Waktu Niat Puasa Sunnah Nu Online. Di samping qashad, seseorang juga menyebutkan status hukum wajib atau sunnah perihal ibadah yang akan dilakukan. Sedangkan hal lain yang mesti diingat saat niat adalah penyebutan nama ibadahnya (ta’yin). Sebagian ulama menyatakan bahwa seseorang harus mengingat ‘puasa sunnah Syawwal’ saat niat di dalam batinnya. Bila ditanya, Imam An-Nawawi berkata di Al-Majmu‘, ‘Ini yang disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi’iyyah. Artinya, “Aku berniat puasa sunah Syawal hari ini karena Allah SWT.” Wallahu a’lam. Catatan: Naskah ini terbit pertama kali di NU Online pada 9 Juli 2016, pukul 1630.. Redaksi mengunggahnya ulang dengan sedikit penyuntingan.
NU Online telah menyajikan sejumlah artikel mengenai puasa Syawal dengan fokus bahasan yang berbeda-beda. Meski terpisah-pisah, penjelasan masing-masing cenderung lebih utuh karena menyertakan kutipan dari kitab mu’tabar dan ragam pendapat ulama.
Tulisan-tulisan tersebut umumnya diburu para pembaca, khususnya jelang dan saat musim Lebaran tiba. Redaksi NU Online kali ini akan merangkum dan meringkas sejumlah penjelasan itu demi kepraktisan. Bagi mereka yang punya utang puasa Ramadhan karena uzur (misalnya sakit, perjalanan jauh, atau lainnya), status hukum berubah menjadi makruh.
Namun, bagi mereka yang tak berpuasa Ramadhan karena kesengajaan, tanpa uzur, status hukum menjadi haram. Mereka yang malam harinya tak berniat, tapi mendadak di pagi atau siang hari ingin mengamalkan puasa Syawal, diperbolehkan baginya berniat sejak ia berkehendak puasa sunnah saat itu juga. Niat tersebut cukup digetarkan di dalam hati bahwa ia bersengaja akan menunaikan puasa sunnah Syawal.
Bila yang terjadi sebaliknya, maka boleh dibatalkan karena masih ada alternatif hari lain untuk menunaikannya.
Dalam satu riwayat dijelaskan, suatu ketika Usamah bin Zaid pergi bersama budaknya ke bukit Al-Qurâ. Artinya, “Amal perbuatan manusia akan disampaikan pada setiap hari Kamis dan Senin.
Berkaitan dengan hadits di atas, Syekh Sulaiman al-Bujairami (w. 1806 M) menjelaskan, setiap hari amalan manusia dicatat oleh malaikat sebanyak dua kali, yaitu waktu siang dan malam. Menurut sejarawan Safyurrahman al-Mubarakfuri dalam kitab Rahiq al-Makhtum, Nabi lahir pada hari Senin, tanggal 9 Rabiul Awal.
Penting dicatat, bagi orang yang sudah menjadi kebiasaan berpuasa Senin-Kamis, dan kebetulan memasuki separuh terakhir dari bulan Sya’ban, maka tidak ada larangan untuk melanjutkan puasanya. Ustadz Muhamad Abror, pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon, Mahasantri Ma’had Aly Sa’idusshiddiqiyah Jakarta.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengikhbarkan bahwa 1 Rajab 1443 H jatuh pada Kamis, 3 Februari 2022. Hal ini dikarenakan hilal tidak terlihat sehingga bulan Jumadal Akhirah digenapkan menjadi 30 hari.
Ia menulis, bahwa bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan ialah bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulnya. Yang paling utama ialah Muharram, kemudian Rajab, lalu Dzulhijjah, terus Dzulqa‘dah, terakhir bulan Sya‘ban. “Saya bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa Rajab, beliau menjawab berdasarkan kisah dari Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah SAW senantiasa berpuasa sampai kami berkata nampaknya beliau akan berpuasa seluruh bulan.
Hadits tersebut menunjukkan bahwa melaksanakan puasa Rajab bukanlah suatu bid’ah yang tercela. Rasulullah saw sebagaimana keterangan di atas mengerjakan puasa Rajab tidak sampai sebulan.
Jika belum sempat berniat di malam hari, Muslim tetap boleh berpuasa Rajab asalkan belum makan dan minum sejak Subuh dan wajib berniat sampai sebelum waktu dzuhur tiba. Adapun niat puasa sunah Rajab di siang hari adalah sebagai berikut.
(Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, Fathul Mu’în pada I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, h. 269). Ada pula ulama yang mengatakan, hikmahnya adalah bahwa pada umumnya gerhana terjadi pada hari-hari tersebut, sementara Allah telah memerintahkan manusia untuk beribadah secara khusus saat terjadi gerhana, karena itulah kemudian disunnahkan puasa Ayyamul Bidl.
(Nuruddin bin Abdil Hadi as-Sindi, Hâsyiyyatus Sindi ‘alân Nasâ’i, [Aleppo, Maktabatul Mathbû’atil Islâmiyyah, 1406 H/1986 M], tahqiq: Abdul Fatah Abu Ghaddah, juz IV, h. 221). Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw sering tidak makan (berpuasa) pada hari-hari yang malamnya cerah baik di rumah maupun dalam bepergian’.” (HR an-Nasa’i dengan sanad hasan). Artinya, “Diriwayatkan dari Qatadah bin Milhan ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw telah memerintah kami untuk berpuasa pada hari-hari yang malamnya cerah, yaitu tanggal 13, 14, dan 15’.” (HR Abu Dawud).
