Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Namun, para ulama berbeda pendapat terkait amalan puasa sunnah di bulan Rajab ini. Ada sebagian ulama yang memang menyunnahkan berpuasa di bulan Rajab.

Misalnya, Syeikh Abdul Aziz ketika ditanya terkait dengan berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi sebagai berikut :. Selain itu, ada ulama yang berpendapat, hukum puasa di bulan Rajab adalah makruh, yaitu pendapat dari sebagian para ulama salaf, khususnya mazhab Al-Hanabilah.

Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama dalam mazhab Al-Hanabilah yang menuliskan dalam kitabnya Al-Inshaf:“Pendapatnya mengkhususkan puasa Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh. Berdasarkan perbedaan pendapat tentang puasa sunnah di bulan Rajab tersebut, Ustaz Sarwat menyimpulkan bahwa puasa sunnah di Bulan Rajab ini memang termasuk masalah khilafiyah di tengah para ulama menjadi tiga pendapat yang berbeda.“Ada kalangan yang membid'ahkannya, memakruhkannya dan menyunnahkannya,” kata Ustaz Sarwat.

Hukum Puasa Rajab Sunah atau Bid'ah? Yuk Simak Dalil-dalilnya

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Hukum Puasa Rajab Sunah atau Bid'ah? Yuk Simak Dalil-dalilnya

Imam Nawawi menjelaskan maksud hadis di atas: “Yang jelas bahwasannya maksud dari Sa’id bin Jubair mengemukakan dalil di atas (Rasul SAW puasa dan tidak) adalah bahwa tidak ada larangan dan tidak ada pula anjuran secara khusus puasa pada Rajab, tetapi hukumnya sama seperti bulan-bulan lainnya. Imam Nawawi Menjelaskan: أما جواب ابن عمر في صوم رجب فإنكار منه لما بلغه عنه من تحريمه ، وإخبار بأنه يصوم رجبا كله ، وأنه يصوم الأبد.

[Syarah Muslim] Maka kesimpulan Imam Nawawi di atas, menurut Yusus Suharto merupakan kunci dan titik temu di antara dua kelompok yang pro dan kontra, yaitu “Tidak ada ketetapan larangan dan kesunahan untuk puasa Rajab tetapi asalnya puasa adalah sunah”. Rajab menjadi istimewa karena ia adalah bulan yang suci dan mulia Hukum Puasa Rajab Lebih lanjut ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam’ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.

Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat (tapi kemudian riwayat mawquf Ibn Umar dalam Sahih Muslim justru menguatkan bahwa Ibn Umar alih-alih memakruhkan, bahkan ia berpuasa Rajab sebulan penuh). Meski demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih Imam Muslim. Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan-bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzul hijjah, Rajab dan Muharram.

Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim). Kemudian, ada empat bulan yang disucikan yaitu Muharam, dzulqadah, dzulhijjah dan Rajab seperti dalah suatu riwayat hadist, Rasulullah SAW bersabda: "Tahun ini adalah dua belas bulan, di antaranya empat suci: tiga bulan berturut-turut, Dhul-Qi`dah, Dhul-Hijjah dan Muharram, dan Rajab Mudar yang datang antara Jumada dan Syaban.".

Puasa Rajab Sunnah atau Bid'ah? Berikut Penjelasan Buya Yahya

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Puasa Rajab Sunnah atau Bid'ah? Berikut Penjelasan Buya Yahya

Sebenarnya masalah puasa rajab sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Kedua: Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu.

Puasa Rajab Bid'ah atau Sunnah? Ini Penjelasan Ustadz Abdul

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Puasa Rajab Bid'ah atau Sunnah? Ini Penjelasan Ustadz Abdul

• Niat dan Jadwal Puasa Rajab 25 Februari 2020, Lengkap dengan Amalan dan Doa Dibaca Rasulullah SAW. Buya, saya pernah mendengar sebagian orang, mereka berkata kalau puasa di bulan Rajab itu bid’ah.

Apakah benar seperti itu Buya? Adapun bulan Rajab adalah bulan mulia yang juga boleh kita berpuasa di dalamnya bahkan sangat dianjurkan seperti disebutkan dalam hadits shahih riwayat Abu Daud juz 2 hal.

322, petunjuk Rasulullah SAW untuk Abi Mujibah Al- Bahili seorang yang sangat rajin berpuasa agar berpuasa di bulan haram dengan sabdanya (yang artinya): “Berpuasalah di bulan haram.” Ringkasnya, puasa di bulan Rajab adalah sangat dianjurkan dan ini adalah yang dikukuhkan oleh para ulama 4 Madzhab. Untuk kesempurnaan jawaban ini, ada risalah kami yang berjudul “KONTROVERSI PUASA RAJAB : SUNNAH ATAU BID’AH?”.

Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah? – AS-SUNNIYYAH

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah? – AS-SUNNIYYAH

“Rasul SAW berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkan puasa (puasa terus), dan Rasul SAW tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak berpuasa” [HR Muslim]. أما جواب ابن عمر في صوم رجب فإنكار منه لما بلغه عنه من تحريمه ، وإخبار بأنه يصوم رجبا كله ، وأنه يصوم الأبد.

Maka kesimpulan Imam Nawawi di atas, saya kira sebagai kunci dan titik temu di antara dua kelompok di atas yaitu “Tidak ada ketetapan larangan dan kesunnahan untuk puasa rajab tetapi asalnya puasa adalah sunnah”. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat (tapi kemudian riwayat mawquf Ibn Umar dalam Sahih Muslim justru menguatkan bahwa Ibn Umar alih-alih memakruhkan, bahkan beliau berpuasa Rajab sebulan penuh). Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab. Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, “Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang” itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih Imam Muslim. Nabi bersabda: “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-Muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab)“. Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan-bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzul hijjah, Rajab dan Muharram.

Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim). Sabda Rasulullah SAW: “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakah sungai ini ?” Maka berkata Jibril a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al-‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- Tadzkirah mengatakan: “Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain- lain.”.

Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Tidak ada satu dalilpun yang shahih –yang secara khusus- menyebutkan keutamaan bulan Rajab, sebagaimana telah dituturkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab : ““Tidak ada hadits shahih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan shalat malam khusus pada malam harinya”. Diantara empat bulan itu tiga berurutan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram), sedangkan Rajab terpisah.

Namun secara umum kemuliaan Rajab masuk ke dalam bulan-bulan yang haram dan terhormat di hadapan Allah. Ibnu Jajir menukil riwayat dari Ibnu Abbas berkata, dia berkata: Empat bulan dikhususkan dalam penghormatan, karena setiap maksiat lebih besar dosanya dan setiap amal shalih berpahala lebih besar.

Demikian ini adalah pendapat Qatadah, Atha’ Al Khurasani, Az Zuhri, Sufyan Ats Tsauri. Ibnu Juraij berkata : ‘Atha bin Abi Rabah bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, bahwa tidak halal bagi manusia berperang di tanah haram dan pada bulan haram, kecuali mereka diperangi di dalamnya, dan hukum ini tidak dinasakh”.

Ibnu Jarir menukil dari Qatadah, dia berkata : “… dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali mereka memulai mengobarkan peperangan di tempat itu, kemudian Allah menasakh ayat ini dengan firmanNya. Dalam musnad Ahmad 3/334, 345, Tafsir Ibnu Jarir dengan kedua sanadnya dari Jabir, dia berkata : “Rasulullah tidak pernah berperang pada bulan haram, kecuali bila diperangi atau Beliau tidak berperang hingga bulan-bulan haram berakhir”. Dengan demikian kita mengetahui bahwa keharaman perang pada bulan haram tetap dan tidak dinasakh.

Al Qadhi Abu Ya’la berkata : “Dinamakan bulan haram karena mengandung dua makna. Aku mohon ampun kepada Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan dari segala dosa.

Syaikh Ali Muhammad Qari dalam kitab Al Adab Fi Rajab berkata: “Kita merasa cukup dengan tsabitnya hadits ini, karena perhatian Al Hafizh Ad Damiri dengan menukil dalam tulisannya, dia diam dan tidak mengomentarinya. Andaikata hadits ini maudhu’ (palsu), niscaya dia menerangkannya, karena dia imam di bidang ini dan minimal derajatnya dha’if, sedangkan hadits dha’if diamalkan dalam fadhail a’mal sesuai dengan kesepakatan. Sehingga Syaikh Masyhur Hasan Salman berkomentar : Diamnya Ad Damiri, tidak bukan berarti hadits ini menjadi tsabit (sah), apalagi para hufazh dan ahli hadits telah menyatakan batilnya seluruh hadits-hadits yang mengkhususkan suatu ibadah pada bulan Rajab.

