Sikat Gigi Dengan Pasta Gigi Saat Puasa. Alasannya, sikat gigi, baik menggunakan odol maupun tanpa pasta, sebatas memasukkan sesuatu ke dalam mulut, yang kemudian dikeluarkan lagi. Kendati belum ada sikat gigi dan pasta di zaman Rasulullah SAW, pendapat yang membolehkan hal ini dilakukan ketika berpuasa merujuk pada ulasan Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu', syarah al-Muhadzdzab.
Selain itu, memakai siwak atau sikat gigi, seperti ditulis Isnan Ansory dalam Pembatal Puasa Ramadan dan Konsekuensinya (2019), menurut ulama Mazhab Syafi'i dan Mazhab Hambali, hukumnya makruh bagi orang yang berpuasa bila telah melewati waktu duhur hingga sore hari (hal 22-23). Landasannya pendapat tersebut adalah sabda Rasulullah SAW, "Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi.".
Dalam kitab Nihayatuz Zein fi Irsyadil Mubtadi'in, Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani juga telah menyampaikan pendapat, salah satu di antara 13 hal yang makruh dilakukan saat berpuasa adalah bersiwak setelah waktu duhur. Bersiwak atau sikat gigi dan berkumur setelah waktu duhur dianggap makruh untuk dilakukan saat berpuasa karena pembersihan mulut ketika seorang melakukan ibadah puasa menyalahi hal yang utama. Dengan demikian, sikat gigi pakai odol seusai waktu duhur hingga magrib, sebenarnya tidak dilarang bagi orang yang puasa, namun aktivitas ini lebih dianjurkan untuk ditinggalkan.
Menyadur dari laman nu.or.id, Imam Nawawi dalam Majmu, syarah al-Muhadzdzab menjelaskan, "Jika ada orang yang memakai siwak basah, kemudian airnya pisah dari siwak yang ia gunakan, atau cabang-cabang (bulu-bulu) kayunya itu lepas kemudian tertelan, maka puasanya batal tanpa ada perbedaan pendapat ulama. Jadi, sikat gigi baru dianggap membatalkan puasa jika pasta atau air tertelan masuk ke tenggorokan. Hal itu terjadi karena saat perut kosong, asam lambung meningkat, dan menguap keluar melalui rongga mulut, sehingga menimbulkan bau tidak sedap.
Akan tetapi, obat kumur cukup berguna untuk mencegah tumbuh kembangnya bakteri yang bisa menimbulkan plak hitam pada gigi dan karangnya. Tubuh Anda membutuhkan air mineral delapan gelas atau dua liter dalam satu hari, dan ini sangat dianjurkan bagi yang sedang berpuasa.
KHAZANAH ISLAM - Salah satu amalan yang disukai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah bersiwak (menggosok gigi) setiap waktu. Menurut Ustad Farid Nu'man Hasan (dai lulusan Sastra Arab Universitas Indonesia), terkait hukum bersiwak ini, beliau menukil perkataan Syeikh Sayyid Sabiq rahimahullah.
Mereka memakruhkan orang berpuasa bersiwak dengan dahan kayu basah karena itu bagian dari makanan. Imam Al- Bukhari berkata dalam sahihnya: "Berkata Ibnu Sirin: Tidak mengapa bersiwak dengan kayu basah, dikatakan "bahwa itu adalah makanan", Dia (Ibnu Sirin) menjawab: "Air baginya juga makanan, dan engkau berkumur-kumur dengannya (air).".
Ibnu Umar berkata: "Tidak mengapa bersiwak bagi yang berpuasa baik dengan kayu basah atau kering". Dengan demikian tidak mengapa bahkan sunnah kita bersiwak ketika berpuasa, baik, pagi, siang, atau sore secara mutlak.
Saat berpuasa, mungkin saja mulut akan mengeluarkan bau yang kurang sedap. Kendati begitu, sikat gigi saat puasa tidak boleh sembarangan.
Ada waktu-waktu tertentu yang dianjurkan untuk menyikat gigi agar tidak membatalkan puasa. Lantas, kapan waktu terbaik untuk menyikat gigi saat puasa? Kebanyakan dari kita pasti masih ada yang bertanya-tanya perihal boleh tidaknya menyikat gigi saat puasa.
