Rukun Puasa Dalam Kitab Fathul Qorib. ASPIRASIKU – Bulan Ramadhan segera tiba. Puasa merupakan salah satu Rukun Islam yang memiliki aturan dalam pelaksanaannya. Untuk itu, kita perlu mengetahui Fiqih Puasa sebagai bekal ibadah di bulan Ramadhan. Berikut adalah penjelasan Fiqih Puasa—meliputi sayrat wajib, rukun, sunnah, dan hal yang membatalkan puasa—yang diambil dari kitab “Fathul Qorib Al Mujib” syarah Syaikh Muhammad bin Qasim Al Ghazi.
Syarat wajib puasa adalah syarat-syarat yang jika dipenuhi pada diri seseorang maka orang tersebut terkena kewajiban untuk melaksanakan puasa. Baca Juga: Sinopsis Drama Korea Soundtrack 1 yang Akan Segera Tayang : Persahabatan yang Terjebak Cinta. Adapun syarat wajib puasa antara lain:.
Orang yang beragama Islam wajib berpuasa pada bulan Ramadhan. Jika ada ‘uzur/halangan, wajib mengganti puasa yang ditinggalkan.
Dewasa dalam Islam di sini jika mengalami hal berikut.
Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja, maka ia diwajibkan menjalankan ibadah puasa di kemudian hari (mengganti di hari selain bulan Ramadhan alias qadha). Dan persaksian orang tersebut dapat dipercaya dengan terlebih dahulu diambil sumpah, maka muslim yang ada dalam satu wilayah dengannya berkewajiban menjalankan ibadah puasa.
Lalu Nabi bertanya lagi: apakah kamu akan bersaksi (bersumpah) “ sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah”, dan Orang Arab Badui menjawab “ia”. Lalu Nabi bersabda; “wahai Bilal perdengarkanlah adzan ditengah-tengah kerumunan manusia, dan perintahkanlah mereka untuk mengerjakan puasa pada esok hari,” (Hadits Shahih diriwayatkan oleh lima Imam, kecuali Ahmad).
Sedangkan dalil yang menjelaskan niat puasa Ramadhan dilakukan pada malam hari adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut:. “Dari Aisyah r.a, ia menuturkan, suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang kepadaku dan bertanya, “apakah kamu punya sesuatu untuk dimakan?”. Kemudian pada hari yang lain Beliau dating lagi kepadaku, lalu aku katakana kepadanya, “wahai Rasulullah, kami diberi hadiah makanan (haisun)”.
Maka dijawab Rasulullah, “tunjukkan makanan itu padaku, sesungguhnya sejak pagi aku sudah berpuasa” lalu Beliau memekannya.” (Hadits Shahih, riwayat Muslim: 1952, Abu Daud: 2099, al-Tirmidzi; 666, al-Nasa’i: 2283, dan Ahmad: 24549).
(و) السابع إلى آخر العشرة (الحيض والنفاس والجنون والردة) فمتى طرأ شيء منها في أثناء الصوم أبطله. (ويستحب في الصوم ثلاثة أشياء) أحدها (تعجيل الفطر) إن تحقق غروب الشمس فإن شك فلا يعجل الفطر، ويسن أن يفطر على تمر وإلا فماء. (و) الثاني (تأخير السحور) ما لم يقع في شك فلا يؤخر، ويحصل السحور بقليل الأكل والشرب (و) الثالث (ترك الهجر) أي الفحش (من الكلام) الفاحش، فيصون الصائم لسانه عن الكذب والغيبة ونحو ذلك كالشتم، وإن شتمه أحد فليقل مرتين أو ثلاثاً: إني صائم إما بلسانه كما قال النووي في الأذكار، أو بقلبه كما نقله الرافعي عن الأئمة واقتصر عليه.