Orang yang antusias terhadap shalat Raghaib, berpegang dengan hadits dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: Janganlah kalian melupakan malam Jum’at pertama dari bulan Rajab, karena malam itu disebut oleh Malaikat dengan Raghaib; maka tidaklah ada seorang yang berpuasa pada hari Kamis pertama dari bulan Rajab, kemudian shalat antara Maghrib dengan Isya’ sebanyak dua belas raka’at, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Hadits ini disebutkan secara lengkap bersama tata caranya dalam kitab Al Maudhuaat, karya Ibnul Jauzi. Dan tidak mungkin lafazh hadits ini berasal dari Nabi, karena Beliau melarang menamai shalat Isya dengan atamah.

Dan dalam Syarah Muslim, karya An Nawawi disebutkan : Para ulama berhujjah terhadap makruhnya (tidak disukai) shalat Raghaib dengan hadits. Padahal semua riwayat seputar shalat Raghaib adalah palsu dan penuh dengan pendustaan atas nama Rasulullah. Ada sebagian orang berpendapat, bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memakruhkan pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa dan qiyamul lail pada malamnya. Mereka juga berdalih, bahwa Syaikh Ibnu Shalah memilih pendapat bolehnya shalat tersebut, demikian pula Hujjatul Islam (Al Ghazali, pen.). Cara berdalih seperti itu jelas kurang tepat dan salah, apalagi semua ulama sepakat tentang bid’ahnya shalat Raghaib. Semua telah dibantah secara tuntas dan jelas oleh ‘Iz bin Abdus Salam, bahwa tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan shalat tersebut.

Abu Syamah memaparkan hujjah mereka masing-masing, dan beliau memberi bantahan tuntas satu per satu, kemudian membuat kesimpulan secara adil dan bijak, bahwa shalat tersebut hukumnya bid’ah, sebagaimana dikatakan oleh muridnya, yaitu Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 4/56. Adapun sikap Ibnu Shalah terhadap shalat tersebut sangat goncang dan kabur, sebab beliau pernah berfatwa melarangnya, kemudian berbalik membolehkannya.

Maka dia takut jika melarangnya akan dikatakan “Apakah kamu tidak melakukan shalat itu?” Sehingga beliau lebih rela mengikuti hawa nafsu dan menganjurkan orang lain untuk menganggap baik terhadap sesuatu yang tidak dianggap baik oleh syari’at yang suci …. Adapun pernyataan Imam Al Ghazali dalam Al Ihya 1/203 telah dibantah, bahwa beliau sedikit sekali perbendaharaan ilmu haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh dirinya sendiri, maka pengukuhan beliau terhadap hadits shalat pada malam Jum’at pertama dari bulan Rajab ini ditolak.

Ada sebagian manusia membaca kisah Mi’raj, berdzikir, melakukan ibadah tertentu dan berkumpul pada malam 27 Rajab untuk merayakannya. Tidak ada satupun dalil yang shahih tentang pembacaan do’a-do’a pada malam-malam bulan Rajab, Sya’ban maupun Ramadhan.

Seandainya hal tersebut baik, sudah pasti para sahabat telah melakukannya terlebih dahulu. Juga tidak ada dalil pasti yang menetapkan kapan terjadinya peristiwa Isra’, begitu pula bulannya. Dia menyembelih dua kurban untuk orang-orang fakir dan miskin, dan menyuruh penduduk Makkah ketika itu agar melaksanakan umrah sebagai rasa syukur kepada Allah karena dapat menyempurnakan Baitullah dengan susunan yang disukai Nabi.

Meskipun demikian, itu bukan dalil untuk membolehkan acara bid’ah pada malam 27 Rajab. Semua isi kisah Mi’raj yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas adalah dusta, kecuali beberapa huruf saja.

Kisah anak Sultan, orang yang banyak melakukan dosa dan tidak shalat kecuali pada bulan Rajab. Dan dia menjelaskan di Ihya, bahwa itu adalah shalat malam Mi’raj[6]. Dan apabila Beliau menganjurkan umrah pada bulan Rajab secara khusus, maka itu tidak tsabit.

Apakah Nabi pernah umrah pada bulan Rajab?” Dia menjawab,”Ya.” Maka aku bertanya kepada ‘Aisyah,”Wahai, Bunda. Salah satunya pada bulan Rajab.” Maka Aisyah berkata,”Semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman. Ini menunjukkan keraguan Ibnu Umar, sehingga sama saja baginya, baik dia mencabut kembali perkataannya ataupun tidak.

