Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Puasa Rajab menjadi salah satu amalan yang paling populer sepanjang bulan suci dalam ajaran umat Islam. Hadits yang diceritakan 'Uthman bin Hakim dalam kitab Fasting atau Al-Siyam menjelaskan seputar puasa Rajab.

Sesuai derajat yang dhaif, maka umat Islam tak perlu meyakini kebenaran hadist ini. Sesuai ketentuan tersebut, jangan sampai puasa Rajab menduduki posisi istimewa dibanding ibadah menahan hawa nafsu di bulan lain.

"Sangat tidak disukai jika Rajab menjadi satu-satunya bulan untuk menjalankan puasa," tulis Ibnu Qudama. Aturan serupa soal puasa Rajab yang dianjurkan bagi muslim juga tertulis dalam kitab Al-Fiqh `Ala Al-Madhahib Al-Arba` atau hukum Islam menurut pendapat empat imam besar.

"Puasa pada bulan Rajab dan Sha'ban adalah dianjurkan (mandub) seperti yang disetujui tiga imam besar. Kitab Al-Fiqh `Ala Al-Madhahib Al-Arba` karya Abd Al-Rahman Al-Jazai'ri kembali mengingatkan jangan sampai Rajab menjadi satu-satunya saat menjalankan puasa. "Puasa pada seluruh bulan Dzulqaidah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab direkomendasikan tiga imam besar umat Islam. Sementara Hanafi merekomendasikan puasa hanya selama tiga hari di tiap bulan suci tersebut pada Kamis, Jumat, dan Sabtu," tulis Abd Al-Rahman Al-Jazai'ri.

Puasa sunnah hanya selama tiga hari di bulan suci bagi muslim juga tertulis dalam hadist yang dinarasikan Mujibah Al-Bahiliyah.

Hadits Puasa Rajab Apakah Ada yang Shahih Riwayatnya?

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Hadits Puasa Rajab Apakah Ada yang Shahih Riwayatnya?

Bulan Rajab adalah bulan yang mulia. “Sesungguhnya jumlah bulan di sisi Allah adalah 12 bulan di dalam kitab Allah pada hari Allah menciptakan langit dan bumi.

Hadits ini pun jumlahnya juga tidak banyak. Sebagaimana hadits puasa Asyura, hadits puasa Rajab juga ada yang shahih. Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali di bulan Ramadhan.

Dan aku juga tidak pernah melihat satu bulan yang beliau banyak berpuasa padanya kecuali Sya’ban.” (Shahih Muslim, 6/37, no. “Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa dalan satu bulan seperti halnya puasamu di bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Itulah bulan yang dilalaikan manusia yang terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan.

Pengkhususan bulan Rajab tersebut dengan puasa mengandung makna adanya keutamaan puasa Rajab dan itulah yang menjadi kebiasaan mereka. Hadits dari Zaid bin Aslam dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa Rajab. Hadits Puasa Rajab yang Derajatnya Dha’if dan Maudhu’. Masih banyak lagi hadits Dha’if dan Maudhu’ tentang puasa Rajab yang disebutkan dalam berbagai kitab hadits. Hadits tentang Keutamaan Bulan Rajab. Ibnu Hajar berkata, “Ini Hadits Maudhu’,” (Al-Fatawa-id al-Majmu’ah, 1/440) penulis kitab Kasyful Khafa’ juga mengatakan, “Ini Hadits Maudhu’, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyinul Ajab.” (Kasyful Khafa’, 2/817) dalam kitab Tazkiratul Maudhu’at 1/810 juga disebutkan, itu hadits Maudhu’.

Dari Harun bin ‘Intarah, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. “Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung, siapa saja yang puasa satu hari di bulan tersebut, Allah menetapkan untuknya puasa seribu tahun. Dan barangsiapa puasa tiga hari, Allah tetapkan baginya puasa tiga ribu tahun. Dan barangsiapa tujuh hari di bulan Rajab, Allah tutupkan baginya pintu Jahannam. Hadits puasa Rajab ini juga diriwayatkan dari Abu Said al-Khudhri radhiyallahu anhu. Lalu dia puasa Rajab dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk puasa.