Jika tidak sengaja, maka puasanya tidak batal seperti yang telah dijelaskan.Yang ke lima adalah wathi’ dengan sengaja di bagian farji.Maka puasa seseorang tidak batal sebab melakukan jima’ dalam keadaan lupa seperti yang telah dijelaskan.Yang ke enam adalah inzal, yaitu keluar sperma sebab bersentuhan kulit dengan tanpa melakukan jima’Baik keluar sperma tersebut diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangannya sendiri, atau tidak diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangan istri atau budak perempuannya.Dengan bahasa “sebab bersentuhan kulit”, mushannif mengecualikan keluarnya sperma sebab mimpi basah, maka secara pasti hal itu tidak bisa membatalkan puasa.Yang ke tujuh hingga akhir yang ke sepuluh adalah haidl, nifas, gila dan murtad.Maka barang siapa mengalami hal tersebut di tengah-tengah pelaksanaan puasa, maka hal tersebut membatalkan puasanya. Jika tidak demikian, maka hendaknya tidak mengakhirkan sahur.Kesunahan sahur sudah bisa hasil dengan makan dan minum sedikit.Yang ke tiga adalah tidak berkata kotor.Maka orang yang berpuasa hendaknya menjaga lisannya dari berkata bohong, menggunjing orang lain dan sesamanya seperti mencela orang lain.Jika ada seseorang yang mencaci dirinya, maka hendaknya ia berkata dua atau tiga kali, “sesungguhnya aku sedang berpuasa.”Adakalanya mengucapkan dengan lisan seperti yang dijelaskan imam an Nawawi di dalam kitab al Adzkar.Atau dengan hati sebagaimana yang dinuqil oleh imam ar Rafi’i dari beberapa imam, dan hanya mengucapkan di dalam hati.Haram melakukan puasa di dalam lima hari.
Literasi News - Mandi wajib dilakukan umat Muslim jika akan masuk bulan suci Ramadhan. Namun hal ini rawan salahpaham bagi orang awam, bahwa mandi menjadi salah satu syarat atau rukun puasa. Dikutip Literasinews dari NU Online, perlu diketahui, mandi wajib bukan merupakan keharusan menjelang bulan Ramadhan. Sebab, mandi wajib hanya diharuskan bagi orang berhadas besar yang hendak melakukan ibadah, memang disyaratkan demikian seperti shalat lima waktu dan tawaf, sedangkan puasa tidak termasuk.
Baca Juga: Jadwal Acara GTV Hari Ini, 1 April 2022: Simak IPA IPS Tak Tayang, Ada E Sport Star Indonesia, Anak Jalanan. Jadi, tidak ada keharusan untuk mandi wajib menjelang bulan Ramadhan karena bukan termasuk syarat atau rukun.
Yang ada hanya mandi sunnah, itu pun berlaku pada setiap malam bulan Ramadhan.
Lafadz shiyam dan shaum adalah dua bentuk kalimat masdar, yang secara bahasa keduanya bermakna menahan. Dan ini (mampu berpuasa) tidak tercantum di dalam redaksi yang mengatakan syaratnya ada tiga perkara. أحدها (النية) بالقلب فإن كان الصوم فرضاً كرمضان أو نذراً، فلا بد من إيقاع النية ليلاً، ويجب التعيين في صوم الفرض كرمضان، وأكمل نية صومه أن يقول الشخص نويت صوم غد عن أداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى. Niat puasa Romadlon yang paling sempurna adalah seseorang mengatakan, “saya niat melakukan puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon tahun ini karena Allah Ta’ala.”. (و) الثاني (الإمساك عن الأكل والشرب) وإن قل المأكول والمشروب عند التعمد، فإن أكل ناسياً أو جاهلاً لم يفطر إن كان قريب عهد بالإسلام، أو نشأ بعيداً عن العلماء وإلا أفطر. Jika seorang yang berpuasa melakukan makan dalam keadaan lupa atau tidak mengetahui hukumnya, maka puasanya tidak batal jika ia adalah orang yang baru masuk Islam atau hidup jauh dari ulama’.
Fardlu ke tiga adalah menahan dari melakukan jima’ dengan sengaja.