Imam Suyuti berkata di dalam Al Amru Bil Ittiba’ Wa nahyu ‘Anil Ibtida’, lembaran 14/1 : Asy Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan puasa (Rajab) sebulan penuh sebagaimana puasa Ramadhan. Beliau berkata,’Tidak ada sesuatu pun yang sah datang dari Rasulullah tentang keutamaan Rajab dan puasa padanya’.”. Sebagai pelengkap, kami sampaikan ucapan Imam Abdullah Al Anshari, menukil dari Asy Suyuthi rahimahullah Ta’ala : “Jika dikatakan puasa Rajab adalah amalan yang baik, maka katakan padanya, mengamalkan kebaikan hendaknya sesuai yang disyari’atkan Rasulullah. As Suyuti berkata juga : Biasanya bila Ibnu Umar melihat manusia dan apa yang mereka siapkan untuk bulan Rajab, (maka) beliau membencinya.

Andaikata hal ini terjadi karena ada keutamaannya, tentu Rasulullah telah menjelaskan atau Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya, meskipun sekali seumur hidupnya, sebagaimana Beliau pernah melakukan puasa ‘Asy Syura. Meskipun begitu, orang-orang yang berpuasa Rajab masih memiliki dalih, bahwa mengamalkan hadits dha’if dalam keutamaan amal diperbolehkan, karena para ulama ahli hadits dan ahli ilmu bersikap toleran dalam mendatangkan hadits-hadits dha’if yang berkaitan dengan keutamaan amal. [4] Perkataan Ibnu ‘Atsir ini tidak bermanfaat, bagaimana sedangkan banyak para ulama yang mu’tabar menyatakan bid’ah & palsunya shalat raghaib.

[5] Dikeluarkan Al-Baihaqi di (Asy-Syu’ab) 1/19/ أ dan dia berkata : ini lebih dha’if dari yang sebelumnya. Dan Anas berkata : “Rasulullah umrah empat kali, semuanya di bulan Dzulqa’dah”.

Puasa Rajab Sunah atau Bid'ah?

Dan bila tidak ada perubahan, tahun ini bulan Rajab dimulai pada Sabtu (13/02/2021). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shalallah Alaihi Wasallam untuk menerima perintah shalat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.

Artinya: Istidlal yang dilakukan Sa’id Ibnu Jubair menunjukkan tidak ada larangan dan kesunahan khusus puasa di bulan Rajab. Di sisi lain, pelarangan terhadap puasa Rajab juga telah menjadi kabar yang simpang siur sejak dahulu, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim berikut:. Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Yahya; telah mengabarkan kepada kami Khalid ibn 'Abdullah dari Abdul Malik, dari Abdullah -budak- dari Asma' bint Abu Bakr dan dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata: Asma' binti Abi Bakr pernah menyuruh saya untuk menemui Abdullah ibn Umar agar menyampaikan pesannya yang berbunyi: Telah sampai kepada saya bahwasanya, engkau telah mengharamkan tiga hal; pakaian yang terbuat dari campuran sutera, pelana sutera yang berwarna merah tua, dan berpuasa di bulan Rajab seluruhnya. Tentu tradisi puasa Ibn Umar ini sesuai dengan anjuran Rasulullah agar kaum muslimin berpuasa pada bulan-bulan haram. Hadits lainnya adalah riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): Usamah berkata pada Nabi Muhammad SAW: Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadlilah).

Terkait siklus bulanan ini al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadlilah di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadlan adalah bulan-bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab dan Muharram. Ustadz Yusuf Suharto adalah Tim Narasumber Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur dan Pengajar di Ma'had Aly Pesantren Mambaul Ma'arif, Denanyar, Jombang.

Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Puasa Rajab Sunnah Atau Bid'ah. Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Untuk mengurai hakikat sebenarnya hukum puasa Rajab mari kita kaji hadis di atas dengan disertai penjelasan para ulama otoritatif. Di sisi lain, pelarangan terhadap puasa Rajab juga telah menjadi kabar yang simpang siur sejak dahulu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut:. ‘Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu mengharamkan tiga perkara: lukisan pada kain (sulaman sutera), bantal bewarna ungu, dan puasa bulan Rajab seluruhnya’.

Puasa kapanpun (selain dua hari raya dan hari-hari tasyriq) termasuk di bulan Rajab adalah ibadah yang berpahala. Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah shalat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini. Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda “Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia).”(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): “Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah).

Terkait siklus bulanan ini al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan-bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzul hijjah, Rajab dan Muharram.

Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut”. Sabda Rasulullah SAW: “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakah sungai ini ?” Maka berkata Jibril a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”. Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi li al-Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha’if (lemah atau kurang kuat).

Related Posts

Leave a reply