Ketiga, melaksanakan puasa dengan menahan diri dari segala hal yang membatalkan, seperti makan, minum dan semisalnya. Keempat, lebih menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan pahala puasa seperti berkata kotor, menggunjing orang, dan segala perbuatan dosa.
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: ‘Rasulullah saw sering tidak makan (berpuasa) pada hari-hari yang malamnya cerah (ayyamul bidh) baik di rumah maupun dalam bepergian’.” (HR an-Nasa’i dengan sanad hasan). Niat puasa ayyamul bidh ini disunnahkan untuk dilafalkan dengan lisan, tidak sekadar dibaca dalam hati. Niat ini juga mulai boleh dilaksanakan sejak malam hari sampai sebelum masuk waktu zawal, posisi matahari condong ke barat. Hal itu dengan catatan belum makan ataupun minum apa-apa sejak terbit fajar hingga waktu niat dilakukan.
Jika waktu Maghrib telah tiba, sunnah bagi orang yang melakukan puasa ayyamul bidh untuk menyegerakan berbuka.
Menurut kalender yang beredar di pasaran, bulan Rajab akan masuk pada Jumat (12/02/2021). Tetapi kita juga dianjurkan untuk melafalkan niat puasa Rajab di malam harinya.
Artinya: Aku berniat puasa sunah Rajab esok hari karena Allah SWT. Pasalnya, kita dianjurkan berpuasa sunah pada bulan-bulan agung menurut agama sebagai keterangan Syekh Nawawi Banten berikut ini:.
Artinya: Kesepuluh puasa pada bulan-bulan terhormat, yaitu empat bulan: Muharram, Rajab, Dzulqa‘dah, dan Dzulhijjah. Ucapan mereka dilihat secara zahir mengatakan bahwa pada bulan selain yang disebutkan kesunahannya sama. (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 2002 M/1422 H], cetakan pertama, halaman 192). Dari keterangan ini dapat disimpulkan bahwa kita dianjurkan berpuasa sunah pada bulan Muharram, Rajab, Dzulqa‘dah, Dzulhijjah, dan Sya‘ban.
Pertanyaan muncul, bagaimana jika seseorang ingin berpuasa Syawal sedangkan masih memiliki hutang puasa? Menggabungkan dua ibadah dalam satu niat di kalangan ulama dikenal dengan istilah tasyrikunniyat (تشريك النية). Dalam kitab Idoh al-Qowa’idul al-Fiqhiyyah karangan Syekh Abdullah Sa’id Al-Hadhromi menyebutkan ada beberapa ketentuan mengenai penggabungan niat ibadah fardhu dengan sunah. Dalam contoh ini sedekahlah yang dianggap sah karena segenggam beras tidak memenuhi syarat zakat.
Dilansir dari Fatwa Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah Al-Azhar as-Syarif di halaman Facebook resminya, ada tiga pendapat mengenai hal ini:. Berdasarkan pemaparan di atas, lajnah menyimpulkan bahwa menyendirikan (tidak menggabungkan) niat qadha dengan puasa syawal lebih baik untuk menghindari perbedaan pendapat para ulama. Sejalan dengan kesimpulan di atas, Al-Khatib Asy-Syarbini dalam kitab Mughnil Muhtaj juga menjelaskan bahwa orang yang memiliki tangungan hutang puasa Ramadhan dianjurkan untuk mengqadhanya sesegera mungkin.
Karena itu sebagian ulama berpendapat bahwa dalam kondisi seperti itu ia dianjurkan untuk berpuasa enam hari di bulan Dzul qa’dah sebagai qadha puasa Syawal,” (Muhammad bin Ahmad Al-Khatib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, Daar al-Kutub al-Islamiyah, cetakan pertama, 1994 M/1415 H, juz 2, halaman 184). Lalu, bagaimana pendapat yang menyatakan boleh menggabungkan puasa qadha Ramadhan dengan sunah syawal? Akan tetapi, lebih baik jika orang memiliki tanggungan puasa qadha Ramadhan itu membayar terlebih dahulu puasanya.
Tahun ini, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengikhbarkan bahwa 1 Rajab 1443 H jatuh pada Kamis, (3/2/2022). Hal ini dikarenakan hilal tidak terlihat sehingga bulan Jumadal Akhirah digenapkan menjadi 30 hari.
Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab" merupakan derivasi dari kata “tarjib” yang berarti mengagungkan atau memuliakan. Baca Juga : Beda Doa Niat Puasa Rajab pada Malam dan Siang Hari. Mengacu pada penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam Fathul Mu’in, bulan paling utama untuk ibadah puasa setelah Ramadhan, yaitu bulan-bulan yang dimuliakan Allah dan Rasulullah SAW. Bulan yang dimuliakan, yaitu Muharram, Rajab, Dzulhijjah, Dzulqa‘dah, terakhir Sya‘ban.
Dalam menjalankan ibadah puasa, seorang Muslim diwajibkan untuk berniat terlebih dahulu. Jika belum sempat berniat di malam hari, Muslim tetap boleh berpuasa Rajab asalkan belum makan dan minum sejak Subuh dan wajib berniat sampai sebelum waktu dzuhur tiba. Adapun niat puasa sunah Rajab di siang hari adalah sebagai berikut:. Artinya: “Aku berniat puasa sunah Rajab hari ini karena Allah SWT.”.