Puasa Ganti Tanpa Lafaz Niat. Suara.com - Ketiduran atau tidak sahur, jadi alasan klasik seseorang lupa niat puasa. Ustaz Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif di kepengurusan PCNU Kota Tegal, menjelaskan hukumnya.
Meski demikian ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya. Baca Juga: Jelang Ramadan, Coba Lima Aplikasi Doa dan Niat Puasa Ini. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt. Maka, dari keterangan di atas, orang yang lupa belum berniat puasa Ramadhan pada malam harinya ia masih memiliki kesempatan untuk melakukan niat tersebut pada pagi harinya dengan catatan bahwa niat yang ia lakukan pada pagi hari itu juga mesti ia pahami dan niati sebagai sikap taqlid atau mengikuti dengan apa yang diajarkan oleh Imam Abu Hanifah.
“Dalam kitab Al-Majmû’ disebutkan, disunahkan bagi orang yang lupa berniat puasa di bulan Ramadhan untuk berniat pada pagi hari karena bagi Imam Abu Hanifah hal itu sudah mencukupi, maka diambil langkah kehati-hatian dengan niat. Dengan demikian maka orang yang lupa berniat puasa pada malam hari masih dapat terselamatkan puasanya.
Sementara niat dan orang yang berpuasa merupakan syarat sahnya puasa, bila tidak ada, maka tidak sah. Oleh karena itu, puasa dapat tercapai maknanya dengan hanya menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya saja.
Niat puasa menurut madzhab Asy-Syafi'i. Sementara sahur tidak masuk rukun dan syarat sah puasa.
Dan harus juga diinapkan, yakni dilakukan di malam hari sebelum tiba waktu fajar, meskipun sedari waktu maghrib, dan meskipun di malam tersebut ia melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa karena puasa hanya dihitung saat siang hari saja. Sementara niat pada puasa sunnah menurut madzhab Asy-Syafi'i boleh dilakukan kapan saja, bahkan ketika hari sudah siang sekalipun, dengan syarat sebelum matahari tergelincir yakni sebelum waktu zuhur, dan dengan syarat belum melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa, misalnya sudah makan atau minum sesuatu.
Menurut madzhab Asy-Syafi'i, niat puasa juga tidak dapat terwakilkan dengan hanya memakan sesuatu di waktu sahur saja, pada puasa apapun, kecuali jika saat makan itu terbetik di dalam pikirannya akan berpuasa di esok hari dan meniatkannya dengan niat puasa. Karena itu, menurut madzhab Hanafi, tidak sah hukumnya puasa yang dilakukan tanpa berniat terlebih dahulu, sebab untuk membeddetikakan antara puasa yang masuk dalam wilayah ibadah dengan puasa yang hanya menjadi kebiasaan atau semacamnya, misalnya untuk diet atau pengobatan.
Niat puasa menurut madzhab Hanafi sudah dianggap cukup apabila seseorang sudah menanamkan di dalam hati bahwa ia akan berpuasa Ramadhan, misalnya. Menurut madzhab Hanafi, niat puasa Ramadhan harus terus dilakukan setiap hari, namun niat tersebut sudah terwakilkan apabila seseorang melakukan makan sahur, kecuali jika orang itu saat makan pada waktu sahur berniat bukan untuk berpuasa.
Di dalam berniat menurut madzhab Maliki juga diwajibkan untuk menentukan puasa yang akan dilakukan. Apabila seseorang telah meniatkan puasa secara khusus, setelah itu dia ragu apakah saat itu ia berniat melakukan puasa sunnah atau puasa nadzar, atau puasa qadha, maka puasa tersebut dianggap puasa sunnah saja. Sementara jika niat puasa dilakukan pada siang hari, menurut madzhab Maliki, makan niat itu tidak sah, untuk puasa apapun, meskipun puasa sunnah. Bila puasa Ramadhan diqadha, atau untuk berpuasa yang tidak dilakukan setiap hari, menurut madzhab Maliki, niat puasa harus dilakukan setiap malam, tidak cukup hanya diniatkan satu kali pada malam pertama saja.
Menurut madzhab Maliki, niat puasa juga cukup terwakilkan dengan niat secara hukum, yaitu dengan makan sahur, meskipun tidak terlintas sama sekali niat berpuasa di benaknya ketika makan sahur, karena tentu saja dapat dipastikan apabila seseorang sudah memakan sahur makan berarti berniat untuk berpuasa. Waktu berniat puasa boleh dilakukan kapan saja sejak terbenamnya matahari hingga fajar menyingsing untuk puasa wajib, sementara untuk puasa sunnah maka niatnya boleh dilakukan meskipun sudah lewat tengah hari, asalkan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan atau minum sebelum dia berniat.
