Yang Membatalkan Puasa Ramadhan Bagi Wanita. "Yang dimaksud memasukkan ke mulut adalah menelan makanan dan minuman, Memasukkan sesuatu sampai ke bagian yang paling dalam hidung juga batal, tapi kalau masih di bagian hidung bawah boleh," kata Buya Yahya di YouTube Channel Al Bahjah TV, dikutip Kamis (16/4/2020). "Puasa batal kalau memasukkan sesuatu ke telinga bagian dalam yang tidak bisa dijangkau jari kelingking.
Ini berkaitan dengan memasukkan sesuatu ke dalam salah satu lubang tubuh.Mengeluarkan mani tanpa bersenggama bisa dapat membatalkan puasa. Salah satu contoh mimpi basah di siang hari.Seorang wanita yang sedang puasa lalu menjelang waktu berbuka haid, maka puasanya batal.
"Wanita ahli ibadah, biarpun hamil tua tetap puasa tapi setelah jam 4 sore bayi lahir, batal puasanya. Yang dimaksud pingsan seharian adalah tidak sadar dari waktu sahur hingga Isya.
"Tapi kalau pingsan sempat sadar meski sebentar di siang hari, puasanya sah," ujar Buya Yahya.Hilang akal lain yang bisa membatalkan puasa Ramadhan adalah tidur seharian.
Mimpi basah atau ihtilam merupakan hal alami pada laki-laki dan perempuan sebagai tanda kedewasaan. Ada kalanya ihtilam tidak disertai mimpi terlebih dahulu, tiba-tiba mendapati pakaian sudah basah oleh sperma.
Pada perempuan dan laki-laki yang mengalami mimpi basah saat puasa di tengah siang hari, menurut madzhab Syafi'i, atau pagi-pagi ia junub, puasanya sah, meskipun tidak mandi wajib, seperti ditulis dalam Fikih Ibadah Madzhab Syafi'i oleh Syaikh Dr. Alauddin Za'tari. Hal ini berdasarkan Shahih Al-Bukhari, Kitab Puasa, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah,.
"Sesungguhnya Rasulullah SAW mendapati fajar dan beliau dalam keadaan junub setelah menggauli istrinya. Ini juga berlaku pada perempuan, sebagaimana yang ditetapkan dalam hadits riwayat Muslim, ketika Ummu Salamah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Apakah seorang wanita wajib mandi jika ia mengalami mimpi basah?".
Air yang keluar pada perempuan hukumnya suci, diqiyaskan dengan sperma seorang lelaki. Ketetapan perihal mandi wajib ini terdapat dalam hadits riwayat Ahmad, At-Turmudzi, Ibn Majah, dan Abu Dawud, dari Aisyah RA berkata,. Lalu Ummu Salim berkata, "Wanita melihat hal itu (sesuatu yang basah), apakah dia juga wajib mandi jinabat?".
Simak juga Video: Dicolek Lewat Mimpi, Kisah Husin Jaga Makam Habib Kwitang.
Bagi ibu hamil dan menyusui, diperbolehkan tidak puasa selama bulan Ramadhan. Semua Imam mazhab mengatakan, salah kalau orang haid (bayar) dengan fidyah," kata Buya Yahya, dikutip dari YouTube channel Al Bahjah TV, Minggu (17/5/2020). "Kami pernah dalam keadaan haid (menstruasi) di masa Rasulullah SAW masih hidup, maka beliau menyuruh kami untuk meng-qadha puasa yang tertinggal dan tidak disuruh untuk meng-qadha shalat," (HR Bukhari dan Muslim).
Lupa Bayar Utang Puasa karena Haid, Haruskah Ganti Disertai Fidyah?/ Foto: Getty Images/iStockphoto/isa_ozdere Lupa Bayar Utang Puasa karena Haid, Haruskah Ganti Disertai Fidyah?/ Foto: Getty Images/iStockphoto/isa_ozdere. Sebab, menurut Ulama Lajnah Daimah [4/206], Allah SWT sesungguhnya sangat menyukai orang yang menyucikan diri jika berada dalam kondisi sehat.