Dalam kitab Al-La-ali’ al-Mashnu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah disebutkan, “Hadits itu tidak shahih, Harun bin Intrah dikenal meriwayatkan hadits munkar.”. Al-Haitsami mengatakan, “Hadits itu diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam kitab Al-Kabir. Hadits tersebut diriwayatkan juga oleh Abu Bakar an-Niqash, dari Ahmad bin al-Abbas ath-Thabari, dari al-Kasa-i, dari Abi Mu’awiyah, dari al-A’masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abu Said Al-Khudhri.

(Tabyinul ‘Ajab bi ma Warada fi Syahri Rajab, 41, Al-Fawa-id al-Majmu’ah fil Ahadits al-Maudhu’ah, no. Ada sebuah riwayat tentang hadits puasa Rajab ,.

“Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab maka itu seperti puasa setahun penuh. Dalam riwayat lain juga disebutkan, dari Abu Dzar ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. Ada pula yang mengatakan dari Ibnu Abbas, sebagai ganti Abu Dzar, dikeluarkan oleh al-Hafizh Abu Abdullah al-Husain bin Fathawaih, dari Ibnu Syaibah, dari Saif bin Mubarak, Risydin dan Al-Hakam keduanya adalah matruk.

“Barangsiapa Puasa sehari di bulan Rajab, itu seperti (puasa) setahun.”. Adz-Dzahabi mengatakan, “Ini hadits mursal.” (Mizanul I’tidal fi Naqdir Rijal, 5/70) Al-Haitsami menyebutkan, “Ada yang mengatakan hadits itu diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dalam al-Kabir. “Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab ditetapkan baginya puasa seribu tahun. Hadits puasa Rajab ini derajatnya Dha’if. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Abdul Malik bin Harun. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,.

Al-Hafidz mengatakan, “Ini adalah hadits maudhu’ yang mayoritas perawinya adalah majhul, sementara salahsatu perawinya yang bernama ‘Utsman statusnya matruk di hadapan para ahli Hadits. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,. “Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab maka Allah tetapkan baginya setiap hari seperti setiap bulan.

Dan barangsiapa puasa sepuluh hari maka baginya setiap hari seperti satu tahun.”. Hadits puasa Rajab ini derajatnya Dha’if. Demikian beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa selain ada hadits shahih, ada pula hadits dha’if dan maudhu‘ yang memuat seputar keutamaan bulan Rajab dan puasa di bulan tersebut.

Jadi Amalan Mulia, Simak Kumpulan Hadis Sahih Tentang

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Jadi Amalan Mulia, Simak Kumpulan Hadis Sahih Tentang

Keutamaan puasa Rajab tertuang dan dijelaskan secara rinci dalam beberapa hadis yang sahih. Hadis Riwayat Bukhori Muslim.

Bacaan Niat dan Keutamaan Puasa Rajab

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Bacaan Niat dan Keutamaan Puasa Rajab

Awal bulan Rajab ini bertepatan dengan tanggal 13 Februari 2021 dalam kalender masehi. Rasulullah SAW hanya menganjurkan umat Islam untuk berpuasa di bulan haram (mulia), sebagaimana bulan Rajab yang termasuk di dalamnya.

Jadi, Mama dan buah hati diperbolehkan untuk menunaikan puasa Rajab kapan pun. Dengan catatan, benar-benar dilaksanakan saat bulan Rajab, yaitu mulai tanggal 1 Rajab atau yang bertepatan dengan hari Sabtu, 13 Februari 2012 hingga berakhirnya bulan Rajab pada tanggal 14 Maret 2021.

Niat puasa Rajab ini dapat diucapkan baik secara lisan atau di dalam hati.

Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Koreksi Terhadap Penyimpangan Umat Dalam Bulan Rajab

Tidak ada satu dalilpun yang shahih –yang secara khusus- menyebutkan keutamaan bulan Rajab, sebagaimana telah dituturkan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Tabyin Al Ujab : ““Tidak ada hadits shahih yang pantas untuk dijadikan hujjah dalam masalah keutamaan bulan Rajab, (dengan) puasa di dalamnya dan shalat malam khusus pada malam harinya”. Diantara empat bulan itu tiga berurutan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram), sedangkan Rajab terpisah.

Namun secara umum kemuliaan Rajab masuk ke dalam bulan-bulan yang haram dan terhormat di hadapan Allah. Ibnu Jajir menukil riwayat dari Ibnu Abbas berkata, dia berkata: Empat bulan dikhususkan dalam penghormatan, karena setiap maksiat lebih besar dosanya dan setiap amal shalih berpahala lebih besar.

Demikian ini adalah pendapat Qatadah, Atha’ Al Khurasani, Az Zuhri, Sufyan Ats Tsauri. Ibnu Juraij berkata : ‘Atha bin Abi Rabah bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, bahwa tidak halal bagi manusia berperang di tanah haram dan pada bulan haram, kecuali mereka diperangi di dalamnya, dan hukum ini tidak dinasakh”.

Ibnu Jarir menukil dari Qatadah, dia berkata : “… dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali mereka memulai mengobarkan peperangan di tempat itu, kemudian Allah menasakh ayat ini dengan firmanNya. Dalam musnad Ahmad 3/334, 345, Tafsir Ibnu Jarir dengan kedua sanadnya dari Jabir, dia berkata : “Rasulullah tidak pernah berperang pada bulan haram, kecuali bila diperangi atau Beliau tidak berperang hingga bulan-bulan haram berakhir”.

Dengan demikian kita mengetahui bahwa keharaman perang pada bulan haram tetap dan tidak dinasakh. Al Qadhi Abu Ya’la berkata : “Dinamakan bulan haram karena mengandung dua makna. Aku mohon ampun kepada Allah yang memiliki keagungan dan kemuliaan dari segala dosa. Syaikh Ali Muhammad Qari dalam kitab Al Adab Fi Rajab berkata: “Kita merasa cukup dengan tsabitnya hadits ini, karena perhatian Al Hafizh Ad Damiri dengan menukil dalam tulisannya, dia diam dan tidak mengomentarinya. Andaikata hadits ini maudhu’ (palsu), niscaya dia menerangkannya, karena dia imam di bidang ini dan minimal derajatnya dha’if, sedangkan hadits dha’if diamalkan dalam fadhail a’mal sesuai dengan kesepakatan. Sehingga Syaikh Masyhur Hasan Salman berkomentar : Diamnya Ad Damiri, tidak bukan berarti hadits ini menjadi tsabit (sah), apalagi para hufazh dan ahli hadits telah menyatakan batilnya seluruh hadits-hadits yang mengkhususkan suatu ibadah pada bulan Rajab.

Orang yang antusias terhadap shalat Raghaib, berpegang dengan hadits dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda: Janganlah kalian melupakan malam Jum’at pertama dari bulan Rajab, karena malam itu disebut oleh Malaikat dengan Raghaib; maka tidaklah ada seorang yang berpuasa pada hari Kamis pertama dari bulan Rajab, kemudian shalat antara Maghrib dengan Isya’ sebanyak dua belas raka’at, kecuali Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Hadits ini disebutkan secara lengkap bersama tata caranya dalam kitab Al Maudhuaat, karya Ibnul Jauzi.

Dan tidak mungkin lafazh hadits ini berasal dari Nabi, karena Beliau melarang menamai shalat Isya dengan atamah. Dan dalam Syarah Muslim, karya An Nawawi disebutkan : Para ulama berhujjah terhadap makruhnya (tidak disukai) shalat Raghaib dengan hadits. Padahal semua riwayat seputar shalat Raghaib adalah palsu dan penuh dengan pendustaan atas nama Rasulullah. Ada sebagian orang berpendapat, bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memakruhkan pengkhususan hari Jum’at untuk berpuasa dan qiyamul lail pada malamnya.