Meski demikian, sejumlah sumber yang memperbolehkan menyikat gigi saat puasa memberikan satu syarat mutlak, yakni jika sama sekali tidak ada air atau pasta yang masuk ke tenggorokan, maka puasanya tidak batal. Sedangkan jika ada air atau pasta yang masuk ke tenggorokan, meski jumlahnya sangat sedikit, baik yang sengaja maupun tanpa sengaja, puasanya akan batal.
Hal ini tentu kembali lagi kepada niat awal yang melakukannya. Jika kamu memiliki niat mutlak untuk membersihkan gigi dan bukan beralasan ingin terkena air dengan harapan akan sedikit tertelan, maka sah-sah saja.
Pendapat yang terkuat bahwa penggunaan pasta gigi tidaklah membatalkan puasa dan hukumnya boleh saja dipakai. “Tidak mengapa (mubah)menggunakan pasta gigi bersama siwak karena bukan termasuk (perbuatan) makan dan minum, akan tetapi hendaknya tidak berlebihan dalam menggunakannya karena dikhawatirkan ada sedikit yang masuk ke kerongkongannya.” [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 25/25]. Demikian juga fatwa Syaikh Bin Baz terkait penggunaan pasta gigi di bulam Ramadhan.
“Iya, boleh menggosok gigi menggunakan pasta gigi, akan tetapi hendaknya berhati-hati agar tidak masuk ke kerongkongannya sedikitpun dan bersungguh-sungguh mengeluarkan apa yang ada di mulutnya (kumur-kumur dan keluarkan) sehingga tidak tertelan sedikitpun.” [https://binbaz.org.sa/fatwas/15020]. Hal ini mengingatkan kita mengenai hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat sering melakukan siwak ketika berpuasa.
“Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau sedang berpuasa.” [HR. Hadits ini yang digunakan ulama untuk menjelaskan hukum terkait pasta gigi, karena siwak juga faktanya mengandung beberapa zat yang akan tersisa di rongga mulut ketika digunakan. Seandainya ada sedikit zat siwak yang masuk, maka dimaafkan (udzur).
Hendaknya kita bersemangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tetap menjaga kebersihan mulut beliau, meskipun sedang berpuasa.
Meskipun demikian, dalam sebuah hadits telah disebutkan bahwa bau mulut orang yang berpuasa bagaikan wangi misk di sisi Allah. Terdapat berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, dapat kita lihat pada perbuatan maupun perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya bersiwak di sore hari sebenarnya bukan berasal dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Aku pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak beberapa kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau sedang berpuasa.”[2]. Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin menyampaikan jawaban, “Bersiwak boleh dilakukan saat berpuasa, dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Adapun jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak untuk membuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan.
Adapun jika siwak tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah, maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air liurnya tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap rasanya maka puasanya batal. Padahal, telah kita ketahui bersama bahwa menelan makanan dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah satu pembatal puasa.
Namun bagaimana apabila masuknya benda tersebut merupakan efek samping dari hal yang diwajibkan atau disunnahkan oleh agama? Efek samping dalam perintah syara’ memang terdapat konskuensi toleransi.
Bagi orang yang berpuasa, selama berkumurnya hanya sampai batas tiga kali saja pada setiap akan wudhu, itu masih tetap disunahkan oleh syara’. لو استاك بسواك رطب فانفصل من رطوبته أو خشبه المتشعب شئ وابتلعه افطر بلا خلاف صرح به الفورانى وغيره. Kemudian airnya pisah dari siwak yang ia gunakan, atau cabang-cabang (bulu-bulu) kayunya itu lepas kemudian tertelan, maka puasanya batal tanpa ada perbedaan pendapat ulama. (Abi Zakriya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu’, Maktabah al-Irsyad, Jeddah, juz 6, halaman 343). Dari redaksi di atas dapat kita pahami, apabila air yang bukan barang inti atau bahkan bulu kayu yang merupakan salah satu bagian inti dari siwak itu sendiri membatalkan puasa apalagi pasta gigi yang sama-sama tidak diperintahkan syara’? Oleh karena itu, orang yang berpuasa dengan gosok gigi menggunakan pasta, jika tidak ada air atau pasta yang masuk tenggorokan sama sekali, puasanya tidak batal.
Namun apabila ada sedikit saja dari air atau pasta yang tertelan walaupun tanpa sengaja, puasanya batal. Solusinya, bagi orang yang berpuasa, demi kehati-hatian hendaknya menggosok gigi dahulu sebelum waktu imsak tiba.