Puasa Kifarat Harus Berturut Turut. adalah salah satu puasa wajib yang tidak boleh ditinggalkan oleh umat muslim. Pasalnya, secara bahasa, kafarat mengandung arti mengganti, menutupi, membayar, dan memperbaiki sebagaimana yang dikutip dari kitab Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu oleh Wahbah Az-Zuhaili. Mengutip dari buku Panduan Terlengkap Ibadah Muslim "Sehari-Hari" karya KH Muhammad Habibillah, pada dasarnya puasa kafarat hukumnya wajib karena bertujuan untuk menutup dosa yang diperbuat sebelumnya. Kafarat, dalam Islam, hukumnya wajib ditunaikan agar seseorang bisa terbebas dari dosa yang ia lakukan," tulis KH. Artinya: Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Bahwa seorang laki-laki berbuka pada bulan Ramadhan, Maka Rasulullah SAW menyuruhnya membayar kafarat dengan memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan terus-menerus atau memberi makan kepada 60 orang miskin.". Tidak ada lafal yang jelas secara langsung dari Rasulullah SAW, namun bacaan niat berikut dapat dilafalkan saat hendak berpuasa kafarat,.
Jika sampai melakukan hubungan intim, maka ia harus membayar kafarat, salah satunya berpuasa selama 60 hari berturut-turut. Seseorang yang melanggar sumpah wajib membayar kafarat, salah satunya adalah berpuasa selama 3 hari.
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.” (Q.s. “Kaffarahnya adalah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Berdasarkan ayat di atas, kaffarah sumpah ada 4:. Hanya saja, tidak diketahui adanya dalil yang menjelaskan batasan makanan yang dimaksudkan selain pernyataan di ayat tersebut: “makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu”.
Memberi Pakaian kepada 10 Fakir Miskin. Jika tidak mampu untuk melakukan salah satu di antara tiga di atas maka beralih pada kaffarah keempat,.
Ayat di atas tidak memberikan batasan. Berdasarkan hadist shahih dari Abu Hurairah ada 3 pilihan jenis kafarat yang disesuaikan dengan kemampuan orang yang akan menjalankan kafarat itu sendiri yaitu ;.
Berpuasa 2 bulan berturut-turut, dan. Memberi makan 60 orang miskin. Lelaki itu menjawab: Saya telah bersetubuh dengan istri saya di siang hari bulan Ramadan. Beliau bertanya: Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memerdekakan seorang budak?
Beliau bertanya lagi: Apakah engkau mempunyai sesuatu untuk memberi makan enam puluh orang miskin? Kalau parameter harga budaknya sama dengan yang dikeluarkan oleh Abu Bakar Ash-Shidiq dalam membebaskan bilal bin Rabbah ra orang yang tak punya harta jelas tidak sanggup melaksanakannya.
Sedangkan menurut istilah Kifarat berarti suatu tebusan atau denda yang wajib dibayar oleh seseorang karena telah melakukan perbuatan tertentu yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Menunaikan kifarat dimaksudkan untuk menghapuskan dosa atau hilaf tersebut, selain bertobat dengan sungguh-sungguh.
Ulama Syafi’iyah menambahkan, jika orang yang melakukan pembunuhan itu sudah tua atau sangat lemah sehingga ia tidak kuat berpuasa, maka ia dapat menggantikannya dengan memberi makanan untuk 60 orang miskin masing-masing 1 mud. "...dan barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.
Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. Atau seseorang mengatakan, “Demi Allah, aku tidak mengambil barangmu,” padahal dia mengambilnya.
Contoh lain lagi, seorang suami melakukan ‘ila, yaitu bersumpah tidak akan mencampuri istrinya. Nazar adalah utang dan menjadi janji yang wajib dipenuhi oleh seseorang.
“Sesungguhnya ada seorang perempuan telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia meninggalkan kewajiban puasa nazar yang belum sempat ia tunaikan, apakah aku boleh berpuasa untuk menggantikannya?’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menjawab, ‘Apakah pendapatmu, kalau seandainya ibumu mempunyai utang, dan kamu membayarnya. Misalnya, seseorang berjanji jika sembuh dari sakit, ia akan melaksanakan umrah.