Mereka juga berdalih, bahwa Syaikh Ibnu Shalah memilih pendapat bolehnya shalat tersebut, demikian pula Hujjatul Islam (Al Ghazali, pen.). Cara berdalih seperti itu jelas kurang tepat dan salah, apalagi semua ulama sepakat tentang bid’ahnya shalat Raghaib. Semua telah dibantah secara tuntas dan jelas oleh ‘Iz bin Abdus Salam, bahwa tidak ada satu dalilpun yang menganjurkan shalat tersebut.

Abu Syamah memaparkan hujjah mereka masing-masing, dan beliau memberi bantahan tuntas satu per satu, kemudian membuat kesimpulan secara adil dan bijak, bahwa shalat tersebut hukumnya bid’ah, sebagaimana dikatakan oleh muridnya, yaitu Imam Nawawi dalam Al Majmu’ 4/56. Adapun sikap Ibnu Shalah terhadap shalat tersebut sangat goncang dan kabur, sebab beliau pernah berfatwa melarangnya, kemudian berbalik membolehkannya.

Maka dia takut jika melarangnya akan dikatakan “Apakah kamu tidak melakukan shalat itu?” Sehingga beliau lebih rela mengikuti hawa nafsu dan menganjurkan orang lain untuk menganggap baik terhadap sesuatu yang tidak dianggap baik oleh syari’at yang suci …. Adapun pernyataan Imam Al Ghazali dalam Al Ihya 1/203 telah dibantah, bahwa beliau sedikit sekali perbendaharaan ilmu haditsnya, sebagaimana dikatakan oleh dirinya sendiri, maka pengukuhan beliau terhadap hadits shalat pada malam Jum’at pertama dari bulan Rajab ini ditolak. Ada sebagian manusia membaca kisah Mi’raj, berdzikir, melakukan ibadah tertentu dan berkumpul pada malam 27 Rajab untuk merayakannya. Tidak ada satupun dalil yang shahih tentang pembacaan do’a-do’a pada malam-malam bulan Rajab, Sya’ban maupun Ramadhan. Seandainya hal tersebut baik, sudah pasti para sahabat telah melakukannya terlebih dahulu. Juga tidak ada dalil pasti yang menetapkan kapan terjadinya peristiwa Isra’, begitu pula bulannya.

Dia menyembelih dua kurban untuk orang-orang fakir dan miskin, dan menyuruh penduduk Makkah ketika itu agar melaksanakan umrah sebagai rasa syukur kepada Allah karena dapat menyempurnakan Baitullah dengan susunan yang disukai Nabi. Meskipun demikian, itu bukan dalil untuk membolehkan acara bid’ah pada malam 27 Rajab. Semua isi kisah Mi’raj yang dinisbatkan kepada Ibnu Abbas adalah dusta, kecuali beberapa huruf saja. Kisah anak Sultan, orang yang banyak melakukan dosa dan tidak shalat kecuali pada bulan Rajab. Dan dia menjelaskan di Ihya, bahwa itu adalah shalat malam Mi’raj[6]. Dan apabila Beliau menganjurkan umrah pada bulan Rajab secara khusus, maka itu tidak tsabit.

Apakah Nabi pernah umrah pada bulan Rajab?” Dia menjawab,”Ya.” Maka aku bertanya kepada ‘Aisyah,”Wahai, Bunda. Salah satunya pada bulan Rajab.” Maka Aisyah berkata,”Semoga Allah mengampuni Abu Abdurrahman. Ini menunjukkan keraguan Ibnu Umar, sehingga sama saja baginya, baik dia mencabut kembali perkataannya ataupun tidak. Imam Suyuti berkata di dalam Al Amru Bil Ittiba’ Wa nahyu ‘Anil Ibtida’, lembaran 14/1 : Asy Syafi’i rahimahullah berkata,”Aku membenci seorang laki-laki yang menjadikan puasa (Rajab) sebulan penuh sebagaimana puasa Ramadhan. Beliau berkata,’Tidak ada sesuatu pun yang sah datang dari Rasulullah tentang keutamaan Rajab dan puasa padanya’.”. Sebagai pelengkap, kami sampaikan ucapan Imam Abdullah Al Anshari, menukil dari Asy Suyuthi rahimahullah Ta’ala : “Jika dikatakan puasa Rajab adalah amalan yang baik, maka katakan padanya, mengamalkan kebaikan hendaknya sesuai yang disyari’atkan Rasulullah.

