Puasa Syawal Muslim Or Id. Puasa Syawal hukumnya mustahab (sunah), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:. “Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penuh” (HR. Dijelaskan dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah (28/92): “Jumhur ulama dari Malikiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah dan ulama Hanafiyah yang muta’akhir (kontemporer) berpendapat bahwa puasa enam hari di bulan Syawal setelah puasa Ramadan itu mustahab.
Dan dinukil dari Abu Yusuf (ulama Hanafi) bahwa beliau berpendapat hukumnya makruh jika berurutan, namun boleh jika tidak berurutan. Al-Kasani mengatakan: ‘Yang makruh adalah puasa di hari Id, lalu puasa lima hari setelahnya.
Adapun jika di hari Id tidak puasa lalu besoknya baru puasa enam hari, ini tidak makruh, bahkan mustahab dan sunah’.”. Maka yang rajih adalah pendapat jumhur ulama yaitu puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya mustahab (sunah) sebagaimana ditunjukkan oleh hadis.
Namun puasa Syawal memiliki keutamaan khusus, yaitu menyempurnakan ibadah puasa Ramadan sehingga senilai dengan puasa setahun penuh. Puasa Ramadan sebulan senilai dengan sepuluh bulan, dan puasa 6 hari senilai dengan dua bulan (60 hari)” (Syarah Shahih Muslim, 8/56). Puasa Syawal menyempurnakan pahala puasa Ramadan sehingga senilai dengan puasa setahun penuh.
Puasa Syawal dan puasa Sya’ban sebagaimana salat sunah rawatib sebelum dan sesudah salat, ia menyempurnakan kekurangan dan cacat yang ada pada ibadah yang wajib. “Barangsiapa yang tidak menghadirkan niat puasa di malam hari sebelum terbit fajar, maka tidak ada puasa baginya” (HR.
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan hal tersebut. “Hadits ini merupakan dalil bagi jumhur ulama bahwa dalam puasa sunah boleh menghadirkan niat di siang hari sebelum zawal (matahari mulai bergeser dari tegak lurus)” (Syarah Shahih Muslim, 8/35). “Puasa enam hari di bulan Syawal telah sahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda: ‘Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu diikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, ia mendapatkan pahala puasa setahun penuh‘ (HR.
Boleh membatalkan puasa dengan atau tanpa uzur. دخل علي النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم فقال : هل عندكم شيء ؟ فقلنا : لا ، قال : فإني إذن صائم ، ثم أتانا يوما آخر فقلنا : يا رسول الله أهدي لنا حيس ، فقال أرينيه فلقد أصبحت صائما ، فأكل.
Nabi bertanya: ‘apakah itu puasa qadha?’ Aku menjawab: ‘bukan’. Nabi bersabda: ‘Jika demikian maka tidak mengapa, yaitu jika puasa tersebut puasa tathawwu’ (sunah)‘” (HR.
“Jika puasa tersebut adalah puasa sunah, maka boleh membatalkannya, tidak wajib menyempurnakannya. Namun yang lebih utama adalah tidak membatalkannya kecuali karena sebab yang syar’i, semisal karena panas yang terik, atau badan yang lemas, atau ada orang yang mengundang ke pernikahan, atau hal-hal yang memaksa untuk membatalkan puasa lainnya, maka tidak mengapa.” (Sumber: www.binbaz.org.sa/noor/11778).
لا يحِلُّ للمرأةِ أن تصومَ وزَوجُها شاهِدٌ إلَّا بإذنِه، ولا تأذَنْ في بيته إلا بإذنِه. Dan puasa yang dimaksud dalam hadis ini adalah puasa sunah, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:.
لا تصومُ المرأةُ وبعلُها شاهدٌ إلا بإذنِه غيرَ رمضانَ ولا تأذنْ في بيتِه وهو شاهدٌ إلا بإذنِه. “Tidak boleh seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya hadir (tidak sedang safar) kecuali dengan seizinnya, jika puasa tersebut selain puasa Ramadan.
Dan yang sahih hukumnya boleh. Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits sahih yang marfu’:.
“Barangsiapa yang puasa Ramadan lalu mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia mendapat pahala puasa setahun penuh” (HR. Dan ini juga zahir perkataan dari Sa’id bin Musayyab yang dibawakan Al-Bukhari secara mu’allaq (tidak menyebutkan sanad secara lengkap), beliau berkata tentang puasa sunah sepuluh hari (bulan Dzulhijjah) sebelum qadha puasa Ramadan:. إن عليّ أياماً من رمضان أفأصوم العشر تطوعاً؟ قال: لا، ولم؟ إبدأ بحق الله ثم تطوع بعد ما شت.
Abu Hurairah menjawab: tidak boleh. Dan diriwayatkan oleh Abdurrazzaq, dari Ibnu Juraij, dari ‘Atha bahwa beliau menganggap hal itu makruh. “Aku bertanya kepada Ibrahim bin Sa’id bin Jubair tentang seorang lelaki yang memiliki beberapa hari hutang puasa Ramadan, bolehkah ia puasa sunah sepuluh hari?
