pihak manapun sehingga keadilan akan merata.
Ajaran Islam mengakui hak manusia untuk mencari penghidupan di atas bumi Allah ini sesuai dengan kesanggupan, kecakapan, dan bakat yang dimilikinya. Kaum muslimin dapat meninggalkan dunia ini tanpa rasa takut sedikitpun bagi masa depan anak-anak kita, karena “baitulmal” selanjutnya akan bertanggungjawab terhadap nasib mereka. Hukum sewa menyewa dan perikatan sebagaimana dikatakan dalam “The Books of Moslem Fiqh” yang membuat pandangan Islam mengenai ketiga hal tersebut menjadi jelas. Jika demikian, lalu mengapa banyak orang tidak membelanjakan seluruh pendapatannnya sekarang tetapi senang menyimpan pendapatannya itu untuk keperluan di masa yang akan datang?
Malpraktek ini menambahkan kesan lebih buruk terhadap perputaran perdagangan yang sering terjadi secara periodik di kalangan masyarakat kapitalis modern dan sangat mempengaruhi kehancuran ekonomi. Seluruh masyarakat mengorbankan harta dan hidupnya untuk mempertahankan keberadaan bangsa, sebaliknya kaum kapitalis yang mementingkan dirinya sendiri memungut uang berupa bunga, dari pinjaman perang. Bagaimana dapat dikatakan adil dan bijaksana dengan memberikan suapan kepada kaum kapitalis berupa bunga, sedangkan masyarakat yang lainnya dalam keadaan menderita, belum terjawab oleh para pelopor teori ini.