Memasukkan Sesuatu ke Dalam Lubang Tubuh dengan Disengaja. Lubang ini antara lain seperti mulut, telinga, dan hidung. Benda tersebut masuk ke dalam lubang dengan kesengajaan dari diri seseorang. Nah, puasa menjadi batal ketika terdapat benda, baik itu dalam bentuk makanan, minuman, atau benda lain yang sampai pada tenggorokan.
Namun, menjadi tidak batal apabila benda tersebut masih berada di dalam mulut dan tidak ada sedikit pun bagian dari benda itu yang sampai pada tenggorokan. Maka saat hal tersebut terjadi, puasa akan dihukumi batal. Mengobati dengan Cara Memasukkan Obat ke Dalam Bagain Tubuh.
Hal hal yang membatalkan puasa selanjutnya adalah mengobati dengan cara memasukkan benda atau obat atau benda lain pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur). Misalnya saja saat pengobatan bagi orang yang sedang mengalami ambeien dan juga bagi orang yang sakit dengan memasang kateter urin, maka dua hal tersebut dapat membatalkan puasa.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bolehnya wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa di Bulan Ramadhan hanya ditetapkan berdasarkan ijma' para ulama. Pendapat pertama, ulama yang mengatakan hanya perlu mengqadha Saja tanpa fidyah mengqiyaskan hukumnya kepada orang sakit.
Para ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT, "(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.
Jika mereka tidak berpuasa di bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun bayinya, maka harus membayar Fidyah tanpa perlu mengqadha. Sedangkan pendapat ketiga, wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan wajib mengqadha sekaligus membayar fidyah.
Dalam Fiqhus Sunnah (jilid I/hal 508) disebutkan, jika alasan meninggalkan puasa bagi ibu hamil karena khawatir dengan kondisi bayinya, maka ia wajib qadha dan fidyah sekaligus. Disamping membayarkan fidyah untuk membantu fakir miskin, mereka bisa pula berpuasa dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
KHAZANAH ISLAM - Masalah ibu hamil dan menyusui ketika puasa Ramadhan sudah sering dibahas di berbagai kajian ilmu. Dari kalangan Tabi’in (murid-murid para sahabat) adalah Said bin Jubeir, Mujahid, dan lainnya. Sedangkan Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hambal ikut pendapat ini, jika sebabnya karena mengkhawatiri keselamatan Si Ibu, atau keselamatan Ibu dan janin (bayi) sekaligus. Seorang ahli fiqih abad ini, Al-Allamah Syaikh Yusuf Al Qaradhawy hafizhahullah, dalam Kitab Taisiru Fiqh (Fiqhus Siyam) memberikan jalan keluar yang bagus. Beliau berkata: "Banyak ibu-ibu hamil bertepatan bulan Ramadhan, merupakan rahmat dari Allah bagi mereka jika tidak dibebani kewajiban qadha, namun cukup dengan fidyah saja. Maka, bagi mereka lebih tepat pendapat jumhur, yakni qadha (bukan fidyah).".
Jadi, jika ibu tersebut sulit puasa karena sering hamil di bulan Ramadhan, maka bagi dia bayar fidyah saja.
Ada perbedaan tata cara shalat dan bersuci bagi mustahadhah dibandingkan dengan orang yang normal. “Istihadhah adalah hadats yang permanen seperti orang beser, maka ia tidak mencegah puasa dan shalat. Persoalan mustahadhah ini berbeda dengan kasus orang yang menelan benang hingga masuk bagian lambung saat berpuasa. Bila ia mengeluarkan benang tersebut, maka puasanya batal, sebab termasuk memuntahkan sesuatu dari dalam perut secara sengaja. Dalam permasalahan ini, ulama lebih mendahulukan maslahat shalat, ia diwajibkan untuk mencabut benang agar shalatnya sah, meski puasanya dinyatakan batal. Perbedaan yang mendasar antara dua kasus tersebut adalah bahwa istihadhah adalah sebuah penyakit dengan darah mengalir terus-menerus, secara lahiriyah akan terus diderita hingga waktu yang tidak bisa diprediksi, bahkan terkadang sampai bulan puasa habis masih berlanjut.
Sebab istihadhah adalah penyakit yang permanen, secara lahiriyyah akan terus wujud, bila (kemaslahatan) shalat dijaga, terkadang sulit mengqadha puasa. Alasan demikian ini tidak wujud dalam kasus menelan benang,” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj Hamisy Hasyiyah al-Syarwani , juz 1, hal.