كان يكون عليَّ الصوم من رمضان فما أستطيع أن أقضي إلا في شعبان. Dan perlu dicatat juga, bahwa orang yang tidak puasa Ramadan karena suatu uzur maka ditulis baginya pahala puasa untuk hari yang ia tinggalkan tersebut walaupun ia belum menunaikan qadha puasanya.
Menggabung niat puasa Syawal dengan puasa lainnya. Ada tiga rincian dalam masalah ini, yaitu sebagai berikut:.
sedangkan ibadah yang lain adalah ibadah wajib atau sunah, maka ini tidak mencacati ibadah (baca: boleh). Maka ibadah tersebut bisa masuk pada ibadah yang lain.
Adapun [3] menggabungkan niat antara dua ibadah maqshudah bi dzatiha (yang dituntut adalah dzat ibadahnya), seperti menggabungkan salat zuhur dengan salat rawatib zuhur, maka tidak sah menggabungkan keduanya dalam satu niat, karena keduanya adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, yang tidak bisa masuk antara satu dengan yang lain” (Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 12/24). Menggabung puasa Syawal dengan qadha puasa.
Hukumnya tidak boleh dan tidak sah, karena puasa Syawal dan qadha puasa Ramadan keduanya adalah ibadah yang maqshudah bi dzatiha. “Adapun jika anda puasa Syawal dengan menggabung niat puasa qadha dan puasa Syawal, maka saya memandang puasa Syawalnya tidak sah. إذا صام ست أيام من شوال سقطت عنه البيض ، سواء صامها عند البيض أو قبل أو بعد لأنه يصدق عليه أنه صام ثلاثة أيام من الشهر ، وقالت عائشة رضي الله عنها : ” كان النبي صلى الله عليه وسلم يصوم ثلاثة أيام من كل شهر لا يبالي أصامها من أول الشهر أو وسطه أو آخره ” ، و هي من جنس سقوط تحية المسجد بالراتبة فلو دخل المسجد. Baik ia puasa Syawal ketika al-bidh (ketika bulan purnama sempurna), sebelumnya atau setelahnya, karena ia telah berpuasa tiga hari dalam satu bulan.
Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: ‘Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa tiga hari setiap bulan, tanpa peduli apakah itu awal bulan atau tengah bulan atau akhirnya’. Menggabung puasa Syawal dengan puasa Senin-Kamis. “Jika puasa Syawal bertepatan dengan hari Senin atau Kamis, maka ia mendapatkan pahala puasa Senin-Kamis dengan niat puasa Syawal atau dengan puasa Senin-Kamis” (Fatawa Al-Islamiyah, 2/154).
Kita tahu bersama bahwa puasa Syawal itul punya keutamaan, bagi yang berpuasa Ramadhan dengan sempurna lantas mengikutkan puasa 6 hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan pahala puasa setahun penuh. Yang berpendapat puasa tersebut sunnah adalah madzhab Abu Hanifah, Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedangkan ulama yang khawatir jika puasa Syawal sampai disangka wajib, maka itu sangkaan yang sama saja bisa membatalkan anjuran puasa ‘Arafah, puasa ‘Asyura’ dan puasa sunnah lainnya.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 51). Ini menunjukkan bahwa puasa Ramadhan sebulan penuh akan dibalas dengan 10 bulan kebaikan puasa. Sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal akan dibalas minimal dengan 60 hari (2 bulan) kebaikan puasa. Itulah mengapa orang yang melakukan puasa Syawal bisa mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits bahwa puasa Syawal itu dilakukan selama enam hari. Dari hadits tersebut, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin berkata, “Yang disunnahkan adalah berpuasa enam hari di bulan Syawal.” (Syarhul Mumti’, 6: 464).
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Para fuqoha berkata bahwa yang lebih utama, enam hari di atas dilakukan setelah Idul Fithri (1 Syawal) secara langsung. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin juga berkata, “Lebih utama puasa Syawal dilakukan secara berurutan karena itulah yang umumnya lebih mudah.
Hal itu lebih akan membuat kewajiban seorang muslim menjadi gugur. Namun pahala puasa Syawal itu tidak bisa digapai jika menunaikan qodho’ puasanya di bulan Syawal. Hal ini menunjukkan masih bolehnya berpuasa Syawal pada hari Jum’at karena bertepatan dengan kebiasaan. Di antara kami ada yang berpendapat bahwa ini adalah hari Arafah dan kami berpuasa karena bertemu hari Arafah bukan karena hari Sabtu yang terdapat larangan berpuasa ketika itu. Sedangkan hadits yang melarang puasa pada hari Sabtu adalah hadits yang lemah karena mudhtorib dan menyelisihi hadits yang lebih shahih. Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan puasa Syawal ini setelah sebelumnya berusaha menunaikan puasa qodho’ Ramadhan.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Hal ini dapat dilihat dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshoriy, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:.
Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil).
Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.” Oleh karena itu, boleh saja seseorang berpuasa syawal tiga hari setelah Idul Fithri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Catatan: Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qodho’ (mengganti) puasa syawal tersebut di bulan Dzulqo’dah. Alasan lainnya adalah karena dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barang siapa berpuasa Ramadhan.” Jadi apabila puasa Ramadhannya belum sempurna karena masih ada tanggungan puasa, maka tanggungan tersebut harus ditunaikan terlebih dahulu agar mendapatkan pahala semisal puasa setahun penuh. Hal inilah yang ditekankan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin -semoga Allah merahmati beliau- dalam kitab beliau Syarhul Mumthi’, 3/89 karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini. Waktu shalat tersebut adalah mulai dari matahari bergeser ke barat hingga panjang bayangan seseorang sama dengan tingginya. Kemudian dia shalat di akhir waktu misalnya jam 2 siang karena udzur (halangan).
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan: “Apakah kalian memiliki sesuatu (yang bisa dimakan, pen)?” Mereka berkata, “tidak” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau begitu sekarang, saya puasa.” Dari hadits ini berarti seseorang boleh berniat di siang hari ketika melakukan puasa sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan terdapat dalam kitab An Nasa’i.
Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal. Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.”[9]. Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah.
(Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.” Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah. Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan? Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,.
Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya.
Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]. Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja[14]. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.
Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci. Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,.
بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها. “Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.
Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. ”Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. [16] Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.
Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput.
Allah SWT mensyariatkan ibadah antara lain untuk membersihkan dan mensucikan jiwa hamba-Nya. Mayoritas ulama Syafi'iyah, Hanbaliyah, dan beberapa dari Malikiyah dan Hanafiyah mengatakan bahwa puasa enam hari Syawal hukumnya sunnah, Mereka beralasan dengan hadist Abu Ayyub Al Anshari yang disebutkan di atas.
Sebagian ulama Hanafiyah, dan Malikiyah berpendapat puasa enam hari Syawal hukumnya makruh, Imam Yahya bin Yahya salah seorang ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa tidak ada teks dari ulama salaf yang menunjukkan bahwa mereka puasa enam hari Syawal setelah Ramadhan, karena dikawatirkan terperosok ke dalam perbuatan bidah, karena bisa saja dikira sebagai puasa wajib. Berpuasa enam hari Syawal setelah pelaksanaan puasa Ramadhan memiliki beberapa keutamaan, antara lain:.
Apabila yang bersangkutan telah melaknanakan shalat dengan sempurna maka ia telah memperoleh pahala sunat, namun jika yang bersangkutan belum menyempurnakannya, maka Allah SWT berfirman kepada para malaikat perhatikan apakah hambaku melaksanakan ibadah sunat? Maka sempurnakanlah ibadah fardlu yang hilang (terabaikan)dengannya, lalu perhitungkanlah amal-amalnya setelah disempurnakannya itu.". “Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunat sehingga Aku (Allah) mencintainya.
Prof Dr Syihabuddin Qalyubi, Lc, MAg guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sedangkan mengenai cara pelaksanaannya ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mazhab:.
Mazhab Hanafi : Menganjurkan puasanya itu secara terpisah, dua hari pada setiap pekan. Mazhab Maliki : Puasa enam hari secara terus menerus dan bersambung dengan Ramadhan hukumnya makruh.
Hal itu sehubungan dengan perkataan Syaikh Abdul Aziz bin Baz berikut ini:. Puasa ayyamul bidh adalah ibadah yang ghayru maqshudah bidzatiha atau tidak diniatkan secara langsung.
إذا صام ست أيام من شوال سقطت عنه البيض ، سواء صامها عند البيض أو قبل أو بعد لأنه يصدق عليه أنه صام ثلاثة أيام من الشهر ، وقالت عائشة رضي الله عنها : ” كان النبي صلى الله عليه وسلم يصوم ثلاثة أيام من كل شهر لا يبالي أصامها من أول الشهر أو وسطه أو آخره ” ، و هيمن جنس سقوط تحية المسجد بالراتبة فلو دخل المسجد. “Jika seseorang berpuasa enam hari di bulan Syawal, gugur darinya tuntutan puasa ayyamul bidh. إن الأعمال ترفع يوم الاثنين والخميس فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. Sebelum menggabungkan niat, dianjurkan untuk mengetahui hukumnya agar ibadah yang dilakukan maksimal dan diridai Allah SWT.
Puasa Syawal - Setelah menjalankan puasa di bulan Ramadan, umat Muslim disunahkan untuk menjalankan ibadah puasa Syawal selama 6 hari, ini bacaan niat puasa Syawal, lengkap beserta ketentuan dan keutamaan menjalankan puasa di bulan Syawal. Artinya: Dari Tsauban, dari nabi saw (diriwayatkan bahwa) beliau bersabda: Barang siapa berpuasa Ramadan, maka pahala satu bulan Ramadan itu (dilipatkan sama) dengan puasa sepuluh bulan, dan berpuasa enam hari sesudah Idul Fitri [dilipatkan sepuluh menjadi enam puluh], maka semuanya (Ramadan dan enam hari bulan Syawal) adalah genap satu tahun. Baca juga: Bacaan Niat Puasa Syawal 2021 dalam Arab dan Latin, Lengkap dengan Tata Cara dan Keutamaannya.