Akan tetapi jika penanya di atas mengalami was was (sering ragu-ragu), maka hendaknya ia melanjutkan puasanya dengan niat puasa qadha; karena keragu-raguan jika sering terulang tidak dianggap; karena wajib hukumnya untuk tidak memperturutkan rasa was-was dan keragu-raguan, untuk menghindari kesulitan yang akan ditimbulkanya. Jika dia membatalkannya –dengan adanya udzur atau tanpa udzur- maka dia wajib mengqadha’ puasa pada hari itu dengan berpuasa pada hari lain untuk mengganti hari tersebut.
Akan tetapi jika hal itu dahulu sudah pernah dilakukan, maka dia wajib beristigfar dan bertaubat dan tidak ada denda apapun karenanya. Adapun jika niatnya tercampuri oleh rasa was-was (sering ragu-ragu), maka hal itu merupakan keraguan yang tidak berdasar, puasa tersebut adalah puasa wajib yang tidak terpengaruh karena keragu-raguan, maka tidak boleh membatalkannya.
Bagi Muslim yang punya utang Puasa Ramadhan wajib meng-qadhanya atau menggantinya sebelum Bulan Suci itu kembali tiba. Niat harus dilakukan pada malam harinya atau saat makan sahur. "Siapa yang tidak menetapkan niat sebelum fajar, maka tiada puasa baginya". Artinya : Saya niat berpuasa besok dari mengqadha' fardu ramadhan Lillaahi Ta'ala.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sudah hari ketiga umat muslim saat ini tengah menjalani ibadah puasa di bulan Ramadan. Sudah banyak website-website yang mengulas tentang niat puasa Ramadan. Namun bagaimana jika kita lupa mengucapkan niat puasa?
Saya pernah mendengar ustaz di kampung mengatakan, salah satu syarat sahnya puasa adalah niat. Para Ulama sepakat, niat dalam puasa Ramadhan merupakan suatu keharusan yang menjadi faktor pembeda antara ibadah dan aktivitas biasa. Dalam hadis Nabi yang diriwayatkan sahabat Umar bin Khattab dijelaskan, “Setiap perbuatan itu hanya dinilai berdasarkan niatnya. Dari hadis di atas, para ahli fikih berpandangan, puasa Ramadhan yang dilaksanakan tanpa didahului niat pada malam harinya, hukumnya tidak sah.
Untuk kehati-hatian, sebaiknya pada saat malam pertama bulan Ramadhan, kita berniat untuk melaksanakan puasa ramadhan satu bulan penuh sebagai pelaksanaan ibadah karena Allah SWT sebagai antisipasi jika pada suatu malam kita terlupa melaksanakan niat puasa. Bila seseorang berniat puasa Ramadhan satu bulan penuh pada awal, sudah dianggap cukup.
Umat Islam yang berhalangan berpuasa di bulan Ramadan kemarin wajib menggantinya dengan puasa qadha. Puasa qadha merupakan puasa yang dilakukan untuk menggantikan puasa yang ditinggalkan selama bulan Ramadan.
Artinya, puasa qadha wajib dilakukan bagi siapa pun yang meninggalkan puasa. Adapun orang-orang yang diwajibkan untuk melakukan puasa qadha di antaranya adalah orang yang berhalangan puasa karena sakit, sedang dalam perjalanan atau musafir, dan perempuan saat datang bulan.
Baca juga: Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah Idul Adha 2021, Bolehkah Sekaligus Digabung dengan Puasa Qadha? Puasa Idul Adha 2020 Kapan?
Sebagaimana dikutip dari laman Rumaysho, hadist tersebut mengungkapkan bahwa, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pernah ditanya tentang keutamaan puasa Arafah di bulan Dzulhijjah dan puasa Asyuro.
Niat Puasa 7 Hari di Awal Bulan Dzulhijjah. Setelah membaca niat ini di malam sebelum tanggal 1 Dzulhijjah, umat Muslim bisa memulai puasa dengan sahur di dini hari.
Wajib hukumnya puasa pada bulan Ramadhan bagi orang islam yang sudah dewasa atau baligh. Ustadz Faozan bilang, jika seseorang lupa berniat puasa, maka puasanya tidak sah.
Ustadz Faozan mengatakan agar membaca niat puasa tidak terlewatkan, sebaiknya disiasati saat malam hari atau setelah Sholat Tarawih. "Niat berpuasa itu bisa juga diawal ketika memasuki bulan Ramadhan atau dapat dilakukan malam hari atau saat akan makan sahur.