As Suyuti berkata juga : Biasanya bila Ibnu Umar melihat manusia dan apa yang mereka siapkan untuk bulan Rajab, (maka) beliau membencinya. Andaikata hal ini terjadi karena ada keutamaannya, tentu Rasulullah telah menjelaskan atau Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya, meskipun sekali seumur hidupnya, sebagaimana Beliau pernah melakukan puasa ‘Asy Syura. Meskipun begitu, orang-orang yang berpuasa Rajab masih memiliki dalih, bahwa mengamalkan hadits dha’if dalam keutamaan amal diperbolehkan, karena para ulama ahli hadits dan ahli ilmu bersikap toleran dalam mendatangkan hadits-hadits dha’if yang berkaitan dengan keutamaan amal. [4] Perkataan Ibnu ‘Atsir ini tidak bermanfaat, bagaimana sedangkan banyak para ulama yang mu’tabar menyatakan bid’ah & palsunya shalat raghaib.

[5] Dikeluarkan Al-Baihaqi di (Asy-Syu’ab) 1/19/ أ dan dia berkata : ini lebih dha’if dari yang sebelumnya. Dan Anas berkata : “Rasulullah umrah empat kali, semuanya di bulan Dzulqa’dah”.

Keistimewaan Bulan Rajab dan Keutamaan Puasa Rajab

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Keistimewaan Bulan Rajab dan Keutamaan Puasa Rajab

Karena merupakan bulan haram, maka tidak heran jika dikalangan masyarakat muslim banyak yang melakukan amal-amalan ketaatan di bulan ini, termasuk menunaikan puasa sunnah rajab. · Pada bulan tersebut larangan untuk melakukan perbuatan haram lebih ditekankan daripada bulan yang lainnya karena mulianya bulan itu. Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram.

Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban.

Keutamaan Puasa Rajab, Dalil dan Hukumnya

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Keutamaan Puasa Rajab, Dalil dan Hukumnya

Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Menurut as-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.

Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Puasa Rajab Menurut Hadist Shahih. Puasa Rajab, Sunnah atau Bid'ah?

Namun, para ulama berbeda pendapat terkait amalan puasa sunnah di bulan Rajab ini. Ada sebagian ulama yang memang menyunnahkan berpuasa di bulan Rajab.

Misalnya, Syeikh Abdul Aziz ketika ditanya terkait dengan berpuasa pada tanggal 8 dan 27 Rajab menjawab di dalam kitabnya Fatawa Nurun 'ala Ad-Darbi sebagai berikut :. Selain itu, ada ulama yang berpendapat, hukum puasa di bulan Rajab adalah makruh, yaitu pendapat dari sebagian para ulama salaf, khususnya mazhab Al-Hanabilah. Al-Mardawi (w. 885 H) salah satu ulama dalam mazhab Al-Hanabilah yang menuliskan dalam kitabnya Al-Inshaf:“Pendapatnya mengkhususkan puasa Rajab (sebulan penuh) hukumnya makruh.

Berdasarkan perbedaan pendapat tentang puasa sunnah di bulan Rajab tersebut, Ustaz Sarwat menyimpulkan bahwa puasa sunnah di Bulan Rajab ini memang termasuk masalah khilafiyah di tengah para ulama menjadi tiga pendapat yang berbeda.“Ada kalangan yang membid'ahkannya, memakruhkannya dan menyunnahkannya,” kata Ustaz Sarwat.

Related Posts

Leave a reply