Sehingga apabila sakit yang dideritanya sudah sembuh, maka dia wajib melaksanakan umrah. Sahabat Uqbah bin Amir meriwayatkan hadis dari Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin.
Jika tidak mampu, ia harus memberi makanan kepada 60 orang miskin, masing-masing sebanyak satu mud. Maka apabila seseorang tidak melunasi kifaratnya hingga ia meninggal dunia, orang tersebut berdosa.
Puasa adalah ibadah yang dilakukan dengan menahan diri dari segala hawa nafsu mulai terbit fajar sampai terbenam matahari, waktu Maghrib. Dalam Islam, ada 4 macam puasa wajib yang tidak boleh ditinggalkan.
Dikutip dari kitab Al-Fiqhul Islamy wa Adillatuhu oleh Wahbah Az-Zuhaili, ada 4 puasa yang wajib dilakukan bagi setiap muslim. Kata-kata yang terucap tersebut merupakan janji seorang hamba kepada Allah SWT.
Di antara contoh kemaksiatan tersebut antara lain membunuh karena kesalahan, membatalkan sumpahh, membatalkan puasa Ramadhan karena melakukan hubungan suami istri pada siang hari, dan zihar (menganggap istri seperti ibunya). Tetapi barangsiapa tidak mampu, maka (wajib) memberi makan enam puluh orang miskin. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Diisebutkan dalam sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Umar ra. "Islam itu dibangun atas lima dasar: dua kalimat syahadat, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, melaksanakan haji, dan puasa pada bulan Ramadhan.".
Terkait puas, qadha berarti mengganti kekurangan hari dalam puasa wajib di bulan Ramadhan ketika seseorang tidak bisa melakukannya dengan sempurna karena ada halangan atau uzur yang diperbolehkan oleh syara'. "Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain.
Dalam Kâsyifah al-Sajâ (Terbitan Darul Ihya, Cetakan pertama, Tanpa tahun, halaman 112), Syekh Nawawi al-Bantani merinci sebelas persyaratan jatuhnya kifarah ‘udhma. Pertama, kewajiban kifarah ‘udhma dijatuhkan kepada orang yang sengaja menyenggama melalui kemaluan atau anus. Sehingga, jika ia merusak puasanya terlebih dahulu dengan yang lain, seperti makanan, kemudian bersenggama, maka tidak ada kafarat baginya, sebagaimana dalam Asna al-Mathalib:.
“Maksud kami dengan ‘senggama’ mengecualikan orang yang sebelumnya membatalkan puasa dengan selain senggama, kemudian ia bersenggama, maka tidak kewajiban kafarat di dalamnya.” Begitu pula jika ia dipaksa melakukannya, karena lupa, dan karena ketidaktahuan yang diampuni, maka tidak perlu kafarat baginya. Berbeda halnya dengan aktivitas seksual yang lain, seperti onani, masturbasi, dan oral seks walaupun hingga keluar sperma.
Begitu pula bila ia makan karena lupa, lantas mengira puasanya sudah batal, lalu bersenggama secara sengaja. مَا إذَا طَلَعَ عَلَيْهِ الْفَجْرُ وَهُوَ مُجَامِعٌ فَاسْتَدَامَ فَإِنَّ الْأَصَحَّ الْمَنْصُوصُ وُجُوبُ الْكَفَّارَةِ مَعَ انْتِفَاءِ فَسَادِ الصَّوْمِ فِي هَذِهِ الصُّورَةِ Artinya, “Jika fajar terbit, sedangkan seseorang sedang bersenggama, namun tetap meneruskannya, maka berdasarkan nas yang paling sahih, ia wajib menjalankan kafarat, walaupun tertolaknya kerusakan puasa dalam kondisi ini (karena puasanya tidak sah).”. Berbeda halnya jika pelaku tidak yakin dirinya sudah memasuki bulan Ramaadhan, kemudian ia berpuasa dengan hasil ijtihadnya dan membatalkan puasanya dengan senggama, namun ijtihadnya ternyata salah, maka tidak ada kewajiban kafarat baginya.